Hangout

Mengerikan! Ini 5 Dampak Kekerasan pada Anak yang Perlu Diketahui

Kasus kekerasan anak di Indonesia tahun 2022 menjadi angka tertinggi dalam 4 tahun terakhir. Sebanyak 21.241 anak menjadi korban kekerasan. Paling tinggi korban kejahatan seksual (9.588 anak), 9.588 anak korban kekerasan seksual dan 3.746 anak menjadi korban kekerasan fisik.

Anak korban kekerasan mengalami dua luka sekaligus. Luka fisik dan psikis. Orang tua berperan penting mengatasinya. Apabila tidak mampu, harus meminta bantuan psikiater atau psikolog.

Berikut dampak kesehatan pada anak korban kekerasan,

1. Sulit mengendalikan emosi

Anak yang menjadi korban kekerasan akan kesulitan mengelola emosinya dengan baik. Emosi yang dirasakan sering kali muncul secara berlebihan, misalnya anak menjadi lebih mudah merasa marah, sedih, atau sering merasa ketakutan.

Ketidakmampuan anak mengendalikan emosi bisa saja menetap hingga ia dewasa dan mempengaruhi perilaku serta aktivitas hariannya, seperti sulit memaafkan kesalahan orang lain dan tidak mampu bekerja secara efektif.

2. Mengalami penurunan fungsi otak

Anak yang menjadi korban kekerasan juga dapat mengalami penurunan fungsi otak. Kondisi ini menyebabkan ia sulit memusatkan perhatian dan mempelajari hal-hal baru. Dalam jangka Panjang dapat menyebabkan prestasi akademik anak tersebut menurun.

Tak hanya itu, beberapa penelitian juga menunjukkan pengalaman traumatis, termasuk kekerasan pada anak, dapat meningkatkan risiko terjadinya demensia saat lanjut usia.

3. Sulit membangun hubungan dengan orang lain

Pengalaman seorang anak sebagai korban kekerasan dapat membuat ia tumbuh menjadi orang yang mudah merasa curiga dan tidak mudah percaya pada orang lain. Akibatnya, ia sulit mempertahankan hubungan dengan orang di sekitarnya dan rentan mengalami kesepian.

Beberapa penelitian bahkan menunjukkan korban kekerasan anak mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami kegagalan dalam membina hubungan asmara dan pernikahan saat sudah dewasa.

Bahkan, mereka juga mungkin mengalami fobia terhadap jenis kelamin tertentu, misalnya terhadap laki-laki jika ayahnya yang melakukan kekerasan.

4. Berisiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan

Trauma akibat tindak kekerasan pada anak dapat meningkatkan risiko terjadinya berbagai macam masalah kesehatan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, seperti asma, diabetes, penyakit jantung koroner, stroke, serangan panik dan depresi.

Korban kekerasan pada anak juga memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengonsumsi alkohol secara berlebihan dan menggunakan narkoba sebagai coping mechanism atau cara mengatasi trauma yang ia rasakan.

Bahkan, keinginan untuk bunuh diri juga dapat muncul bila trauma karena tindak kekerasan pada anak tidak kunjung teratasi. Selain itu, pria yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di masa kecilnya juga lebih berisiko mengalami depresi setelah menjadi ayah nantinya.

5. Menjadi pelaku kekerasan pada anak

Orang tua yang pernah menjadi korban kekerasan selama masa kecilnya dapat melakukan hal yang sama pada anaknya. Siklus ini dapat terus berlanjut apabila korban kekerasan anak tidak mendapatkan penanganan yang tepat untuk mengatasi trauma yang dialami.

Back to top button