Market

PDIP Tak Rela Duit BOS Biayai Makan Siang Gratis, Awas Utang Negara Bengkak


Wacana penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membiayai program makan siang dan susu gratis yang digagas Prabowo-Gibran, presiden dan wakil presiden versi hitung cepat, alias quick count KPU, terus bergulir. Penolakan semakin kencang.

Anggota Komisi X DPR, Andreas Hugo Pareria merespons keras opsi dana BOS untuk membiayai program makan siang gratis Prabowo-Gibran. Alasannya, program makan siang gratis lebih erat kaitannya dengan isu kesehatan, terutama soal pemenuhan nutrisi.  “Sehingga program makan siang dan susu grats semestinya tidak menggunakan dana BOS,” kata Andreas dikutip Rabu (13/3/2024).

Selain itu, kata dia, dana BOS yang disediakan pemerintah saat ini, tidak akan cukup untuk membiayai program makan siang gratis yang anggarannya sangat besar.
“Sementara kita semua tahu ya, makan siang gratis pasti anggarannya lebih tinggi dari seluruh anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ujar Andreas.

Ketua DPP PDIP ini, menyarankan pemerintahan baru membuat kementerian yang dikhususkan untuk mengelola program makan siang gratis. “Saya sampai usulkan lebih baik bikin Kementerian makan siang gratis saja sekalian, ketimbang harus masukkan ke dana BOS,” ungkap Andreas.

Dikutip dari laman resmi Prabowo-Gibran, program makan siang dan susu gratis, bertujuan mengatasi masalah tengkes atau stunting dan akan menyasar siswa pra-sekolah, SD, SMP, SMA, dan pesantren. Program tersebut menargetkan lebih dari 80 juta penerima manfaat dengan cakupan 100 persen pada 2029.

Pilot proyek makan siang gratis sudah dilakukan di Jakarta beberapa waktu lalu. Harga makan siang ditargetkan dengan harga Rp15.000 per anak ini diklaim memenuhi gizi anak. Gratis, tapi siapa yang bayar?

Di tengah tingginya persentase utang, masih sanggupkan negara membiayai program makan gratis ini? Ekonom dan Peneliti CORE Indonesia Eliza Mardian mengungkapkan bahwa program ini memang memunculkan banyak perdebatan.

“Pertama dari sisi anggaran, kita lihat dari ruang fiskal kita itu terbatas. Kita ada batas defisit yang dipasang itu sekitar 2,4-2,8 persen. Pokoknya harus di bawah 3 persen. Jadi secara rupiah, ruang defisit yang ditoleransi itu hanya sekitar Rp520 triliunan,” kata Eliza.

“Makan siang gratis ini awalnya Rp450 triliun, lalu direvisi di tahun pertama penyelengaraan dibutuhkan anggaran sekitar Rp100-120 triliun. Ini kan berarti memang harus ada tambahan dana di luar belanja biasa sekitar Rp100-120 triliun,” imbuhnya.

Eliza menambahkan bahwa proyek makan siang ini dikhawatirkan akan menambah utang negara, karena pengeluaran semakin tinggi tapi pendapatan tak jua naik.
 

Back to top button