News

Perludem Ingatkan Jokowi Ada Sanksi Pidana jika Kampanye Tanpa Cuti


Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyatakan bahwa terdapat beberapa pasal yang mengikat seorang presiden, ketika akan berkampanye di Pemilu. Bila melanggar, ada hukuman pidana menanti.

“Ada Pasal 547 (dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu yang menyatakan bahwa) setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan, dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye di pidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta,” jelas Titi secara virtual dalam diskusi bertajuk ‘Presiden Berkampanye’, Senin (29/1/2024).

Hal ini, lanjut dia, berlaku ketika Presiden Jokowi tidak mengambil cuti untuk berkampanye yang berkenaan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017, khususnya pada Pasal 282, yakni melakukan tindakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu peserta pemilu.

Terkait posisi presiden yang berkampanye dalam pemilu, Titi pun menjelaskan bahwa kampanye tentunya dilaksanakan oleh pelaksana kampanye, yakni pengurus parpol atau gabungan parpol pengusung, orang yang ditunjuk oleh paslon.

“Tidak boleh tiba masa tiba akal gitu ya, misalnya pengen kampanye ujug-ujug langsung jadi jurkam, tidak boleh,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, parpol juga bisa membentuk tim kampanye pasangan capres cawapres, tetapi tidak serta-merta orang per orang bisa ikut kampanye, karena ada regulasi teknisnya.

“Berdasarkan regulasi teknis yang ada, karena tidak didaftarkan sebagai pelaksana kampanye sampai dengan h-1 28 November 2023, maka presiden Jokowi tidak bisa menjadi pelaksana kampanye,” tegasnya.

“Untuk berkampanye bagi parpol atau paslon manapun untuk pemilu 2024 itu dari segi administrasi,” sambungnya.

Kemudian kedua, presiden dapat ikut menjadi peserta kampanye, karena peserta kampanye adalah anggota masyarakat, tapi hanya sebagai peserta bukan sebagai jurkam atau pelaksana kampanye.

“Namun harus mengajukan cuti dan tidak menggunakan fasilitas (negara), kecuali pengamanan sebagaimana ketentuan Pasal 281 ayat 1,” pungkas Titi.

Back to top button