News

Pelaku Bom Bunuh Diri Polsek Astana Anyar Eks Napiter, Peran BNPT Dipertanyakan

Rabu, 07 Des 2022 – 15:32 WIB

Petisi Untuk Perdamaian Indonesia 011116 Agr 02 - inilah.com

Ketua Badan Setara Institute, Hendardi, menilai peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar yang terjadi pada Rabu (7/12/2022), menjadi sinyal peran deradikalisasi yang dilakukan BNPT masih lemah. (Foto: Antara/M Agung Rajasa)

Pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyebut pelaku bom bunuh diri yang menyasar Polsek Astana Anyar, Bandung, Jabar, Rabu (7/12/2022), membuka mata lemahnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merehabilitasi pelaku teror. Ketua Setara Institute, Hendardi menilai, peristiwa yang terjadi di Bandung menandakan BNPT masih memiliki pekerjaan rumah (PR) besar.

“Pesan utama peristiwa ini juga ditujukan pada kerja pascapenanganan tindak pidana terorisme, yakni pemasyarakatan dan deradikalisasi,” kata Hendardi, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (7/12/2022).

Kapolri Sigit dalam keterangannya, di Polsek Astana Anyar menyebutkan pelaku bom bunuh diri sudah teridentifikasi melalui pemeriksaan sidik jari. Pelaku diyakini Agus Sujianto alias Abu Muslim bin Wahid, yang ditangkap terkait peristiwa bom Cicendo dan telah menjalani 4 tahun masa pidana sebelum bebas pada Oktober 2021.

Menurut Hendardi, BNPT harus memperkuat dukungan dan sinergi kinerja deradikalisasi dengan instansi terkait. Selain itu, BNPT juga harus mengembangkan early warning dan early respons system (EWES). Sistem peringatan dini diperlukan untuk mencegah kelompok teroris yang sedang dalam masa rehabilitasi melakukan tindakan serupa.

“Sederet regulasi pemerintah telah diterbitkan, termasuk berbagai rencana aksi mencegah terjadinya kekerasan ekstremis. BNPT dan Polri bisa mengefektifkan berbagai regulasi dan inisiasi untuk memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah,” tutur Hendardi.

Hendardi meyakini upaya deradikalisasi yang tak optimal sama saja membuka ruang bagi pelaku teror mengulangi aksi terorisme. Bahkan dia menyebut Polri merupakan salah satu sasaran utama terorisme sebagai bentuk pembalasan dendam.

“Kesatupaduan langkah berbagai institusi negara dibutuhkan untuk mengatasi kekerasan ekstremis yang berulang,” tambah Hendardi.

Lebih lanjut, dia menegaskan Polri dan BNPT harus memiliki suatu agenda prioritas berupa pencegahan intoleransi agar kelompok-kelompok tertentu tidak menjadi tindakan radikal kekerasan dan terorisme sebagai opsi perlawanan.

“Pencegahan di hulu, yakni menangani intoleransi adalah salah satu cara menangani persoalan keberulangan terorisme,” tandas Hendardi.

Back to top button