Market

Kadin Indonesia akan Kaji Keluhan UMKM tentang Beban Tarif QRIS sebesar 0,3 Persen

Pengenaan tarif Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS sebesar 0,3 persen bagi penyedia jasa pembayaran tak hanya menjadi perhatian DPR, tetapi juga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Indonesia, Mohammad Arsjad Rasjid Prabu Mangkuningrat.

“Nah, ini nanti yang harus dilihat kembali,” kata Ketua Umum Kadin Indonesia, Mohammad Arsjad Rasjid Prabu Mangkuningrat di Padang, Sumatera Barat, Rabu (12/7/2023).

Pada prinsipnya, ucap Arsjad, semangat dari metode pembayaran QRIS tersebut ialah untuk memudahkan para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) atau penyedia jasa pembayaran lainnya.

Menurutnya, yang perlu dipahami dalam memajukan perekonomian nasional ialah terkait dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) suatu produk.

Pemerintah saat ini terus berusaha agar permintaan di Tanah Air terus tinggi. Seiring dengan itu, pemerintah juga berupaya meningkatkan pengguna QRIS.

Tujuannya, apabila terjadi perluasan pengguna layanan QRIS maka biaya yang harus dikeluarkan pelaku usaha akan turun. Oleh karena itu, pemerintah terus melakukan ekspansi penggunaan QRIS.

Langkah tersebut tidak hanya menyasar pelaku usaha atau penyedia jasa pembayaran yang ada di Tanah Air, namun juga diimplementasikan di negara-negara ASEAN.

Sasarannya ialah setiap turis dari berbagai negara ASEAN yang melancong ke Indonesia sudah menggunakan metode pembayaran QR Code Indonesia.

Di satu sisi, ia menegaskan kebijakan tarif QRIS tetap akan dikenakan kepada penyedia jasa pembayaran. Kemudian, untuk diketahui, langkah tersebut dinilai jauh lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan kartu kredit dimana tarif yang ditetapkan sebesar dua persen.

Terpisah, Wakil Ketua DPR RI Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) meminta Bank Indonesia (BI) menunda pemberlakuan biaya layanan QR Code Indonesia Standard atau QRIS bagi penyedia jasa pembayaran sebesar 0,3 persen.

Cak Imin mengatakan meski biaya layanan itu dibebankan kepada penyedia jasa pembayaran, tidak menutup kemungkinan bakal berdampak kepada pelaku usaha, terutama UMKM dan para konsumen.

Back to top button