Market

Ramalan Ngeri Faisal Basri: Prabowo Menang Pilpres 2024, Utang Numpuk Rp16 Ribu Triliun


Terkait siapakah presiden 2024-2029, ada ramalan yang cukup menyeramkan dari ekonom senior Faisal Basri. Kalau salah pilih pemimpin, Indonesia akan masuk jebakan utang yang menggunung.  

Faisal yang merupakan salah satu pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), meramalkan, utang Indonesia bisa menumpuk hingga Rp16.000 triliun (Rp16 kuadran triliun), jika Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming menang dalam Pilpres 2024.

“Kalau kebijakan Jokowi dilanjutkan Prabowo dan Gibran, bisa Rp16 kuadriliun (utang Indonesia), 5 tahun ini karena enggak kerja keras (tambah pendapatan),” ramal Faisal dalam Political Economic Outlook 2024 di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (13/1/2024).

Faisal mengatakan, utang Indonesia saat ini saja, menembus Rp8 ribuan triliun. Ini terjadi lantaran Presiden Jokowi gencar sekali membangun, tanpa memikirkan bagaimana menggenjot penerimaan negara.

Intinya, Faisal menyebut, ketergantungan rezim Jokowi terhadap utang, menjadi ugal-ugalan. Sepanjang 2024, dia memperkirakan, terjadi penambahan utang Indonesia sebesar Rp700 trilin. 

“Ini berbahaya bagi anak-cucu kita, terutama generasi Z. Mereka menjadi pihak yang paling menderita,” kata Faisal.

Selama 2 periode, kata Faisal, pemerintahan Jokowi terkesan kuat ‘meremehkan’ masalah utang. Seolah para pemimpin negara tidak berpikir karena yang membayar utang adalah penerusnya.

Namun, generasi muda yang harus menanggung kerusakan di Indonesia. “Karena yang bayar (utang) bukan mereka, utangnya 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun, yang bayar adik-adik kita. Jadi, nyata-nyata yang dilupakan itu, rezim Jokowi mewariskan beban amat berat buat generasi muda,” tuturnya.

Asal tahu saja, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah sebesar Rp8.041,01 triliun per akhir November 2023, di mana menjadi rekor tertinggi hingga kini.

Berdasarkan buku APBN KiTa edisi Desember 2023, rasio utang tercatat 38,11 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Rasio itu masih di bawah batas maksimal yang diatur UU Keuangan Negara yaitu 60 persen terhadap PDB.

 

Back to top button