Hangout

Imunisasi jadi Investasi Masa Depan untuk Anak

Dokter spesialis anak konsultan infeksi dan penyakit tropik, Dr. dr. Raihan, Sp.A(K) mengatakan tujuan imunisasi pada anak adalah untuk investasi kesehatan di masa depan.

“Tujuan dari imunisasi yang paling tinggi kalau kita bisa melakukan eradikasi, namun sebenarnya ada memang penyakit-penyakit yang bisa kita cegah dengan berat hingga kematian dan ini merupakan suatu investasi masa depan,” jelas Raihan pada temu media virtual memperingati Pekan Imunisasi Sedunia 2023, Jakarta, Jumat (05/05/2023).

Mungkin anda suka

Data World Health Organization (WHO) mencatat lebih dari tiga juta anak terselamatkan dari kematian karena peran imunisasi di tahun 2018. Hal ini diikuti oleh penurunan signifikan angka kematian anak di bawah 5 tahun dari 93 kematian di antara 1000 pada tahun 1990 menjadi 39 anak di antara 1000 di tahun 2018.

“Difteri, campak dan lainnya yang termasuk PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) secara signifikan sejak dilakukan pengenalan dan pemberian vaksin, angka kasus-kasusnya itu amat sangat menurun. Nyata sekali itu terjadi,” jelasnya.

“Kita tahu sekali mungkin yang usia-usianya 50 tahunan yang dahulu masih disuntik dengan cacar, itu adalah pencapaian yang sangat luar biasa, sehingga pada tahun 1980 cacar yang besar-besar dinyatakan musnah dari dunia ini,” tambahnya.

Akibat dari imunisasi tersebut, cacar yang biasa dikenal dengan cacar monyet atau smallpox berhasil tereradikasi atau musnah di tahun 1980. Selain itu, Indonesia juga pernah dinyatakan bebas dari polio di tahun 2014 karena keberhasilannya melakukan imunisasi pada anak-anak.

Akan tetapi, hal ini tidak berlangsung lama akibat pandemi COVID-19 yang mewabah di tahun 2020 sampai 2021. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pada tahun yang sama, kasus polio usai 2014 kembali muncul di daerah Purwakarta.

“Masa COVID-19, kita diminta tidak keluar rumah sehingga kita menjadi berlanjut orang tua tidak membawa anaknya melakukan vaksinasi mengakibatkan banyak sekali terputus terjadinya imunisasi yang telah dilakukan sehingga imunisasi menjadi tidak lengkap,” jelasnya.

Akibat ketidaklengkapan ini, imunitas anak menjadi tidak optimal sehingga rentan terkena PD3I.

“Bagaimana satu orang yang terkena mampu menularkan kesekian orang. Contoh penyakit campak, satu orang terkena, dia mempunyai kemampuan penularan sampai 12-18 anak,” tuturnya.

Menurutnya, selama cakupan imunisasi pada anak belum mencapai masih di bawah 60 persen, potensi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) menjadi semakin tidak terkendali. Hal ini ditambah dengan banyaknya masyarakat yang belum diimunisasi sehingga penyakit menular akan mudah menyebar.

Untuk itu, Raihan menegaskan masyarakat untuk melengkapi imunisasi mereka.

“Jadi kita tidak bicara di bawah satu tahun harus lengkap, tetapi juga ada namanya imunisasi booster untuk penguatan yang setelah satu tahun juga harus dilengkapi,” imbuhnya.

“Tidak cukup hanya dengan memberikan jadwal imunisasi, tetapi juga dengan melengkapinya, karena dengan melengkapi imunisasi sesuai jadwal, sesuai dengan jumlah dosis yang diberikan akan memberikan kekebalan yang optimal pada anak, sehingga anak terlindungi, keluarga terlindungi, masyarakat terlindung,” ujarnya.

Back to top button