Kanal

Pinjol-Judiol, Dua Bersaudara Pembawa Petaka dan Duka

“Duo bersaudara dunia maya, Pinjol dan judiol, telah banyak memakan korban di antara warga menengah ke bawah, juga generasi muda sok gaya yang “besar pasak dibanding tiangnya”. Sementara itu, ada burung nasar yang cuma cari untung sendiri, yakni para influencer yang seperti tak punya hati”

Boleh jadi tahun lalu, Sumi—sebut saja demikian—kerasukan arwah Narcissus, sang pesolek dalam mitologi Yunani. Jika bukan, apalagi yang bisa membuatnya gelap mata seolah tak punya kepala, berani berhutang dengan bunga mencekik tak kira-kira; lima persen sehari alias 150 persen sebulan!

Itu dilakukan karyawan rendahan berupah cuma seuprit di atas Upah Minimum Regional atawa UMR itu, hanya agar bisa bersolek dalam balutan busana mahal. Alhasil, ini bukan cerita misteri atau roman detektif yang endingnya sukar diduga. Sekilas pun orang dengan cepat menebak, nasib Sumi selanjutnya pastilah nelangsa. Tiba-tiba ia harus membayar sebulan Rp 4 juta, dengan keharusan pembayaran setahun ke muka. Padahal, utangnya hanya Rp 20 juta, itu pun yang diterimanya hanya Rp 18,5 juta. “Yang Rp 1,5 juta disebutkan biaya administrasi,”kata Sumi, yang kini seringkali bengong dengan muka pasi. 

Begitu pula WS—tanpa “Rendra” yang memang sudah tiada—, nama inisial yang diberikan polisi kepada wartawan. Ibu rumah tangga 40-an tahun itu tercekik jerat Pinjaman Online—Pinjol—ilegal.  Menunggak arisan bulanan khas ibu-ibu selama tiga bulan, WS nekat meminjam ke Pinjol ilegal. Tak banyak, hanya Rp 1,5 juta untuk dibayar sebulan ke muka. Yang tak wajar adalah bunganya, empat persen per hari atau 120 persen sebulan! Artinya, WS harus membayar dua kali lipat lebih dari pokok pinjaman. Manakala ia terlambat membayar, tiba-tiba rekan-rekan dan para handai taulan jauhnya pun mengirim pesan WA yang disampaikan kaki tangan Pinjol kepada mereka. Isinya tak hanya caci maki, juga informasi bahwa dirinya seorang pengutang buruk yang tak mau membayar pinjaman. 

Yang lebih gila adalah tragedi yang dialami AA—tentu tanpa lanjutan “Boxer”, “Gym” atau lainnya. Pekerja pembuatan bendungan di bakal Ibu Kota Negara (IKN), Kaltim, itu nekat mengakhiri hidup dengan lilitan tali di leher, setelah sebelumnya terlilit utang pinjaman online yang memang mudah sekali cair. Kesalahannya yang sangat fatal, ia terlalu mudah berutang Pinjol hanya untuk bermain slot alias judi online yang tak pernah membuatnya sempat berkelebihan uang itu. Upahnya bekerja sih jangan ditanya, sudah hilang diijonkan pinjaman kepada teman-teman dan siapa pun yang dikenalnya. 

Itu hanya tiga dari setidaknya 7.000 cerita para peminjam Pinjol illegal yang pasti memiliki kekhasan persoalan mereka sendiri. Itu angka minimal, mengingat dari 2018 hingga Agustus 2023 setidaknya ada 7.000 pinjaman online illegal yang ditindak dengan cara dihentikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Hampir 7.000 pinjol ilegal dan investasi ilegal sejak 2018 hingga pertengahan tahun ini ditindak dengan menghentikannya,”kata Peneliti Center of Digital Economy and SMEs Indef, Izzudin Al Faras, dalam diskusi publik “Bahaya Pinjaman Online Bagi Penduduk Usia Muda“, yang digelar virtual, pekan lalu. 

Kalau Anda menganggap korbannya hanya pegawai rendahan dan ibu-ibu, Anda merendahkan kelicikan para kaki tangan pinjol (illegal). November tahun lalu, terbongkar fakta bahwa ada ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) University—abaikan soal semrawutnya istilah di sini–dilaporkan terjerat pinjaman online. Yang bikin kelenger, banyak di antara mereka ditagih para debt collector—yang berperilaku laiknya burung nasar pemakan bangkai–dengan besaran tagihan dari Rp 3 juta hingga Rp 13 juta per orang. Modusnya diawali penjualan online, sekadar membuat para korban terjebak. Saat itu IPB University sampai membuka posko pengaduan untuk kasus yang kemudian ditangani Polisi itu. 

Curangnya muslihat para kaki tangan Pinjol (ilegal) bisa tergambar dari keterangan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi atau Mbak Kiki. Ia menjelaskan, dengan skema penipuan yang banyak sekali macamnya, OJK bersama kementerian lain sudah menutup lebih dari 5.800 pinjol illegal, dengan nilai kerugian lebih dari Rp 100 triliun. Modus baru, menurut Kiki, terus bermunculan dengan ‘kreatif’. 

“Banyak korban yang tidak mengajukan (pinjaman apa pun), tapi tiba-tiba ada uang masuk (rekening). Tak lama kemudian masuk tagihan dengan bunga tinggi,”kata Kiki. 

Namun tentu saja tak semua kena modus tersebut. Persoalannya, mengapa warga Indonesia, terutama kaum mudanya, gampang sekali terjerat Pinjol? Ini tentu di luar betapa mudahnya pengajuan administrasi Pinjol yang rata-rata hanya perlu mengirimkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan foto diri. Jauh lebih gampang dibanding administrasi perbankan yang mensyaratkan adanya KTP, slip gaji, NPWP, rekening koran, buku tabungan, surat keterangan bekerja, serta sertifikat kepemilikan aset sebagai barang jaminan, yang dianggap ribet oleh nasabah. 

post-cover
Ilustrasi pinjaman online. (Foto:Istimewa)

Menurut peneliti Center of Digital Economy and SME-Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, tumbuh pesatnya Pinjol juga disebabkan kuatnya komsumerisme di kalangan generasi muda Indonesia. Nailul mengatakan, petumbuhan Pinjol Indonesia meningkat 17 persen per Desember 2022. “Itu akibat dari lonjakan belanja online pascapandemi, terutama di kalangan pemuda yang cenderung konsumtif,”kata Nailul di sebuah webinar yang digelar pekan lalu. Ia mengurai data, pada Juni 2023, pinjaman rata-rata para generasi muda usia di bawah 19 tahun adalah Rp 2,3 juta. Sementara untuk usia 20-34 tahun tercatat Rp 2,5 juta.

“Padahal, pendapatan rata-rata mereka hanya Rp 2 juta per bulan,”kata Nailul. Jelas, rata-rata generasi muda Indonesia bergaya hidup “besar pasak daripada tiang”. Itu yang menurut Nailul membuat mereka terjebak kecenderungan impulsif dan keinginan instan yang mendorong mereka mengejar pinjaman yang cepat dan mudah, tanpa mempertimbangkan risiko. 

Misalnya ia mencontohkan, banyak di antara mereka yang nekat-nekatnya berutang lewat Pinjol hanya untuk membeli photocard idol K-Pop! Lainnya seperti kisah Sumi di atas, agar bisa macak dengan pakaian-pakaian bagus dan–tentu saja, mahal. 

“Ada kisah yang bikin saya miris. Ada yang meminjam Pinjol Rp 8 juta cuma buat beli foto-foto Blackpink,”kata  Nailul. 

Dari Pinjol ke Judiol

Namun bukan hanya itu yang membuat Nailul merasa miris. Riset Center of Digital Economy and SME-Indef juga menemukan kaitan erat antara penggunaan Pinjol dengan judi online.  Hal itu terlihat dari peningkatan pencarian dengan keyword “pinjaman online” dan “judi online”. “Ada dugaan, kenaikan pencarian pinjaman online terjadi karena kalah judi online. Uang Pinjol digunakan untuk judi online,” ujar Nailul.

Diperkuat data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sinyalemen Indef itu sangatlah menguatirkan. Menurut PPATK, transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan perjudian tercatat sekitar 11,84 persen dari total 94.000 laporan yang PPATK terima tahun lalu. Yang bikin cemas, angka tersebut meningkat dari tahun 2020 yang hanya sekitar 1,6 persen dari sekitar 68.000 laporan. Artinya dari tahun 2020 ke 2022, terjadi peningkatan pelaporan soal judi hingga 10 kali lipat.

“Kalau kita lihat nominalnya sangat fantastis,”kata Nailul. “PPATK mencatata ada 69,9 juta transaksi yang dianalisis, dengan nilai nominal mencapai Rp69,6 triliun selama 2022.“ Namun Nailul menyatakan sangat menentang ide Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, yang menurutnya aneh bin ganjil. Budi memang mengusulkan agar judi online dipajaki. 

Bagi Nailul, cara itu sama saja dengan melegalkan judi online. “Kita harus tegas dalam menegakkan undang-undang yang menegaskan bahwa perjudian itu adalah ilegal secara hukum. Saya bisa bilang bahwa perkataan Pak Menteri (Budi) itu menyesatkan dan berpotensi merugikan masyarakat,”kata Nailul. 

Bila angka-angka itu dianggap abstrak, selain tragedi bunuh diri AA yang disebutkan di awal tulisan, kasus yang terjadi di Parigi, Pangandaran, Jawa Barat, juga bisa menjadi pengukur dampak buruk judi online di masyarakat. AR, guru SMPN 2 Parigi, nekat mencuri 26 komputer, dua unit in-fokus dan dua unit laptop milik sekolah untuk memuaskan hobi main judi slot. Puluhan barang elektronika itu dijual AR hanya senilai Rp 237 juta.

Dengan eratnya hubungan Pinjol-Judiol itu membuat Nailul merasa perlu memberi sejumlah rekomendasi kepada pemerintah, misalnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia mengatakan, pihaknya mengusulkan perlunya pengetatan administrasi Pinjol, baik dari dari segi umur maupun penggunaan data penunjang perbankan. Kedua, melalukan pemberantasan judi online dan Pinjol illegal, dengan membatasi informasi yang masuk ke masyarakat melalui layanan media sosial.

Upaya Mengganyang Judi Online

Perjudian tentu saja merupakan perilaku yang telah ada sejak era purba. Seiring waktu ia berkembang dalam modus maupun perangkatnya. Judi online sendiri pertama kali berkembang sejak 1994. Saat itu Antigua dan Barbuda, negara kecil di Kepulauan Karibia, mengeluarkan Undang-Undang Perdagangan dan Pemrosesan Bebas yang berdampak pada banyaknya pihak yang mengajukan lisensi atau perizinan pembukaan judi online dengan didasarkan pada Microgaming. Nama yang disebut terakhir itu adalah perangkat lunak yang dikembangkan oleh perusahaan keamanan online, CryptoLogic, di Pulau Man. Dengan Microgaming itu lahirlah ‘kasino’ online pertama pada 1994. 

post-cover

Setahun setelahnya, 1995, CryptoLogic mengeluarkan InterCasino, situs yang menjadi wadah pertama perjudian online dengan menggunakan uang sungguhan. Ini yang menjadi daya tarik pertama bagi para penjudi untuk bermain di ruang maya. Situs dan program Microgaming sendiri sampai saat ini masih eksis. 

Mau tahu perputaran uang di judi online? Pendapatan dari hasil judi online tahun ini bisa mencapai 95,05 miliar dolar AS, atau setara dengan Rp1.457 triliun. Temuan ini menegaskan, judi online mengalami proyeksi pertumbuhan hingga 8,54 persen dari tahun 2023 hingga 2027. Artinya, pendapatan yang akan diperoleh di 2027 nanti bisa mencapai 131,9 miliar dolar AS atau setara dengan Rp2.022 triliun. 

Sementara Kepala Biro Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Natsir Kongah, menegaskan bahwa transaksi judi online di Indonesia pada 2022 lalu sekitar Rp81 triliun. Jumlah itu meningkat signifikan dari setahun sebelumnya yang mencatatkan perputaran uang sekitar Rp57 triliun.

“Ini sesuatu yang menggelisahkan kita semua, karena orang-orang yang terlibat judi online itu banyak ibu rumah tangga. Bahkan anak SD pun ikut terlibat,”kata Natsir dalam acara diskusi Polemik Trijaya bertajuk “Darurat Judi Online”, akhir Agustus lalu. 

“Kita (sudah dalam kondisi) darurat judi online,”kata Menkominfo Budi Arie Setiadi. Yang lebih menyedihkan lagi, kata Budi, yang menjadi korban adalah masyarakat kecil. “Bayangkan, sehari 30 ribu judi slot. Sebulan 900 ribu dan korbannya juga sampai ke anak-anak kecil.” Untuk itu ia mengajak semua elemen masyarakat bahu membahu memberantas judi online ini. Sementara pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, di akun X-nya juga menyatakan hal yang sama. Salah satu buktinya, kata Ismail, adalah dengan hadirnya hampir empat juta halaman judi di situs-situs pemerintahan saat ini. 

Sebagai salah satu aksi nyata pemberahtasan judi online, Kementerian Kominfo telah mengeluarkan instruksi menteri mengenai sapu judi online (Sapu Judol) yang ditujukan untuk memberantas judi dari ruang digital Indonesia. Instruksi menteri tersebut merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mengatur ketentuan mengenai pencegahan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. 

Selama periode 19 Juli 2023 hingga 14 September 2023, Kemenkominfo mengklaim telah menindak 101.954 konten judi online, di mana 98.790 berada di website dan 3.164 lainnya ada di media sosial. Budi Arie juga menyebut bahwa instruksi menteri itu memberikan batasan selama tujuh hari untuk menekan laju pertumbuhan judi online. 

Dengon kondisi bagai jamur di musim hujan itu, Polri mudah saja menangkap ratusan tersangka selama sembilan bulan terakhir. Polri melaporkan, setidaknya sudah ada 176 rekening dan 938.106 konten yang telah dibekukan karena aktivitas yang berhubungan dengan judi online. Wakil Direktur Tindak Pidana Siber (Wadir Tipidsiber) Mabes Polri sendiri mengaku sudah menangani 77 kasus judi online. Dari kasus itu sudah 130 orang ditetapkan sebagai tersangka. 

Artis Influencer dan Burung Nasar

Sayangnya, upaya pemerintah memberantas judi online itu seolah ‘dicemooh’ sebagian kalangan artis, terutama yang dikenal publik sebagai influencer. Setidaknya, menurut  Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia (ALMI), ada 26 nama publik figur yang diduga telah mempromosikan game judi online. Dari puluhan nama tersebut, didapati nama aktris senior, Wulan Guritno. Lainnya merupakan penyanyi dangdut, komedian hingga pemain film. Ibarat burung nasar yang tak peduli nasib pihak lain, mereka melakukan promosi menggunakan unggahan video di media sosial. Diduga para influencer itu mendapat imbalan jasa antara Rp10 juta hingga Rp100 juta.

Wulan sendiri telah diperiksa Bareskrim Polri, kamis (14/9/2023) setelah sepekan sebelumnya sempat mangkir karena sakit. Polisi mengatakan telah menelusuri video yang diduga promosi judi online yang dilakukan Wulan.  “Setelah ditelusuri itu dibuat tahun 2020. Untuk websitenya sampai saat ini masih ada,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar. 

Adi Vivid menegaskan, influencer yang turut mempromosikan judi online bisa dikenakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Pasal 45 Ayat 2 Juncto Pasal 27 Ayat 2 dengan ancaman enam tahun penjara dan denda sekitar Rp 1 miliar. “Saya sudah tegas mengatakan ke teman-teman influencer, artis-artis selebgram untuk setop saat ini juga mempromosikan judi. Ingat, korbannya banyak, banyak orang yang jatuh miskin, banyak yang–mohon maaf– menjual diri supaya bisa cari uang untuk judi online,”kata Adi Vivid. 

Pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, meyakini kuatnya peran para influencer tersebut. Untuk itu, alih-alih menggunakan pengaruh mereka membawa publik kepada hal-hal buruk, ia mengatakan perlunya merekrut para pemengaruh itu dalam edukasi publik soal judi online. 

“Penelitian Celios menunjukkan bahwa tujuh dari 10 masyarakat Indonesia lebih memilih untuk mendengarkan influencer dalam memutuskan masalah keuangan,”kata Bhima. Karena itulah ia memandang perlu agar pemerintah merangkul mereka untuk memberikan peringatan bahaya, dan ciri-ciri Pinjol ilegal.

Ide yang menarik. Tetapi tentu saja harusnya bukan untuk influencer yang telah kadung membawa ‘kerusakan’. Itu yang tampaknya ditentang sebagian public saat Menkominfo melontarkan usul agar Wulan didaulat jadi duta anti-judi.  [dsy/vonita/diana/wahid/harris muda/clara ana/reyhanah] 

Back to top button