Market

Riset CREA dan CELIOS Tentang Hilirisasi Nikel Jokowi: Lebih Banyak Mudarat


Riset terhadap hilirisasi nikel di Indonesia, menghasilkan lompatan nilai ekspor hingga 7,5 kali lipat. Namun, kerusakan lingkungan dan anjloknya tingkat kesehatan dan hilangnya mata pencarian masyarakat, lebih besar loagi.

Dua lembaga riset yakni Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) dan Center of Economic and Law Studies (CELIOS), tertarik untuk mengamati hilirisasi nikel yang menjadi tema ‘menggigit’ di kampanye Pemilu 2024.

Hasil studi CREA dan CELIOS menghasilkan, hilirisasi nikel meningkatkan nilai ekspor nikel dari US$4 miliar (Rp62,8 triliun) pada 2017, menjadi US$34 miliar (Rp532 triliun) pada 2022. Terjadi kenaikan sebesar 750 persen.

Hanya saja, kata Bhima Yudhistira, keuntungan ekonomi dari melompatnya nilai ekspor nikel telah tergerus oleh dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat, mata pencaharian, dan ekologi.

“Dampaknya terhadap masyarakat sekitar, terutama kesehatan dan sumber mata pencaharian, menempatkan mereka pada risiko yang besar,” tutur Bhima saat Peluncuran Studi Refleksi Kebijakan Hilirisasi Nikel, di Jakarta, Selasa (20/2/2024).

Kajian ini, mendalami dampak dari industri nikel terhadap ekonomi, ekologi, dan kesehatan masyarakat yang berfokus di tiga provinsi utama operasi peleburan nikel. Yakni, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.

Diperkirakan, laju pertumbuhan industri nikel di wilayah-wilayah tersebut menyumbang US$4 miliar pada tahun kelima pembangunannya.

Namun dampak negatif terhadap lingkungan dan produktivitas pertanian serta perikanan akan mempengaruhi output perekonomian secara negatif setelah tahun kedelapan.

Studi tersebut menunjukkan bahwa degradasi lingkungan adalah dampak utama dari operasional pengolahan nikel, yang menyebabkan penurunan kualitas air, tanah, dan udara. Nelayan dan petani di sekitar kawasan industri diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp 3,64 triliun dalam 15 tahun ke depan.

“Itu menyebabkan efek deforestasi dan terganggunya kehidupan masyarakat lokal dan ternyata profit yang kemudian diperoleh dari industri nikel tidak semua kembali lagi ke ekonomi lokal,” ujar Bhima.

Ia juga menjelaskan menurunnya kualitas air, tanah dan udara, menyebabkan kemerosotan dalam jumlah nilai mata pencaharian pada nelayan dan petani di sekitar kawasan industri.

Selain itu, mitos tentang peningkatan kesejahteraan penduduk lokal melalui penyerapan tenaga kerja dan kenaikan upah juga terbantahkan dalam studi ini. Peningkatan penyerapan tenaga kerja hanya terjadi pada tahap konstruksi pabrik pada tahun ke-3, kemudian cenderung menurun hingga tahun ke-15.

Keadaan tersebut berkaitan dengan dampak negatif dari industri nikel yang berpengaruh ke serapan kerja sektor usaha lain, khususnya pertanian dan perikanan. 
 

Back to top button