Market

Pembelaan Mahfud Md Soal Perppu Cipta Kerja Dinilai Otoriter

Pembelaan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md terhadap penerbitan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang atau Perppu Cipta Kerja dinilai otoriter. Terutama, terkait status ‘kegentingan yang memaksa’ dan menjadi alasan penerbitan Perppu tersebut.

Penilaian tersebut datang dari Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS). “Maka itu, pembelaan Mahfud MD ini justru bisa berakibat fatal, karena menunjukkan sifat otoriter,” kata dia di Jakarta, Rabu (4/1/2023).

Menkopolhukam Mahfud Md yang sebelumnya mengatakan, penetapan status ‘kegentingan yang memaksa’ merupakan hak subyektivitas presiden, menurut Anthony, tersirat seolah-olah bisa sesukanya.

Mahfud, sambung dia, seharusnya paham, hak subyektivitas presiden tersebut tentu saja harus masuk akal, bukan asal-asalan atau akal-akalan.

Menurut Anthony, kalau hak subyektivitas presiden diterjemahkan menjadi hak ‘semau gue’, di mana tidak ada kegentingan yang memaksa dipaksakan menjadi ada, hak subyektivitas tersebut menjelma menjadi otoriter.

Apalagi, dia menegaskan, menurut Kementerian Keuangan, ekonomi Indonesia 2023 terhitung kuat sehingga Perppu Nomor 2 Tahun 2022 itu dinilainya tidak sah dan sewenang-wenang.

Dia mengaku banyak pihak, termasuk International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia yang memperkirakan ekonomi dunia tahun 2023 akan melemah. Perkiraaan ini sudah disampaikan sejak beberapa waktu yang lalu.

“Artinya bukan perkiraan mendadak. Bahkan resesi mungkin tidak terelakkan bagi sebagian negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang,” timpal dia.

Namun, lanjutnya, pemerintah dan DPR masih sangat optimistis terhadap perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi 2023 ditetapkan 5,3 persen dalam Undang-Undang (UU) APBN tahun 2023. UU ini disahkan dan disetujui oleh DPR pada 29 September 2022 serta diundangkan oleh Presiden Jokowi pada 29 Oktober 2022.

Pada konferensi pers tentang APBN (Kita) tanggal 20 Desember 2022, Kementerian Keuangan mengatakan ekonomi Indonesia 2023 masih sangat kuat meskipun ada ancaman resesi dan, tentu saja, perang Rusia-Ukraina.

Menkeu Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 berada pada kisaran 5 persen. “Artinya, ekonomi 2023 dalam keadaan baik-baik saja, tidak ada kondisi yang mengkhawatirkan,” tutur Anthony.

Lebih jauh dia membeberkan, perkiraaan pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5 persen ini setara dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun. Selama lima tahun pertama Jokowi berkuasa, 2015-2019, pertumbuhan ekonomi mencapai 5 persen.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu bahkan mengatakan ekonomi Indonesia akan tumbuh kuat di tahun 2023 dan 2024. Kuatnya pertumbuhan ekonomi ini hasil dari transformasi ekonomi dalam menciptakan nilai tambah, melalui hilirisasi, meningkatkan ekspor, yang pada akhirnya membuat pertumbuhan ekonomi menguat.

Febrio juga sangat yakin pemerintah dan Bank Indonesia mampu menjaga inflasi di tengah ketidakpastian ekonomi global, sehingga dapat menjaga pertumbuhan konsumsi domestik dan ekonomi.

“Dengan demikian, kita punya ruang, pemerintah dan masyarakat mendorong potensi pertumbuhan yang masih terlihat cukup kuat di Indonesia bukan hanya 2023 tapi untuk 2024, dan seterusnya,” jelas Febrio, seperti dikutip salah satu media online nasional.

Pernyataan optimisme Kementerian Keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi 2023 disampaikan pada 20 Desember 2022. “Ini hanya 10 hari menjelang ditetapkan Perppu Cipta Kerja,” ungkap Anthony.

Kementerian Keuangan pada hakekatnya menyatakan, ekonomi Indonesia 2023 (dan 2024) dalam keadaan baik-baik saja. Artinya, tidak ada ‘kegentingan yang memaksa’ yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan Perppu Cipta Kerja.

“Sehingga, artinya, penetapan Perppu Cipta Kerja tidak sah,” ucapnya tandas.

Oleh karena itu, menurut Anthony, DPR tidak ada pilihan lain kecuali wajib menolak Perppu Cipta Kerja yang diteken Presiden Jokowi pada Jumat (30/12/2022). Alasan utamanya, Perppu ini terindikasi kuat bersifat otoriter.

Back to top button