Market

Pengusaha Sawit Ramai-ramai Kemplang Pajak, Luhut: Hanya 7,3 Juta Ha yang Bayar

Mungkin tak banyak yang tahu, pemilik 9 juta hektare (ha) kebun sawit, kemplang pajak. Nilainya pastilah puluhan triliun. Kalau dibandingkan utang minyak goreng Kemendag sebesar Rp344 miliar, tak ada apa-apanya.

Tak sedang bercanda, Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Panjaitan menyebut adanya pemilik 9 juta ha kebun sawit di Indonesia, belum bayar pajak. Data ini sudah disampaikannya kepada Presiden Jokowi.

Mungkin anda suka

Data ini, kata Menko Luhut, berdasarkan hasil auidt BPKP tentang tata kelola industri dan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Langkah ini terkait keputusan Presiden Jokowi menunjuk Menko Luhut sebagai Ketua Pengarah Satgas Tata Kelola Industri Sawit.

Setelah penunjukan tugas itu, ia memerintahkan BPKP untuk melakukan audit tata kelola industri sawit di RI. Dan hasilnya ya itu tadi, terdapat 14,6 juta ha lahan sawit di Indonesia.
“Kelapa sawit itu kan laporannya 14,6 juta hektare. Setelah kami audit, saya minta BPKP audit, karena kita mesti audit dulu supaya kita tahu dari mana mulai kerja. Baru saya tahu hanya 7,3 juta hektare yang bayar pajak,” papar Menko Luhut di Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Terkait hasil audit ini, Menko Luhut mengaku belum puas. Dia akan memerintahkan kembali BPKP untuk melakukan audit secara menyeluruh terhadap tata kelola industri sawit. “Belum selesai audit itu, saya suruh audit seluruh izin kelapa sawit. Ternyata izin kelapa sawit ada 20,4 juta hektare, yang tertanam 16,8 juta hektare yang belum bayar pajak itu 9 juta hektare,” tegas Menko Luhut.

Selain menyerahkan laporan ini ke Presiden Jokowi, Menko Luhut mengaku telah menyampaikannya kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. “Jadi saya bilang sama Menteri Keuangan (Sri Mulyani), ‘Eh itu yang lain ke mana?’ Akhirnya Dirjen Pajak sekarang lari suruh nyari,” imbuh Luhut.

Namun, Menko Luhut berharap, Presiden Jokowi tidak mengambil langkah hukum terhadap perusahaan sawit yang mengemplang pajak. Sebaiknya menerapkan penalti kepada pemilik lahan sawit yang belum bayar pajak tersebut. Sesuai ketetapan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemberian penalti itu memang dimungkinkan.

“Sekarang semua didigitalisasi. Saya bilang Pak Presiden, tidak usah dibawa legal, ‘Jadi gimana?’, pokoknya penalti saja. Berapa yang ditentukan KLHK, dia bayar. Kalau tidak bayar diambil pemerintah. Kalau dibawa ke pengadilan, seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), 2023 gak selesai-selesai. Kungfu pengadilan itu macam-macam. Jadi bikin sederhana saja,” tandasnya.

Pajak Sawit Dikemplang

Kalau ingin tahu angka pastinya, ya harus dihitung dengan cermat. Namun, pada 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil riset koordinasi dan supervisi (korsup) yang mengungkap luas tutupan sawit seluruh Indonesia mencapai 16,4 juta hektare (ha). Itu berbasiskan analisis pencitraan beresolusi tinggi dari satelit SPOT milik Airbus. Jumlahnya lebih besar ketimbang angka resmi pemerintah, yakni 14 juta ha.

Berdasarkan luas tutupan tersebut, lembaga penjagal koruptor itu, mengitung potensi penerimaan pajak. Hasilnya fantastis, mencapai Rp40 triliun per tahun. Celakanya, pemerintah hanya mampu memungut sekitar Rp21,87 triliun pada 2015. Sisanya yang Rp18,13 triliun, masih gelap.

Sepanjang 2011-2018, rata-rata penerimaan pajak hanya sekitar Rp17 triliun. Angka paling tinggi dicapai pada 2015. Capaian ini kontras dengan jumlah produksi sawit yang terus meningkat dan perkebunan sawit yang semakin luas setiap tahunnya di Indonesia.

Melihat anomali ini, kolaborasi riset dan media (Tempo, Mongabay Indonesia, Betahita, Auriga Nusantara, dan peneliti independen) mendapatkan luasan tutupan lahan sawit di Indonesia mencapai 16,6 juta ha, tersebar di 26 provinsi.

Angka ini merupakan hasil dari overlay tutupan sawit David Gaveau dan tutupan sawit swadaya milik Auriga, menggunakan data kompilasi izin HGU, SK pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit, dan izin lokasi yang koleksi datanya tersedia di Auriga.

Dari luasan tersebut, hanya 7,65 juta ha kebun sawit yang berizin dan 2,04 juta ha merupakan sawit swadaya rakyat. Sementara itu, 6,95 juta ha merupakan kebun sawit non-swadaya dan tidak teridentifikasi izinnya. Sementara itu, ada 3,3 juta hektare tutupan sawit dalam kawasan hutan, mulai dari hutan produksi terbatas (HPT) hingga hutan lindung (HL).

Dari total luas 16,6 juta ha itu, tim menghitung potensi penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) dari kebun sawit, mencapai Rp3,98 triliun hingga Rp4,78 triliun. Atau 3 kali lipat dari realisasi rata-rata penerimaan PBB yang hanya Rp 1,15 triliun. Bahkan, penerimaan tertinggi PBB sawit terjadi pada 2020 sebesar Rp1,38 triliun.

Dari PBB perkebunan, pemerintah kehilangan potensi penerimaan Rp2,83 triliun hingga Rp3,63 triliun per tahun. Ini fatal, karena PBB perkebunan menjadi pintu masuk bagi penerimaan pajak lainnya, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Artinya, pajak dari pengusaha sawit yang masuk ke brangkas negara, benar-benar gede. Bahkan, jauh di atas utang minyak goreng Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebesar Rp344 miliar. Yang selalu digembar-gemborkan pihak Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) ke media.

Back to top button