News

Syahganda Anggap Capres Dicari Bukan karena Kompetensi, tapi Keturunan

Aktivis sekaligus tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan menilai, sirkulasi pemimpin nasional dan daerah tak lagi diukur dari kemampuannya memimpin dan mengelola suatu daerah dan negara, melainkan hanya dari keturunan atau trah yang dimilikinya.

Dia menegaskan, praktik politik tersebut berpotensi merusak tatanan demokrasi dan menghambat laju perubahan di Indonesia. Menurutnya, trah Megawati Soekarnoputri, Soesilo Bambang Yudhoyono hingga Joko Widodo (Jokowi) dinilai ingin menancapkan keturunannya sebagai calon presiden maupun calon kepala daerah.

“Dia berpikir bagaimana memberi kekuasaan pada anak-anaknya, seperti Jokowi ingin anaknya jadi wali kota, gubernur, presiden. SBY ingin juga anaknya jadi gubernur, presiden. Megawati juga anaknya. Semua mikirin anaknya, ini penyakit buruk bangsa ini,” kata Syahganda di Jakarta, Minggu (3/7/2022).

Tokoh aktivis mahasiswa ITB yang pernah dipenjara rezim ini melanjutkan, praktik politik yang ditunjukkan seperti itu hanya akan menguntungkan para elite dan tak membuka ruang bagi anak bangsa memimpin negeri.

Apalagi, sambung dia, jalan menuju kursi kepemimpinan dibenturkan dengan syarat pemenuhan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen, sehingga anak dan keturunan para elite yang memiliki keistimewaan lebih  mudah mendapatkan kekuasaan.

“Kita ini terkunci PT (presidential threshold) dan terkunci oligarki primordialisme ini. Enggak bisa bergerak dikunci cara anti demokrasi seperti ini. Bukan cari yang terbaik, ini anaknya siapa. Bupati, wali kota, presiden dan lainnya,” pungkasnya.

Back to top button