Hangout

Viral Video Asusila Popo Barbie, Ini Hukum Mengumbar Aurat di Media Sosial Menurut Islam dan Pidana

Nama TikToker Emboy Yasandra (27) atau yang dikenal dengan Popo Barbie ramai diperbincangkan beberapa waktu terakhir di media sosial.

Pasalnya, Tiktoker yang sering kali menyebar sensasi itu ditetapkan sebagai tersangka setelah tersebarnya video dirinya sedang melakukan masturbasi dengan patung manekin.

Video berdurasi 21 detik itu trending di Twitter dengan ribuan penonton. Setelah mendapat laporan dari masyarakat terkait video asusilanya tersebut, polisi menangkap Popo Barbie di Desa Pendung Mudik, Kecamatan Air Hangat, Kabupaten Kerinci, Jambi, Sabtu, (1/7/23) lalu.

Sebelumnya, Popo Barbie mengaku kehilangan ponselnya dan bukan dirinya yang menyebarkan video tersebut. Dalam video klarifikasi melalui akun TikTok-nya ia mengaku video tersebut hanya dijadikan arsip pribadi dan tidak dibagikan ke khalayak.

Namun, menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Kepolisian Resor (Polres) Kerinci AKP Edi Mardi, Popo Barbie sengaja merekam dan menyebarkan video tersebut lewat empat ponsel yang sudah diamankan sebagai barang bukti.

Tak hanya itu, Popo Barbie juga sempat memperlihatkan kelaminnya ketika sedang live di TikTok sebelum kasus yang sedang ramai ini.

Saat itu Popo melakukan siaran live tentang aktivitas kesehariannya di rumah dengan menggunakan pakaian robek. Di tengah-tengah siarannya, ia seolah tak sadar menunjukkan alat kelaminnya dari celana robek yang ia kenakan.

Dari deretan kasusnya, Popo Barbie sengaja mengumbar pornografi di media sosial untuk mendapatkan popularitas. Lantas, sebenarnya bagaimana hukum mengumbar aurat di media sosial dari segi pidana dan agama?

Akibat perilakunya tersebut, Popo Barbie terancam dijerat dengan Pasal 4 ayat (1) UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan terancam mendapatkan hukuman penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun atau dengan denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.

Hal ini tertuang pada Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Pasal 4 ayat (1) yang berisi:

Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

  • persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
  • kekerasan seksual;
  • masturbasi atau onani;
  • ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
  • alat kelamin; atau
  • pornografi anak.

Hukuman atau ketentuan pidana yang didapat dari perbuatan tersebut dalam Pasal 29 yang berisi:

“Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).”

Tak hanya itu, ia juga dikenakan Pasal 27 Ayat (1) UU ITE yang berisi:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Mengumbar Aurat di Media Sosial Menurut Islam

Sedangkan hukum mengumbar aurat di media sosial menurut Islam merupakan perbuatan yang keji.

Menurut Ibnu Rajab Al Hanbali ra, seorang ulama besar, ahli hadits, tafsir, fiqh, dan sejarah, membuka aurat merupakan dosa yang sangat tercela.

فَإِنَّ كَشْفَ الْعَوْرَةِ فَاحِشَةٌ مِنَ الْفَوَاحِشِ

Artinya: “Sesungguhnya membuka aurat itu termasuk dosa yang sangat keji.” (Rawa’iut Tafsir, Tafsir Ibnu Rajab 1/478, Dar al-‘Ashimah).

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan Fatwa MUI No 24 tahun 2017 tentang hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.

Fatwa ini diterbitkan untuk menjadi panduan masyarakat dalam menyikapi derasnya informasi di era media sosial yang berkembang pesat.

Dalam fatwa tersebut, ada hal yang diharamkan termasuk mengumbar aurat di media sosial. Fatwa tersebut berisikan:

Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan, melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan, menyebarkan hoaks, pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i.

Setiap muslim juga diharamkan menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya, memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

Back to top button