Market

Pengamat UGM Khawatirkan Oligarki Bisiki Jokowi Naikkan BBM Subsidi

Pengamat ekonomi energi UGM, Fahmy Radhi mengaku heran dengan kecenderungan pemerintahan Jokowi menaikkan harga BBM subsidi, ketimbang pembatasan. Jangan-jangan oligarki yang bermain.

“Kenapa pemerintah tidak memilih opsi pembatasan BBM subsidi, tapi lebih memilih menaikkan harga? Jangan-jangan industri besar yang selama ini menyedot BBM subsdi melalui oligarki ikut bermain dalam pengambilan keputusan, agar tetap bisa minum solar dengan harga Rp5.000 bukan Rp21.000 per liter,” beber Fahmy kepada Inilah.com, Jakarta, Senin (29/8/2022).

Selanjutnya, mantan anggota tim reformasi tata kelola migas ini, menerangkan, apabila pemerintah menaikkan harga solar subsidi menjadi Rp8.500 per liter. “Masih lebih menguntungkan bagi industri sekitar Rp13.000 per liter. Kalau benar oligarki di balik keputusan penaikkan harga BBM subsidi, hanya satu kata, lawan,” tegasnya.

Sejatinya, kata Famy, pemerintah memiliki tiga opsi. Yakni, penambahan subsidi, penaikan harga BBM subsidi, dan pembatasan BBM subsidi. “Namun, opsi penambahan subsidi sudah mustahil dilakukan, lantaran pemerintah sudah mengunci dana subsidi di angka Rp502,4 triliun,” terangnya.

Sedangkan opsi penaikkan harga BBM subsidi, menurutnya, cukup beresiko terhadap momentum ekonomi, serta menambah berat beban rakyat miskin.

Satu-satunya opsi yang tersisa adalah pembatasan BBM subsidi, seperti yang pernah disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

“Menteri Keuangan Sri Mulyani melansir data bahwa 70 persen subsidi Pertalite dan 90 persen subsidi Solar salah sasaran. Total subsidi Pertalite dan Solar yang salah sasaran, mencapai Rp198 triliun. Angka yang cukup gede,” imbuhnya.

“Kalau pembatasan BBM subsidi berhasil dijalankan, pemerintah tidak perlu menaikkan harga. Anehnya, pemerintah cenderung memilih opsi penaikan harga BBM subsidi yang konon akan diputuskan pada 1 September 2022,” pungkasnya.

Back to top button