News

Pemilu Malaysia, Kemenangan Bakal Ditentukan Kaum Minoritas

Menarik untuk mengungkap kemungkinan apa yang terjadi pada Pemilihan Umum ke-15 (GE15) di Malaysia. Suara dari kalangan minoritas, yakni warga keturunan China dan India, bakal menentukan siapa yang menjadi pemenang.

Lebih dari 21 juta orang memenuhi syarat untuk memberikan suara mereka selama pemilihan umum Malaysia yang akan berlangsung pada 19 November 2022. Pemilihan umum ini akan menentukan siapa saja yang bakal duduk di 222 kursi parlemen di Malaysia dengan jumlah kandidat yang akan bersaing sebanyak 945 orang.

Malaysia menggelar pemilihan lebih cepat satu tahun dari jadwal sebelumnya. Komisi Pemilu (EC) Malaysia mengambil keputusan ini di akhir rapat pada Kamis 20 November 2022, sekitar sepekan setelah Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob membubarkan parlemen. Berdasarkan aturan Malaysia, pemilu memang harus langsung digelar dalam kurun 60 hari setelah parlemen dibubarkan.

Semua kursi di parlemen dan tiga majelis negara bagian Pahang, Perak dan Perlis akan diperebutkan dalam Pemilu ini. Kendati demikian, tidak semua negara bagian di Malaysia membubarkan parlemennya sehingga tidak menggelar Pemilu.

Negara bagian yang merupakan basis dari koalisi Pakatan Harapan (PH), Selangor, Negeri Sembilan dan Penang, memilih tidak membubarkan parlemen. Demikian pula tiga negara bagian yang dikuasai Parti Islam Se-Malaysia (PAS) yakni Kelantan, Terengganu dan Kedah.

Menurut situs EC, Pakatan Harapan (PH) akan menerjunkan 206 kandidat, Barisan Nasional (BN) 178 kandidat, Perikatan Nasional (PN) 149 kandidat, dan Parti Pejuang Tanah Air (Pejuang) 116 kandidat.

Sedangkan untuk partai-partai yang berbasis di Malaysia Timur, Parti Warisan Sabah (Warisan) akan menjaring 52 kandidat dan Gabungan Parti Sarawak (GPS) akan memperebutkan 31 kursi. Parti Islam Se-Malaysia (PAS) yang merupakan bagian dari PN akan memperebutkan 22 kursi menggunakan logo sendiri. Ada pula 108 calon independen yang ikut kontestasi pemilu.

Dalam sensus terbaru oleh Departemen Statistik Malaysia, populasi etnis China dan India pada tahun 2021 masing-masing mencapai 22,8 persen dan 6,6 persen, sementara 69,9 persen populasi adalah Bumiputera alias warga Melayu. Namun suara minoritas akan menjadi sangat penting pada pemilihan umum kali ini.

Suara non-Melayu mungkin menjadi penentu di banyak kursi di mana tidak ada satu partai pun yang bisa menang berdasarkan dukungan Melayu saja. Suara warga Melayu akan terbagi antara Barisan Nasional (BN), Perikatan Nasional (PN), Pakatan Harapan (PH) dan partai-partai kecil seperti Parti Pejuang Tanah Air (Pejuang).

“Cukup jelas bahwa pemilih minoritas China dan India umumnya lebih mendukung PH. Walaupun mereka tidak mendapatkan banyak suara Melayu, dukungan dari komunitas non-Melayu sudah cukup untuk membuat PH meraih banyak kursi. Jika mereka tidak mendukung PH, maka peluang koalisi cukup lemah,” ujar Ibrahim Suffian, Direktur Eksekutif Merdeka Center mengutip CNA, kemarin.

Sebuah survei yang dirilis pada 4 November kemarin menemukan bahwa 32 persen pemilih Melayu lebih memilih BN dibandingkan dengan 20 persen untuk PN dan 13 persen untuk PH, sementara 30 persen masih tidak yakin atau tidak memiliki preferensi.

Survei tersebut juga menemukan bahwa 47 persen pemilih China lebih menyukai PH dibandingkan dengan 5 persen untuk BN dan 1 persen untuk PN. Adapun pemilih India, 51 persen mendukung PH dibandingkan dengan 32 persen untuk BN dan 1 persen untuk PN. Juga ditemukan bahwa 41 persen orang China dan 8 persen orang India mengatakan mereka tidak memiliki preferensi atau masih tidak yakin.

Meskipun ras bukan satu-satunya faktor dalam memilih di Malaysia, namun tetap penting dalam menentukan pilihan suara. Mantan perdana menteri Mahathir Mohamad sebelumnya mengatakan, sebagian besar pemilih melihat garis rasial. “Anda harus menanggapi sikap orang-orang. Kita tidak bisa begitu saja mengatakan ini tidak benar dan meletakkan sesuatu yang tidak diinginkan orang,” katanya.

Sebagai balasannya, partai politik juga akan memberikan kompensasi dengan membela pemilih sesuai rasnya. Partai politik mengatakan bahwa mereka akan berjuang untuk semua warga Malaysia. Namun, mereka mencatat bahwa tidak akan lari dari kepentingan para pendukungnya.

Analis politik Sivamurugan Pandian dari Universitas Sains Malaysia (USM) mengamati bahwa manifesto dari tiga koalisi besar tidak mempermainkan masalah rasial. “Tak satu pun dari koalisi dapat mengabaikan suara minoritas. Dalam pemilihan yang akan datang ini, di mana ada banyak pertarungan multi-sudut, setiap suara diperhitungkan,” katanya.

Ibrahim kembali menambahkan, suara minoritas akan membuat perbedaan jika mereka keluar untuk memilih. “Dalam pemilu kali ini, suara benar-benar diperhitungkan karena ada begitu banyak ketidakpastian,” katanya.

Dia mengatakan bahwa kehadiran tiga koalisi yang signifikan dengan basis dukungan yang besar serta ketidakpastian mengenai jumlah pemilih membuat sulit untuk memperkirakan hasil dalam hal proyeksi jumlah kursi parlemen.

Menarik mengungkapkan curahan seorang warga Batu Pahat, Johor, yang hanya ingin dikenal sebagai Wee, 34. Ia mengaku sedang bingung apakah akan kembali ke kampung halamannya untuk memberikan suaranya mengingat manuver politik oleh partai-partai selama dua tahun terakhir.

“Apakah benar-benar penting jika saya memilih atau sebaliknya, atau siapa pun yang ada di pemerintahan? Bagaimana hidup kita akan berubah menjadi lebih baik? Ketika Anda dalam kesulitan, siapa yang membantu? Ini rakyatnya, bukan politisi atau partai politiknya,” kata Wee yang bergerak di bidang properti dan asuransi, masih mengutip CNA.

Curahan hati ini tak hanya berlaku di Malaysia, di negara lain seperti Indonesia, warga sebagai pemilih hanya dibutuhkan suaranya saat pemilihan umum. Namun, nasib dan kehidupannya tetap saja tak kunjung membaik setelah pemilu.

Back to top button