Hangout

5 Masalah Utama dalam Pelaksanaan PPDB 2023 yang Perlu Diperbaiki

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengungkapkan perlunya penyelesaian masalah kecurangan yang sering terjadi dalam pelaksanaan program penerimaan peserta didik baru (PPDB). Ia mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek RI) untuk melakukan pembenahan menyeluruh terhadap kebijakan dan pelaksanaan sistem PPDB.

“Evaluasi menyeluruh dan tinjauan ulang terhadap sistem PPDB sangat penting dilakukan oleh Kemendikbud Ristek. P2G memandang bahwa tujuan utama PPDB telah terdistorsi. Masalah-masalah yang sering terjadi setiap tahun,” ujar Satriwan dalam keterangan tertulisnya kepada inilah.com, Senin (10/7/2023)

P2G merangkum lima poin utama yang menjadi masalah selama pelaksanaan PPDB dalam tujuh tahun terakhir:

1. Migrasi Kartu Keluarga Calon Siswa ke Sekitar Sekolah Favorit

Satriwan mencatat bahwa Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, baru-baru ini menerima sekitar 300 aduan dari masyarakat terkait kecurangan dalam pelaksanaan PPDB di Kota Bogor. Salah satu modus yang sering dilakukan adalah perpindahan tempat tinggal melalui kartu keluarga dengan menitipkan nama calon siswa baru ke warga di sekitar wilayah sekolah favorit. Kasus serupa juga terjadi di beberapa daerah lain di Indonesia. P2G menegaskan bahwa modus ini seharusnya dapat terdeteksi dan diantisipasi oleh pihak berwenang sejak awal, dan solusi verifikasi faktual sudah seharusnya diterapkan.

2. Kuota Siswa yang Membeludak, Daya Tampung yang Terbatas

Permasalahan daya tampung sekolah yang terbatas namun jumlah calon siswa terus bertambah setiap tahun sering terjadi di kota-kota besar. Jumlah sekolah negeri dan daya tampungnya tidak sebanding dengan jumlah calon siswa, sehingga sekolah tidak dapat menampung semua calon siswa baru. Contohnya terjadi di DKI Jakarta, di mana jumlah calon peserta didik baru (CPDB) jenjang SMP/MTS lebih banyak daripada daya tampungnya. P2G mengusulkan solusi untuk masalah ini, seperti membangun unit sekolah baru atau menambah ruang kelas dengan melibatkan sekolah swasta.

3. Sekolah Kekurangan Siswa

Salah satu masalah lain yang sering terjadi adalah sekolah yang kekurangan siswa. Faktor utama permasalahan ini adalah sebagian sekolah negeri yang berlokasi saling berdekatan, sehingga sekolah yang berada di pelosok mengalami kendala akses yang jauh. Contohnya, ada sekolah dasar negeri di Solo, Jawa Tengah, yang hanya memiliki satu siswa baru melalui jalur afirmasi pada tahun ajaran 2023/2024. P2G menyarankan agar pemda melakukan penggabungan sekolah negeri dan memperbaiki akses infrastruktur dan transportasi ke sekolah.

4. Praktik Jual Beli Kursi, Pungutan Liar (Pungli), dan Siswa Titipan

P2G mencatat adanya praktik jual beli kursi, pungutan liar (pungli), dan siswa titipan selama pelaksanaan PPDB. Modusnya antara lain dengan menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. Panitia PPDB sekolah, seperti kepala sekolah dan guru, seringkali tidak memiliki kekuatan untuk menolak praktik ini. P2G menegaskan pentingnya pelaksanaan PPDB yang adil, akuntabel, transparan, dan bertanggung jawab. Orang tua dan guru yang mengetahui adanya kecurangan diharapkan melaporkannya kepada instansi terkait.

5. Siswa Kurang Mampu Tidak Diprioritaskan

Salah satu kesalahan krusial dalam pelaksanaan PPDB adalah tidak diprioritaskannya siswa kurang mampu (jalur afirmasi) dan siswa yang berada dalam satu zonasi untuk masuk ke sekolah negeri. Menurut P2G, sistem PPDB seharusnya memberikan

Kesalahan krusial lainnya dalam pelaksanaan PPDB adalah siswa tidak mampu (jalur afirmasi) dan anak dalam satu zonasi sering tidak diprioritaskan untuk masuk ke sekolah negeri.

“Bagi P2G, sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri,” tegas Feriansyah.

Lebih lanjut, menurut Feriansyah sistem PPDB dibentuk untuk memberikan keadilan dan pemerataan pendidikan yang semestinya sistem tersebut berpihak kepada anak tidak mampu dan anak yang sekolah dekat dari rumahnya.

“Sepanjang anak miskin dan anak dekat sekolah tak dapat ditampung di sekolah negeri maka sistem PPDB gagal dalam mencapai tujuan utamanya,” katanya.

“Pemerintah bisa dinilai gagal dalam membangun sistem pendidikan yang adil dan berkualitas. Kedepannya pemerataan sarana pendidikan akan berbanding lurus dengan perekrutan guru oleh pemda, masalah dalam PPDB dapat ditinjau dari kinerja dan political will pemerintah dalam membangun pendidikan yang berkeadilan ke depannya,” pungkasnya.

Back to top button