News

Penuh Makna! 3 Puisi Bung Karno Ini Mengantarkan Pesan yang Dalam

Setiap tahun bangsa Indonesia memperingati hari lahir Sukarno pada tanggal 6 Juni. Tapi tahukah Anda, Juni dinamakan sebagai Bulan Bung Karno?

Alasan Juni diperingati sebagai Bulan Bung Karno karena memuat tanggal penting bagi Sukarno, mulai dari tanggal kelahiran, wafat, hingga lahirnya Pancasila yang diprakarsai Sukarno.

Berikut daftar tanggal penting Sukarno di bulan Juni dan sejarahnya seperti dikutip dari laman Kemendikbud RI.

1 Juni, Hari Lahir Pancasila

Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahir Pancasila. Lahirnya Pancasila berhubungan dengan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk 29 April 1945. BPUPKI mengadakan sidang pertamanya 29 Mei-1 Juni 1945.

Sejumlah tokoh menyampaikan pidaton terkait perumusan asas dasar negara, di antaranya Mohammad Yamin, Soepomo, dan Sukarno. Pada 1 Juni, Sukarno memperkenalkan 5 sila yang terdiri dari Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kemudian, 5 sila itu dikenal dengan nama Pancasila. Hingga kini, Pancasila menjadi pedoman sekaligus dasar negara Indonesia.

6 Juni, Hari Lahir Sukarno

Sukarno lahir dari pasangan Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Soekarno lahir pada 6 Juni 1901. Ada versi yang mengatakan Sukarno lahir di Blitar, Jawa Timur. Namun, ada pula yang menyebut jika Sukarno lahir di Surabaya, Jawa Timur. Sukarno mendapat julukan “Putra Sang Fajar” karena lahir saat matahari terbit.

Ketika dilahirkan, Sukarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orang tuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.

Di kemudian hari ketika menjadi Presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama Soekarno tersebut menggunakan ejaan penjajah.

21 Juni, Sukarno Wafat

Sukarno berperan penting dalam Kemerdekaan Indonesia. Bersama Muhammad Hatta, Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Ia juga yang mencetuskan Pancasila sebagai Dasar Negara.

Sukarno meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto pada tanggal 21 Juni 1970. Ia dimakamkan di Blitar, Jawa Timur.

Deretan Puisi Bung Karno

puisi bung karno
Foto: BBC World

Sukarno dikenal sebagai orator ulung bahkan dijuluki singa podium karena gaya pidatonya yang berapi-api dan mampu memukau serta menyihir setiap orang yang mendengarnya.

Ternyata Sukarno tidak hanya jago di atas panggung tetapi juga piawai menulis naskah seperti puisi dan sajak.

Berikut puisi Bung Karno yang sangat terkenal:

Aku Melihat Indonesia

Jikalau aku berdiri di pantai Ngliyep
Aku mendengar Lautan Hindia bergelora
membanting di pantai Ngliyep itu
Aku mendengar lagu, sajak Indonesia

Jikalau aku melihat
sawah-sawah yang menguning-menghijau
Aku tidak melihat lagi batang-batang padi yang menguning menghijau
Aku melihat Indonesia

Jikalau aku melihat gunung-gunung
Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Merbabu
Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kelebet
dan gunung-gunung yang lain
Aku melihat Indonesia

Jikalau aku mendengarkan
Lagu-lagu yang merdu dari Batak
bukan lagi lagu Batak yang kudengarkan
Aku mendengarkan Indonesia

Jikalau aku mendengarkan Pangkur Palaran
bukan lagi Pangkur Palaran yang kudengarkan
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan lagu Olesio dari Maluku
bukan lagi aku mendengarkan lagu Olesio
Aku mendengar Indonesia

Jikalau aku mendengarkan burung Perkutut
menyanyi di pohon ditiup angin yang sepoi-sepoi
bukan lagi aku mendengarkan burung Perkutut
Aku mendengarkan Indonesia

Jikalau aku menghirup udara ini
Aku tidak lagi menghirup udara
Aku menghirup Indonesia

Jikalau aku melihat wajah anak-anak
di desa-desa dengan mata yang bersinar-sinar
“Pak Merdeka; Pak Merdeka; Pak Merdeka!”
Aku bukan lagi melihat mata manusia
Aku melihat Indonesia
(dari buku “Bung Karno dan Pemuda”, hlm. 68-107)

Janganlah Menjadi Politikus Salon

Janganlah menjadi politikus salon!
Lebih dari separo
politisi kita adalah politisi salon
Yang mengenal Marhaen
hanya dari sebutan saja.

Apakah orang mengira
dapat menyelesaikan revolusi sekarang ini
Meski tingkatannya tingkatan nasional sekalipun
Tidak dengan rakyat murba

Politikus yang demikian itu
Sama dengan seorang jenderal
yang tak bertentara
Kalau ia memberi komando
dia seperti orang berteriak di padang pasir

Tetapi betapakah orang dapat menarik rakyat jelata
Jika tidak terjun di kalangan mereka
Mendengarkan kehendak-kehendak mereka
Menyadarkan mereka akan diri sendiri
Membuat revolusi ini revolusi mereka?
(dari buku “Sarinah”, 1947 hal. 229-230)

Sudah Ber-Ibu Kembali

Sudah lama bunga Indonesia
tiada mengeluarkan harumnya
Semenjak sekar yang terkemudian
sudah menjadi layu

Tetapi sekarang bunga Indonesia
sudah kembang kembali
Kembang ditimpa cahaya bulan persatuan Indonesia

Dalam bulan yang terang-benderang ini
berbaurlah segandi segala bunga-bungaan yang harum
dan menarik hati yang tahu akan harganya bunga
Sebagai hiasan alam yang diturunkan Tuhan Illahi

Kembangnya bunga ini
ialah bangunnya bangsa Indonesia
Menurut langkah yang terkemudian sekali
didahului oleh bangunnya laki-laki Indonesia
beserta pemudanya

Langkah yang terkemudian
tetapi jejak yang pertama sekali
Dalam sejarah Indonesia
dan permulaan zaman baru

Sudah lama Indonesia kehilangan ibu
Sudah lama Indonesia kehilangan puterinya
Tetapi berkat disinari cahaya persatuan Indonesia
bertemulah anak piatu dengan ibu
yang disangka sudah hilang
berjabat tanganlah dengan puteri
yang dikatakan sudah berpulang

Pertemuan anak piatu dengan ibu kandung
ialah saat yang semulia-mulianya
dalam sejarah anak piatu
yang ber-ibu kembali

Saat ini tiada dapat dilupakan
sedih dan suka
pedih dan pilu bercampur-baur
karena kenang-kenangan yang sudah berlalu

Dan oleh karena nasib baru yang akan dimulai
Baru sekarang Persatuan Indonesia ada romantiknya

Apa gunanya gamelan dalam pendopo kalau tidak dibunyikan
terletak saja jadi pemandangan
kaum keluarga turun-temurun

Gamelan Indonesia berbunyi kembali
berbunyi dalam pendopo Indonesia
dan melagukan persatuan Indonesia
pada waktu bulan purnama raya
penuh dengan bau bunga
dan kembang yang harum
Indonesia piatu sudah ber-ibu kembali
(dari buku “Di Bawah Bendera Revolusi I”, hlm. 107). (hs).

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

Back to top button