Hangout

Setiap 43 Detik Anak Meninggal karena Pneumonia


Menurut UNICEF, lembaga PPB yang mengurus soal anak-anak, setiap 43 detik terdapat satu anak meninggal akibat pneumonia. Hal ini lebih banyak kasusnya dari AIDS, malaria, dan juga campak. 

Pneumonia adalah penyakit peradangan paru-paru yang bisa dicegah dan diobati, namun masih menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak di seluruh dunia.

Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI, Dr. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K) mengatakan pneumonia masih merupakan penyebab kematian utama terutama pada balita secara global di dunia maupun Indonesia. 

“Maka kalau kita bicara dalam waktu 30 menit, sudah ada 46 anak yang meninggal akibat pneumonia,” ujarnya saat temu media virtual, Jakarta, Sabtu (13/01/2024).

Masih menurutnya, untuk kasus di Indonesia, pneumonia juga berkontribusi menyumbang angka kematian pada anak sebesar 20 persen. 

“Sedangkan kalau data di Indonesia kalau kita lihat angka survei dari kesehatan rumah tangga, atau angka RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) maka pneumonia ini berkontribusi terhadap sekitar 15 sampai 20 persen kematian bayi dan balita,” katanya.

Dia juga menjelaskan Indonesia menduduki peringkat keenam tertinggi dalam angka kematian anak akibat pneumonia di dunia.

Mengutip dari data Kementerian Kesehatan ada 278.261 balita yang terkena pneumonia pada 2021. Jumlah tersebut turun 10,19 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 309.838 kasus. 

“Bahkan China pun yang jumlah balita lebih banyak dari Indonesia pun di bawah kita untuk ranking dari angka kematian akibat pneumonia,” tuturnya.

Menurutnya, pneumonia adalah suatu infeksi, sebetulnya tidak selalu infeksi tapi peradangan, tapi memang infeksi lah yang paling banyak menyebabkan peradangan tersebut. 

“Karena dia adalah suatu infeksi, sebetulnya tidak selalu infeksi tapi peradangan, tapi memang infeksi lah yang paling banyak menyebabkan peradangan tersebut disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, jamur dan karena ini menyerang saluran napas sampai dengan paru maka dia bisa membahayakan jiwa,” ungkapnya.

Dr. Nastiti juga mengingatkan bahwa penyebaran pneumonia juga mudah karena seperti halnya COVID-19, atau misalnya COVID-19 atau mycoplasma yang menjadi isu itu, dia bisa menyebar mudah melalui droplet atau percikan ludah , air liur dan batuk sehingga ini menjadi mudah. 

“Biasanya diawali dengan batuk, kemudian disertai dengan gejala demam, ada gejala saluran napas lainnya, seperti pilek dan hidung tersumbat,” jelasnya.

Salah satu jenis pneumonia yang perlu diwaspadai adalah pneumonia atipikal, yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae. 

Jenis pneumonia ini sering disebut sebagai walking pneumonia, karena gejala klinisnya tidak terlalu berat, namun gambaran rontgen menunjukkan peradangan paru yang parah. 

Pneumonia atipikal ini harus dibedakan dengan tuberkulosis (TBC), yang juga sering menunjukkan fenomena diskongruensi antara gambaran rontgen dan gejala klinis.

Back to top button