Kanal

Surat Terbuka Anggota Tim Anies Baswedan untuk Presiden Terpilih Prabowo Subianto (3)


Tentu saja, untuk itu kita semua berharap agar lingkaran dalam (inner circle) Bapak harus datang dari kalangan yang multi dan plural. Mereka juga harus penuh pengalaman, termasuk pengalaman menyesap saripati penderitaan rakyat. Agar mereka tak jadi “Pak Turut”, terutama turut menikmati segala fasilitas negeri dalam prinsip mumpung. Mereka harus memiliki dignity tinggi.  Bukankah Ayahanda, Pak Soemitro Djojohadikusumo pun menegaskan, “Selama hidup, yang harus selalu dijaga manusia itu tak lain adalah dignity”?  

Mungkin anda suka

Oleh   : Widdi Aswindi

Deputy Materi dan Substansi Tim Nasional Anies-Muhaimin dalam Pilpres 2024

 

Sebaliknya, apa yang bisa bikin Indonesia bersatu selain terwadahinya kepentingan “semua” elit? 

Saya percaya Bapak pun telah mafhum akan hal itu. Saya tidak terkejut manakala muncul wacana tentang 40 Kementerian untuk mengefektifkan kabinet mendatang. Bagi saya itu baik-baik saja. Bukankah di masa kepemimpinan Soekarno pun kita bahkan mengenal “Kabinet 100 Menteri”? Akan halnya keberadaan Pasal 15 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang membatasi jumlah kementerian menjadi maksimal 34 saja, ah, bukankah tak ada yang tak mungkin diubah di negeri ini? Politisi terkemuka Adam Malik, berkata bahwa di negara kita,”Semua bisa diatur…”  Itu saya ungkap tanpa sinisme dan bukan sindiran tanpa makna. Semua memang bisa diatur, karena memang semua harus kita atur agar sesuai prinsip keadilan dan kemanfaatan masyarakat. Lain tidak! 

Tentu saja, untuk itu kita semua berharap agar lingkaran dalam (inner circle) Bapak harus datang dari kalangan yang multi dan plural. Mereka juga harus penuh pengalaman, termasuk pengalaman menyesap saripati penderitaan rakyat. Agar mereka tak jadi “Pak Turut”, terutama turut menikmati segala fasilitas negeri dalam prinsip mumpung. Mereka harus memiliki dignity tinggi.  Bukankah Ayahanda, Pak Soemitro Djojohadikusumo pun menegaskan, “Selama hidup, yang harus selalu dijaga manusia itu tak lain adalah dignity “?  

Sudah pasti, Bapak juga akan menerima serangan berkali-kali. Bahkan pada hal-hal yang Bapak niatkan untuk kebaikan semua pihak sekalipun.  Biar dan anggap saja wajar. Sikapi dengan sabar. Bukankah sekian tahun telah berlalu sejak Bapak mulai mempelajari bab “sabar” ini? 

Jika Bapak meyakini diri seorang warrior, yang terbaik jadilah tipe boxer. Biarkan saja orang menyerang, memukuli secara hit and run dengan pukulan-pukulan jab kecil yang tak akan berdampak banyak. Kuras  saja tenaga dan emosi mereka yang beritikad jahat. Hindari dengan langkah kaki ringan dan lincah, seperti kemarin Bapak menari-nari gemoy. Rangkullah dengan sepenuh hati, bukan dengan clinch yang tetap menyisakan kesiapan memukul. 

Jika bab-bab sabar dalam buku hidup Bapak dijalankan dengan niat tulus pengabdian kepada ratusan juta warga, mungkin Bapak pun akan terkejut menatap jati diri Bapak yang baru. Ada “new Prabowo” yang tidak hanya mencengangkan khalayak yang menyimpan memori kelam masa lalu seperti apa-apa yang mereka pirsa dari media, melainkan Bapak sendiri. 

Tentang badai, sebenarnya mungkin wajar mengapa para pemburu badai kadang seperti tergila-gila akan tornado. Saya sempat membaca petikan tulisan sastrawan terkemuka Jepang yang berkali-kali menjadi nominator Hadiah Nobel Sastra, Haruki Murakami, dalam novelnya “Kafka on the Shore”. Petikan yang harus dipetik dengan mayangnya, agar tak kehilangan hakikat maknanya.    

“Terkadang takdir ibarat badai pasir kecil yang terus berubah. ..Berkali-kali Anda seperti memainkan tarian mengerikan dengan kematian sebelum fajar. Badai ini bukanlah sesuatu yang datang dari jauh…Badai ini adalah Anda. Sesuatu di dalam dirimu. Jadi yang bisa Anda lakukan hanyalah menyerah, melangkah masuk ke dalamnya,…berjalanlah melewatinya, selangkah demi selangkah….Dan begitu badai berlalu…Anda tidak akan lagi menjadi orang yang sama… Itulah inti dari badai ini.” 

Maka, tak perlu canggung dengan perubahan ke kebaruan itu. Bukankah sejatinya hidup memang tak pernah ajeg dan selalu begitu-begitu pada setiap waktu? Panta rei, kata filsuf kuno Heraclitos. Semua mengalir. Segalanya berubah. Syukuri, apalagi perubahan itu adalah pergantian ke titik yang lebih baik. Semua demi Indonesia. Sebab Bapak tak punya pilihan kecuali sukses membawa Indonesia menjadi lebih baik, atau gagal dan dicatat sejarah dalam kehinaan.    

 

Salam hormat saya, 

Widdi Aswindi

Deputy Materi dan Substansi Tim Nasional Anies-Muhaimin dalam Pilpres 2024

[ selesai]

 

Back to top button