Market

Masalah Minyak Goreng Berlarut karena Kebijakan Pemerintah tidak Tepat

Masalah harga minyak goreng di pasaran masih belum selesai meski Kementerian Perdagangan (Kemendag)beberapa kali mengubah kebijakan. Kemendag kurang tepat dalam menentukan kebijakan, sehingga harga masih belum terkendali.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga, Rahma Gafni memberi gambaran sederhana soal produksi minyak sawit mentah alias Crude Palm Oil (CPO) nasional sebesar 46,88 juta ton pada 2021. Sedangkan kebutuhan domestik sebesar 18,42 juta juta kilo liter. Sehingga masih ada sisa sekitar 28,5 juta ton yang seharusnya bisa untuk ekspor.

Kebutuhan CPO nasional (domestik) sekitar 18,42 juta ton untuk produksi minyak kelapa sawit dan untuk proyek BioDiesel sebesar 7,34 juta ton. Berdasarkan hitungan di atas kertas, pasokan CPO domestik harusnya tercukupi.

“Kemendag harusnya memiliki perhitungan terkait bagaimana kebutuhan domestik diutamakan dan dimana permasalahan yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng masih terjadi. Kelangkaan minyak goreng di pasaran terjadi sampai sekarang dan sepertinya mendapatkan jalan buntu bagi Kemendag,” ujar Rahma, Sabtu (12/3/2022).

Dia menilai CPO untuk kebijakan BioDiesel maupun untuk minyak goreng itu bukan persoalan utama. Saat ini ada sekitar 6 produsen minyak goreng yang berhenti produksi, karena tidak mendapatkan pasokan CPO. “Masalah utamanya ada di titik ini. Jika produksi aman tentunya perlahan tapi pasti distribusi juga akan aman,” ujarnya.

Menurut dia, kebijakan yang harus pemerintah lakukan adalah memastikan pasokan CPO dari pabrik kelapa sawit ke industri minyak goreng sebelum melakukan ekspor. ” Jadi kebijakan itu harus mengarah kepada kebijakan pemenuhan domestik lebih dahulu,” imbuhnya.

Pemerintah juga harus menjalin kerja sama dengan berbagai instansi lain untuk melakukan inspeksi mendadak atau sidak guna mencegah maraknya aksi penimbunan minyak goreng.

Rahma mengatakan dengan kebijakan Kemendag yang telah menaikan Domestic Market Obligation (DMO) dari 20 persen menjadi 30 persen akan berdampak pada penguatan stok domestik.

Namun hal itu harus berimbang dengan distribusi yang semakin baik dan terkontrol. Mengingat sebelumnya juga stok diklaim melimpah namun tidak ada di pasaran.

“Maka kenaikan DMO harus dikaji dulu secara mendetail, apakah kebijakan ini lebih menguntungkan bagi domestic, atau justru malah merugikan. Kajian Cost and Benefit harus dilakukan secara mendalam,” pungkas Rahma.

Back to top button