News

Sentil Jaksa, Sekretaris MA Sindir Gratifikasi Firli Bahuri dan Lilik Pintauli Tak Pernah Diusut KPK


Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan menyentil dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait tudingan dugaan penerimaan gratifikasi berupa fasilitas layanan wisata keliling helikopter di Bali sebesar Rp 7,5 juta.

Hasbi membandingkannya dengan Eks Ketua KPK Firli Bahuri yang diduga menerima gratifikasi berupa layanan helikopter ketika melakukan perjalan dari Palembang ke Batu Raja senilai Rp 140 juta. Kala itu, Dewas KPK memutuskan Firli melanggar etik dengan sanski ringan jenis hukuman teguran tertulis.

“Saya prihatin dengan standar ganda dalam dugaan penanganan gratifikasi oleh KPK, yang mana KPK tidak responsive melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan menerima diskon atas biaya sewa helikopter oleh mantan Ketua KPK Firli Bahuri, yang menurut ICW selisihnya melampaui Rp. 140 juta,” kata Hasbi dalam pleidoinya, di Ruang Sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus), Kamis (21/3/2024).

Kemudian, Sekretaris MA nonaktif ini mempertanyakan lembaga antirasuah yang tidak mau menindaklanjuti dugaan penerimaan gratifikasi eks Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar dari pihak PT Pertamina. Adapun jenis gratifikasi diduga diberikan kepada Lili yaitu Tiket Moto GP Mandalika dan akomodasi hotel mewah.

“KPK juga tak pernah usut dugaan gratifikasi, Lili Pintauli yang menerima gratifikasi tifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton Moto GP Mandalika dari PT. Pertamina (Persero),” ucapnya.

Hasbi pun mengklarifikasi, dugaan penerimaan gratifikasi penerimaan gratifikasi berupa fasilitas layanan wisata keliling helikopter di Bali sebesar Rp 7,5 juta. Hasbi mengatakan, awalnya, ia sudah akan  membayar paket perjalanan helikopter tersebut, namun tidak diterima oleh Pihak PT Urban Co. karena sudah diselesaikan oleh  Devi Herlina selaku Notaris rekanan dari CV Urban Beauty/MS Glow.

Selanjutnya, kata Hasbi, ia  menghubungi Devi Herlina dengan maksud mengganti biaya fasilitas perjalanan wisata yang sudah dikeluarkan. Namun Devi Herlina hanya menjawab, “nggak apa-apa pak Hasbi kebetulan saya Notaris Urban. Co dan itu juga free of charge kok,” kata Hasbi menirukan perkataan Devi kepada dirinya.

Hasbi menegaskan, tidak menghendaki free of charge (FOC) dan akan membayar sendiri biaya sewanya. Namun, kata Hasbi, ia kehilangan kontak komunikasi dengan pihak Urban Co maupun Devi Herlina.

“Tuduhan (KPK) terhadap saya tersebut tidak benar,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya,  Tim JPU KPK menuntut Sekretaris MA nonaktif Hasbi Hasan dihukum 13 tahun penjara 8 bulan. Sebab, Jaksa meyakini Hasbi menerima suap bersama mantan Komisaris Wika  Beton Dadan Tri Yudianto dan gratifikasi dalam pengkondisian perkara di MA.

“Menyatakan terdakwa Hasbi Hasan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar Jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Kamis (14/3/2024).

Kemudian, Jaksa menuntut Hasbi harus membayar denda sebesar Rp1 miliar. “Subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan,” ucap Jaksa.

Selain itu, Jaksa menuntut Hasbi agar membayar uang pidana pengganti sebesar Rp3,88 miliar. Pembayaran uang pengganti itu paling lambat satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap.

Apabila Hasbi tidak mampu membayar, diganti hukuman kurungan badan selama tiga tahun.  

Jaksa meyakini Hasbi melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf B dan/atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pada kasus ini, Hasbi Hasan didakwa jaksa menerima suap Rp 11,2 miliar dan gratifikasi senilai Rp 630 juta dalam kasus di MA. Selain itu eks Komisaris Wika Beton, Dadan Tri Yudianto pun juga didakwa terima suap Rp 11,2 miliar bersama Hasbi.

 

Back to top button