News

NU Tolak Kebijakan Sekolah Lima Hari Full Day, Sebut Ganggu Pendidikan Karakter dan Keagamaan

Nahdlatul Ulama (NU) menegaskan penolakannya terhadap kebijakan sekolah lima hari atau full day school. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Komisi Bahtsul Masail Qonuniyyah, KH Abdul Ghaffar Razin, dalam konferensi pers pasca Musyawarah Nasional (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) NU 2023.

Menurut Gus Rozin, sebutan akrab untuk KH Abdul Ghaffar Razin, kebijakan ini berpotensi mengganggu pendidikan karakter dan keagamaan yang biasa didapat dari madrasah diniyah dan TPQ di sore hari. “Pendidikan yang tawasuth i’tidal moderat akan terancam,” tegasnya di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (20/9/2023).

Komisi Bahtsul Masail Qonuniyyah menegaskan dua alasan penolakan. Dari sisi sosiologis, kebijakan full day school dipandang akan mengganggu pendidikan karakter dan keagamaan yang selama ini menjadi fokus madrasah diniyah dan TPQ.

Sedangkan dari sisi yuridis, penolakan ini disandarkan pada Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Peraturan ini mencabut Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 yang sebelumnya menjadi dasar dari kebijakan sekolah lima hari.

Kontroversi Perpres 21 Tahun 2023

Kebijakan sekolah lima hari full day sendiri dianggap berasal dari penafsiran Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2023 tentang Hari Kerja dan Jam Kerja Instansi Pemerintah. Menurut Gus Rozin, peraturan ini telah ditafsirkan secara liar untuk memperpanjang durasi sekolah.

PBNU sendiri sebelumnya pernah menolak Permendikbud yang direvisi menjadi Perpres Nomor 87 tahun 2017. “Perpres lebih tinggi dan mutakhir,” kata Gus Rozin, menegaskan bahwa NU memiliki dasar kuat dalam menolak kebijakan ini.

Dengan penegasan ini, NU berharap pemerintah akan mempertimbangkan ulang penerapan kebijakan sekolah lima hari full day.

Back to top button