News

Tak Berhentikan Anwar Usman, Putusan MKMK Belum Cukup Pulihkan Kehormatan MK

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia) Jeirry Sumampow tak sependapat dengan putusan ketua Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentian Anwar Usman dari jabatannya yakni ketua MK.

“Dalam hal ini, saya menilai bahwa sangsi yang diberikan kepada Ketua MK tak akan bisa memulihkan kehormatan dan kewibawaan MK,” kata Jeirry dalam keterangannya, Kamis (9/11/2023)

Justru ia sepakat dengan dissentin oponion Anggota MKMK Bintan Saragih yang menyebut Anwar Usman harus diberhentikan secara tidak hormat dari Hakim Konstitusi.

Meskipun dalam putusan MKMK itu, Anwar Usman masih menjabat sebagai hakim dan tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir.

“Agak sulit bagi publik untuk percaya lagi kepada MK ke depan. Sebab masih ada kemungkinan yang bersangkutan mempengaruhi proses sidang dan putusan lain ke depan sebagaimana yang terjadi dalam kasus syarat usia tersebut,” jelas Jeirry.

Sementara itu, alasan MKMK bahwa jika diberhentikan maka ada kemungkinan yang bersangkutan akan melakukan banding, menurut Jeirry tak jadi pertimbangan penting putusan.

“Saya berpendapat bahwa biarkan saja yang bersangkutan melakukan banding jika merasa kurang puas dengan sangsi yang diberikan, itu adalah hal beliau sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.

“Nanti proses banding yang akan menentukan apakah putusan MKMK ini sudah tepat atau tidak. Katanya,  kebenaran selalu akan menemukan jalannya sendiri,” sambung Jeirry menutup.

Perlu diketahui, MKMK memberikan sanksi berupa pemberhentian dari jabatan ketua MK kepada Hakim Konstitusi, Anwar Usman. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menuturkan, Anwar Usman melakukan pelanggaran berat kode etik hakim menyangkut putusan MK mengenai syarat batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK kepada Hakim Terlapor, Anwar Usman,” kata Jimly di ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).

Jimly menilai hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan selaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakkan, prinsip integritas, prinsip kecakapan, dan kesetaraan, prinsip independensi dan prinsip kepantasan serta kesopanan.

Back to top button