Market

Meski Bayar Iuran Tapera Puluhan Tahun, Pekerja Sulit Punya Rumah


Dari perhitungan sederhana, banyak kalangan pesimis program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bisa menjadi solusi bagi pekerja bergaji pas-pasan bisa beli rumah. Lalu, duit Tapera ini untuk apa atau siapa? 

Ternyata bukan hanya pekerja dan buruh yang protes keras dengan program Tapera kalangan netizen pun gempar. Program tersebut disahkan lewat Peraturan Pemerintah (PP) 21/2024 tentang Perubahan PP 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diteken Presiden Jokowi pada 20 Mei 2024.

Beleid ini, memuat kewajiban bagi buruh dan pekerja yang gajinya UMR (Upah Minimum Regional), dipotong 3 persen. Katanya, program ini bertujuan mulia. Agar mereka bisa memiliki rumah layak.

Tapi, apa mungkin peserta Tapera bisa menikmati rumah layak setelah pensiun? Rasa-rasanya kok sulit. Karena, harga rumah tiap tahun selalu naik. Apalagi di daerah strategis, dekat perkantoran atau area industri. Atau lokasinya mudah diakses, harga lahan pastilah mahal. Tak pernah ada cerita harga rumah turun. Paling apes, harga rumah naiknya tipis-tipis. Tak sesuai ekspektasi.

Presiden Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal pun tak yakin pekerja atau buruh bergaji UMR yang dipaksa bayar iuran Tapera, bisa mendapatkan rumah setelah pensiun.

“Jadi mustahil bagi buruh dan peserta Tapera untuk punya rumah. Sudahlah, itu (Tapera) membebani potongan upah buruh tiap bulan, di masa pensiun juga tidak bisa memiliki rumah,” kata Said, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Banyak kalangan pun berpikir sama. Coba dihitung, asumsinya jumlah pekerja di Indonesia sebanyak 150 juta orang, tersebar di 38 provinsi. Anggaplah UMR terendah Rp2.038.005, tertinggi Rp5.257.835. Sehingga, angka tengahnya atau rata-rata penghasilan pekerja Indonesia sebesar Rp3.647.920/bulan/orang.

Jika 3 persen dari penghasilan mereka dipotong untuk iuran Tapera, maka ketemu Rp109.437. Cukup untuk beli rumah? Anggaplah harga rumah Rp300 juta, dibeli dengan cicilan Rp109.437 per bulan, perlu waktu 2.741 bulan. Setara 228,5 tahun. Dua abad lebih. Sama sekali tak masuk akal.

Di sisi lain, iuran Tapera Rp109.437 yang terkumpul dalam sebulan, ternyata angkanya fantastis. Dikalikan 150 juta pekerja, terkumpul Rp16,5 triliun/bulan. Atau Rp197 triliun/tahun. Dua kali lebih APBD Jakarta 2024 sebesar Rp81 triliun.

Mengelola dana sebesar itu, memang menggiurkan. Bisa jadi modal untuk mengeruk cuan besar. Banyak investasi yang menjanjikan untung lumayan dan aman. Tapi hati-hati mengelola dana besar. Salah bergaul bisa celaka. Sudah banyak kasus penyelewengan dana masyarakat yang dikelola BUMN, terungkap. Mulai kasus Jiwasraya hingga Asabri. 

Bisa jadi karena pengawasan lemah ditambah mental pejabatnya korup. Lagi-lagi rakyat yang harus menanggung dana ‘pesta pora’ para koruptor. 
 

Back to top button