News

Politik Hari Ini Bicara Elektoral Capres, Bukan Gagasan Mencerdaskan Bangsa

Politik Indonesia hari ini lebih kental pada wacana elektoral kandidasi calon presiden (capres), bukan upaya mencerdaskan bangsa yang telah 77 tahun merdeka. Padahal aspek ini penting dibicarakan untuk mendorong kemudi bangsa ke arah yang lebih baik.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto berupaya menggugah kesadaran itu, ketika mengisi seminar ilmiah dalam rangka Dies Natalies Universitas Sanata Dharma (Sadar) Yogyakarta, Jumat (16/12/2022). Menurutnya, kehidupan politik tidak melulu berkaitan pada pemilu namun, terdapat aspek fundamental lainnya yang perlu digalakkan.

Mungkin anda suka

“Kini setiap orang bicara soal calon presiden, seakan-akan satu minggu ke depan akan ada pemilu. Semua berbicara elektoral, tapi melupakan persoalan fundamental bangsa yang berkaitan dengan mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Hasto, dalam keterangannya.

Menurutnya, Indonesia masih jauh tertinggal dari negara lain, termasuk dengan negara-negara di kawasan. Dalam hal pendidikan misalnya, Indonesia tertinggal dari Malaysia yang dulu sempat mengimpor guru dari Tanah Air. Dalam hal riset lebih memprihatinkan, tingkat intelektual orang Indonesia kalah dari Filipina, Laos dan Kamboja.

Lebih pelik lagi, Indonesia masih dihantui persoalan gizi. Padahal, soal gizi, Indonesia memiliki tanah subur yang mampu menghidupi aneka tanaman yang membawa manfaat bagi kesehatan.

“Zaman Pak Harto makan sayur-sayuran jagung dikatakan miskin, padahal itu komponen gizi cukup besar. Daun kelor hanya dianggap pagar mengusir genderuwo, padahal orang Australia iri melihat daun kelor yang kita miliki dengan keragaman vitamin luar biasa,” ujar Hasto.

Persoalan-persoalan ini, lanjut Doktor Ilmu Pertahanan Universitas Pertahanan tak lepas dari sedikitnya ilmuwan Indonesia yang sumber-sumber pangan, protein, dan jamu-jamuan, untuk memantapkan prinsip berdiri di atas kaki sendiri. Artinya, perguruan tinggi harus menjadi garda terdepan untuk membangun kepemimpinan intelektual berikut mendorong penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), riset, serta inovasi.

“Perguruan tinggi sebagai autokritik sepertinya ada gap dengan apa yang dibutuhkan bangsa dan negara bagi kemajuan kita, padahal penguasaan iptek dan riset dan inovasi sangat penting,” ujarnya.

Back to top button