News

Singgung Aduan Wanita Emas, Ketua KPU: Risiko sebagai Penyelenggara Pemilu

Kamis, 29 Des 2022 – 13:59 WIB

Img 20221229 105606 - inilah.com

Ketua KPU Hasyim Asy;ari (kiri) saat menandatangani nota kesepahaman terkait penyelenggaraan Pemilu 2024 dengan sejumlah asosiasi di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/12/2022). (Foto: Inilah.com/Diana Rizky)

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari menyinggung soal dirinya yang diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan perbuatan asusila oleh Ketua Umum Partai Republik 1 Mischa Hasnaeni Moein alias wanita emas. Menurut Hasyim, hal itu merupakan risiko sebagai penyelenggara pemilu.

“Kalau ada yang dianggap berlakunya agak miring-miring lalu diadukan di DKPP, menjadi teradu. Nah di antara kita juga sudah ada yang diadukan ke DKPP termasuk saya. Nah ini kan asas akuntabilitas, di situ hal-hal yang dikerjakan harus dipertanggungjawabkan dalam saluran-saluran itu,” kata Hasyim dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 KPU, Menyongsong Pemilu 2024 di kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (29/12/2022).

Dia menjelaskan, penyelenggara pemilu harus menganut asas akuntabilitas dan transparansi dalam menjalankan tugas terkait Pemilu 2024. Untuk itu, terkadang penyelenggara pemilu menjadi sasaran gugatan. Namun, ia menganggap, hal tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban sebagai penyelenggara Pemilu.

“Pada sisi ini lah undang-undang Pemilu selalu memposisikan KPU ini sebagai ‘ter’ kalau ada orang komplain,” lanjut Hasyim.

Untuk itu, dalam setiap tahapan pemilu, posisi KPU berpotensi dapat menjadi pihak tergugat atau teradu. Terutama terkait dengan gugatan yang dilayangkan ke Bawaslu, DKPP, PTUN, hingga Mahkamah Konstitusi.

“Saat pendaftaran partai dinyatakan tidak memenuhi syarat atau tidak lengkap, sehingga tidak dapat lanjut ke tahapan berikutnya disediakan saluran. Misalkan mengadukan dugaan pelanggaran administrasi ke Bawaslu. Nah kalau seperti ini Bawaslu sebagai ‘ter’, terlapor,” ungkapnya.

Tidak Berkecil Hati

Maka, ia mengimbau kepada jajaran KPU di tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota untuk tidak berkecil hati jika dilaporkan. Sebab, ketentuan perundang-undangan memberikan lajur kepada semua pihak untuk mengawasi kinerja KPU.

“Teman-teman di jajaran KPU provinsi kabupaten kota, jangan pernah berkecil hati, jangan pernah mengeluh. Jangan pernah kemudian sakit hati kalau kita ini dilaporkan ke Bawaslu, diadukan ke DKPP, diadukan ke PTUN, ke mahkamah konstitusi, karena apa? Memang konstruksi undang-undangnya demikian sehingga kalau ada anggota KPU yang mengeluh sering kita tegur, sering kita ajukan pertanyaan, siapa suruh daftar jadi anggota KPU?,” beber dia.

Lebih lanjut, ia menerangkan, posisi KPU tidak akan diposisikan sebagai pihak yang menggugat atau mengadukan perkara kepemiluan. Sebab, segala instrumen tahapan pemilu menjadi kewenangan yang diputuskan KPU.

“Mengapa KPU selalu menjadi ‘ter’ menurut konstruksi undang-undang dan tidak pernah menjadi ‘pe’, pengadu, penggugat. Pertanyaannya, kalau mau menggugat SK-nya siapa yang mau digugat, masa SK-nya sendiri kan enggak mungkin. Ini karena apa? Kewenangan undang-undang yang diberikan KPU itu sangat besar dalam penyelenggaraan pemilu,” imbuh Hasyim.

Kendati demikian, demi asas akuntabilitas, Hasyim berharap sejumlah lembaga seperti Bawaslu, DKPP, PTUN, dan MK untuk terus bekerja secara profesional. Tujuannya, mengantisipasi penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang dalam tahapan Pemilu 2024.

“Karena kewenangan besar, pastilah ada potensi-potensi penyalah gunaan atau penyelewengan. Oleh karena itu diharapkan agar terus dikawal dengan ketat di siapkan lembaga-lembaga seperti Bawaslu, DKPP, PTUN, Mahkamah Konsitusi,” kata Hasyim menegaskan.

Back to top button