Market

Aktivis Lingkungan Duga Ada Kepentingan Bisnis dalam Program Hutan Tanaman Energi


Program Hutan Tanaman Energi (HTE) dengan pemanfaatan kayu untuk mendukung biomassa patut diduga hanya sebagai dalih mengamankan bisnis sektor kehutanan yang tetap menimbulkan kerusakan lingkungan, sebagai salah satu bentuk deforestasi di Indonesia. 

Manager Kampanye, Advokasi, dan Media Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Putra Prayoga, menilai produksi biomassa secara masif memiliki konsekuensi terhadap kompleksitas tantangan yang dihadapi dalam upaya pencegahan perubahan iklim ke depan. Pemerintah meyakini produksi biomassa sebagai strategi pengurangan emisi dalam penanganan perubahan iklim 

FWI menyoroti praktik pemanfaatan biomassa yang diklaim sebagai sumber energi terbarukan, ketika menggunakan bahan-bahan seperti kayu, cangkang sawit, bonggol jagung, batang sawit, tempurung kelapa, dan sabut kelapa, memiliki implikasi lingkungan dan sosial yang lebih luas. 

Penggunaan biomassa juga berpotensi menyebabkan perampasan tanah dan konflik agraria dengan masyarakat adat, juga lokal. Pembakaran biomassa menghasilkan polusi udara pun dapat membahayakan kesehatan masyarakat. 

Aktivis lingkungan ini juga mengingatkan pemanfaatan biomassa dalam transisi energi merupakan pemicu baru kerusakan hutan di Indonesia. FWI mencatat pembangunan Hutan Tanaman Energi (HTE) telah merusak hutan seluas 55.000 hektare (Ha) dan masih ada 420.000 Ha hutan alam di dalam 31 konsesi HTE direncanakan akan mempercepat deforestasi.

“Karena sejatinya ini adalah transformasi dari Hutan Tanaman Industri (HTI) ke HTE maka kecenderungannya adalah deforestasi. Dilakukan dengan pembukaan hutan dan lahan baru untuk memenuhi tuntutan usaha baru dalam bentuk tanaman energi,” kata Anggi dalam paparannya, dikutip Minggu (11/2/2024).

Dia meduga bisnis kayu di Indonesia yang sedang mengalami stagnasi diubah menjadi usaha baru berupa pembangunan HTE, hanyalah cara untuk mengamankan bisnis. 

Konsesi kehutanan menjadi lebih leluasa untuk memanfaatkan hutan alam dengan dalih transisi energi, guna memenuhi bahan baku biomassa kayu. Padahal, pemanfaatan biomassa sebagai alternatif untuk mengurangi emisi karbon perlu diuji dengan prinsip-prinsip keadilan dan berkelanjutan.

FWI mengingatkan jika pemanfaatan HTE tidak bijaksana, maka dapat berujung pada peningkatan tekanan terhadap ekosistem, memperburuk masalah seperti kehilangan keanekaragaman hayati dan kerusakan hutan, serta hilangnya ruang hidup masyarakat adat.

Berdasarkan dokumen FOLU Net Sink 2030, Kalimantan Barat (Kalbar) merupakan salah satu provinsi dengan target mitigasi deforestasi hutan alam terluas dengan total 917.000 Ha. Dokumen Forest and Other Land Use (FOLU) berisi kebijakan pemerintah untuk penerapan dan evaluasi sektor kehutanan dalam program pengurangan emisi Gas Rumah Kaca.

Namun dikhawatirkan dengan semakin banyak hutan alam yang akan dibuka untuk kepentingan pembangunan perkebunan kayu dari HTE untuk kepentingan penyediaan biomassa, maka semakin hilang kemampuan dalam menyerap emisi karbon, terlebih di kawasan gambut.
 

Back to top button