News

Penyiar Fox News yang Dipecat, Tucker Carlson, Akan Pindahkan Acara Lama ke Twitter

Mantan pembawa acara jaringan Fox News yang fenomenal, Tucker Carlson, menyatakan akan segera menggelar acara yang telah melambungkan namanya, kini di Twitter.  Carlson tergolong fenomenal. Tidak saja nama itu telah lama menjadi pembawa acara paling populer di Fox News, dengan program bincang-bincang di prime time yang paling banyak ditonton di tv kabel. Pada saat ia dipecat, Senin (24/4/2023), pemilik Fox, Rupert Murdoch, hari itu langsung kehilangan 180 juta dolar AS (sekitar Rp2,7 triliun) akibat jatuhnya harga saham Fox News. Sehari kemudian, Business insider menulis bahwa Fox Corporation kehilangan nilai pasar sebesar 962 juta dollar AS, setelah pengumuman pemecatan itu.

We’re back,”tulis Carlson di Twitter, Selasa 9 Mei waktu setempat, atau Rabu pagi ini WIB.  Via video, di Twitter Carlson mengatakan, “Segera, kami akan membawa versi baru dari acara yang telah kami lakukan selama enam setengah tahun terakhir ke Twitter,” kata Carlson. “Kami juga membawa beberapa hal lain, yang akan kami beritahu kepada Anda. Tapi untuk saat ini, kami hanya bersyukur bisa berada di sini.”

Hingga pukul 22.25 WIB pesan itu telah dibaca lebih dari 100 juta orang. Selain itu, pesan tersebut di-retweet 170 ribu orang, dan mendapatkan “like” 749,6 ribu orang di dunia Twitter.

Pemilik Twitter, Elon Musk, tidak hanya menyukai cuitan Carlson. Ia juga turut berkomentar. “Di platform ini, tidak seperti siaran satu arah, orang dapat berinteraksi, mengkritik, dan menyangkal apa pun yang dikatakan,”cuit Musk.

Bagi publik  yang khawatir Carlson akan menggunakan acaranya untuk menyebarkan kebohongan dan teori konspirasi tak jelas, Musk mengatakan bahwa “Catatan Komunitas” akan membuatnya tetap jujur dan menghindari “sesuatu yang menyesatkan”.  “Saya juga ingin memperjelas bahwa kami belum menandatangani kesepakatan apa pun. Tucker tunduk pada aturan dan penghargaan yang sama dari semua pembuat konten,” kata Musk.

Musk, yang menyebut dirinya sebagai “absolutis kebebasan berbicara,” mengatakan tujuannya untuk membuat Twitter menjadi sebuah “digital town hall” di mana pengguna dapat berbagi sudut pandang yang beragam. Di akhir cuitan, Musk mengatakan, dirinya berharap,”Banyak orang lain, terutama dari kiri, juga memilih menjadi pembuat konten di platform ini,”kata dia.

Banyak spekulasi beredar seputar pemecatan Carlson. Tidak hanya seputar urusan gugatan pencemaran nama baik sebesar 787,5 juta dolar AS (Rp11,6 triliun), di mana Carlson memainkan peran penting, yang telah diselesaikan. Carlson juga disebut-sebut dipecat karena topik liputan yang kontroversial, mulai dari kerusuhan 6 Januari hingga dukungan AS terhadap konflik Ukraina.

Pihak lain mengatakan dia dipecat karena kritik tajam terhadap manajemen senior. “Orang-orang yang bertanggung jawab… histeris dan agresif. Mereka takut. Mereka menyerah pada persuasi, mereka menggunakan kekerasan,” ujar Carlson dalam klip video berdurasi dua menit yang diposting di akun Twitter-nya, dua hari setelah dipecat.

Namun spekulasi lain juga mengaitkan pemecatan itu dengan laporan The New York Times, seputar komentar Carlson yang seksis dan misogini. Pembawa acara itu memang tertangkap dalam video, berkomentar yang tidak pantas tentang Wanita yang “enak” dan “penggemar pascamenopause”. Sementara, pembawa acara TV Rusia, Evgeny Popov, mengklaim pemecatan Tucker Carlson itu berkaitan dengan pernyataannya bahwa AS mungkin terlibat dalam ledakan yang merusak pipa gas Nord Stream, September 2022.

Lepas dari sikapnya yang kontroversial, Carlson adalah pengkritik sengit pemerintahan Presiden AS, Joe Biden, yang membuat wacana demokrasi di AS begitu hidup. Carlson terkenal karena sering mempertanyakan ortodoksi kemapanan yang berlaku di kubu kiri dan kanan, serta Partai Republik juga Demokrat. Ia pernah berkata bahwa “topik besar” seperti perang, kekuatan perusahaan, dan kebebasan sipil, hampir tidak mendapat perhatian di media AS.

“Debat seperti itu tidak diizinkan di media Amerika,” ujar Carlson. “Baik partai politik dan donor mereka, telah mencapai konsensus tentang apa yang menguntungkan mereka. Dan mereka secara aktif berkolusi untuk menutup pembicaraan tentang hal itu. Tiba-tiba Amerika Serikat terlihat seperti negara satu partai,”kata dia, beberapa waktu lalu. [Axios/BBC/CNN]

Back to top button