News

Netralitas Jokowi Disorot Komite HAM PBB, Timnas AMIN: Seharusnya Malu, Koreksi Diri


Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional Anies-Muhaimin (Timnas AMIN) Billy David Nerotumilena menyatakan ketidaknetralan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2024 dan pencalonan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dalam pilpres, yang membuat kemunduran demokrasi, sudah tidak dapat disembunyikan lagi.

Hal itu disampaikan Billy merespons soal netralitas Presiden Jokowi dan pencalonan Gibran sebagai cawapres yang disorot dalam Sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau ICCPR di Jenewa, Swiss, pada Selasa (12/3/2024).

“Tentu jadi perhatian publik terutama juga masyarakat internasional. Tidak bisa disembunyikan dan terpampang nyata,” kata Billy saat dihubungi di Jakarta, Minggu (17/3/2024).

Billy menegaskan, pemerintah sudah seharusnya malu dan melakukan koreksi internal dari penilaian yang diberikan oleh Komite HAM PBB tersebut. Namun, ia melihat hal ini menjadi kontradiktif lantaran Jokowi sendiri absen dalam pertemuan PBB tersebut. Begitupun dengan Perwakilan Indonesia yang hadir dalam Sidang Komite HAM PBB itu yang tak menanggapi sorotan tersebut.

“Karena mereka melihat bukan hanya tuduhan semata, tapi mulai media massa, penilaian instansi yang kredibel seperti guru-guru besar, organisasi nonpemerintah, koalisi masyarakat sipil dan lain-lain. Komite HAM PBB tentu juga memiliki indikator penilaian teknokratik yang bisa membuktikan hal tersebut,” tutur Billy.

Sebelumnya, Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Indonesia menjadi sorotan dalam Sidang Komite HAM PBB atau ICCPR di Jenewa, Swiss. Masalah netralitas Presiden Jokowi dan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2024, dipertanyakan oleh Anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye pada sidang yang digelar Selasa (12/3/2024).

Dalam sidang yang ditayangkan di situs UN Web TV, dikutip Kamis (14/3/2024), Ndiaye memulai pertanyaan dengan menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perubahan syarat usia capres-cawapres.

Ndiaye menyebut kampanye yang digelar setelah putusan MK di menit akhir yang mengubah syarat pencalonan capres-cawapres, sehingga memperbolehkan anak presiden untuk ikut dalam pencalonan. “Apa langkah-langkah yang diterapkan untuk memastikan pejabat-pejabat negara, termasuk presiden, tak bisa memberi pengaruh berlebihan terhadap pemilu?” lanjut Ndiaye mempertanyakan.

Anggota Komite HAM PBB dari Senegal itu juga mempertanyakan apakah pemerintah Indonesia telah menyelidiki berbagai dugaan intervensi pemilu tersebut. Pertanyaan lain pun dilontarkan Ndiaye terkait jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia dalam pemilu yang digelar pada 14 Februari 2024 lalu itu.

Namun, pertanyaan-pertanyaan itu tak dijawab oleh Perwakilan Indonesia yang dipimpin oleh Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tri Tharyat. Dalam sidang berupa sesi tanya-jawab tersebut delegasi Indonesia malah menjawab pertanyaan-pertanyaan lain.

Back to top button