News

Survei SSI: Mayoritas Publik Tolak Sistem Proporsional Tertutup

Hasil survei yang dirilis Skala Survei Indonesia (SSI) menunjukkan mayoritas masyarakat menolak adanya perubahan cara pencoblosan dari sistem proporsional terbuka menjadi tertutup.

Direktur Eksekutif SSI Abdul Hakim menjelaskan, hanya sebesar 4,8 persen responden yang menyatakan setuju agar Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup.

“Mayoritas masyarakat Indonesia, yakni 63 persen masih setuju agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka,” jelasnya melalui rilis yang diterima di Jakarta, Jumat (6//1/2022).

Lebih lanjut dijelaskan dari mayoritas penduduk sistem proporsional terbuka, sebanyak 19 persen pendukung beralasan perlu untuk melihat calon anggota legislatifnya terlebih dulu, sebelum memilih.

“Alasan lainnya agar dapat memilih langsung calonnya 17,1 persen, hak rakyat dalam menentukan pilihannya 13,8 persen, lebih transparan/terbuka 12 persen dan masyarakat harus mengetahui calon serta partai yang mereka pilih 6,3 persen,” ujarnya.

Melihat data di atas, bisa disimpulkan bahwa sejati nya keinginan mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup ini bukanlah keinginan publik. “Perubahan ini lebih banyak diinginkan oleh segelintir elite parpol tertentu,” tegasnya.

Survei SSI yang berlangsung pada 6 hingga 12 November 2022 itu dilakukan terhadap 1.200 responden dengan metode penarikan acak bertingkat (multistage random sampling). Survei ini memiliki toleransi atau batas kesalahan (margin of error) sekitar 2,83 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Usia responden yang dijadikan sampel adalah 16 tahun ke atas atau sudah menikah. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka secara langsung dengan responden menggunakan kuesioner.

Diketahui, enam kader partai politik telah melayangkan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait sistem proporsional tertutup dalam perhelatan Pemilu Legislatif 2024.

Mereka menilai sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini bertentangan dengan UUD 1945, yakni pasal 1 ayat 1, pasal 18 ayat 3, pasal 18 ayat 1, pasal 22E ayat 3, dan pasal 28 D ayat 1.

“Menyatakan frase ‘terbuka’ pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar pihak pemohon sebagaimana dilansir dari website Mahkamah Konstitusi.

Back to top button