Hangout

Mengenal Sejarah kerajaan Tidore, Masa Kejayaan dan Keruntuhannya

Kerajaan Tidore merupakan salah satu kerajaan terbesar yang mengadopsi agama Islam dan terletak di wilayah Maluku. Menurut catatan sejarah, kerajaan ini memiliki hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Ternate.

Hal ini dapat dikaitkan dengan pendirinya, yaitu Syahjati atau Muhammad Naqil, yang merupakan saudara dari Mashur Malamo, pendiri Kerajaan Ternate.

Ketika didirikan pada abad ke-11, kerajaan ini masih belum mengadopsi agama Islam. Namun, agama Islam baru masuk dan berkembang pesat pada akhir abad ke-15.

Kerajaan Tidore kemudian mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-18, di masa pemerintahan Sultan Nuku. Di bawah kepemimpinannya, Tidore mengalami kemajuan yang signifikan dan dihormati oleh bangsa Eropa.

Sejarah Kerajaan Tidore yang Mengagumkan

Sejak didirikan pada tahun 1081 hingga pemerintahan raja keempat, terdapat ketidakpastian mengenai agama dan pusat kekuasaan Kerajaan Tidore.

Menurut buku Menjadi Indonesia: 13 Abad Eksistensi Islam di Indonesia (2006:335) yang ditulis oleh Komaruddin Hidayat dan rekan-rekannya, pada awalnya wilayah yang dikenal sebagai Maluku mencakup Ternate, Tidore, Makian, dan Moti.

Keempat wilayah ini dikenal sebagai “Moloku Kie Raha,” yang berarti “persatuan empat Kerajaan.”

Sultan Jamaluddin (1495-1512) menjadi penguasa Tidore yang pertama yang memeluk agama Islam.

Setelah itu, Kerajaan Tidore berubah menjadi Kesultanan Tidore, sebuah kerajaan yang mengadopsi agama Islam.

Setelah wafatnya Sultan Jamaluddin, kepemimpinan Kesultanan Tidore diambil alih oleh Sultan Al Mansur (1512-1526).

Saat Sultan Al Mansur memegang kekuasaan, pengaruh dari luar mulai merasuki wilayah Maluku Utara.

Pada tahun 1521, Sultan Mansur memilih Spanyol sebagai sekutu untuk menyeimbangkan kekuatan dengan Kesultanan Ternate yang sebelumnya telah bersekutu dengan Portugis.

Namun, Spanyol akhirnya menarik diri karena adanya protes dari pihak Portugal yang menganggapnya sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas.

Konflik tersebut berakhir pada tahun 1529 dengan ditandatanganinya Perjanjian Saragosa. Namun, kepergian Spanyol membuat Kerajaan Tidore menjadi sasaran Dutch East India Company (VOC).

Seorang Raja yang terkenal di Kerajaan Tidore karena berhasil membawa kerajaan tersebut mencapai masa keemasannya adalah Sultan Nuku (1797-1805 M).

Selama periode ini, wilayah kekuasaannya telah meluas mencakup sebagian besar Pulau Halmahera, Pulau Buru, Pulau Seram, dan daerah Papua bagian barat.

Kondisi politik di Kerajaan Tidore terbilang stabil dengan struktur pemerintahan yang terorganisir dengan baik.

Sultan Nuku juga terkenal sebagai pemimpin yang sangat gigih dan sukses dalam melawan kehadiran Belanda. Selama bertahun-tahun, ia berupaya dengan keras mengusir penjajah dari seluruh Kepulauan Maluku.

Bahkan, Sultan Nuku berhasil menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersatu melawan Belanda.

Serangkaian perjuangan rakyat Maluku akhirnya membuahkan hasil, terbukti dengan penyerahan Belanda pada tanggal 21 Juni 1801 M.

Dengan demikian, wilayah Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo kembali merdeka dari dominasi asing. Di bawah kepemimpinan Sultan Nuku, Kerajaan Tidore menjadi sangat besar dan dihormati di seluruh kawasan tersebut, termasuk oleh bangsa Eropa.

Runtuhnya Kerajaan Tidore

Setelah Sultan Nuku meninggal pada tahun 1805, Belanda kembali mengarahkan perhatiannya pada Tidore karena kekayaannya.

Situasi ini diperparah oleh konflik internal yang terus terjadi di Kerajaan Tidore.

Akhirnya, Belanda berhasil menguasai Kerajaan Tidore selama beberapa waktu. Ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia, kerajaan ini pun bergabung dengan NKRI.

Peninggalan Kerajaan Tidore Saat Ini

Berikut adalah beberapa peninggalan Kerajaan Tidore:

1. Masjid Sultan Tidore

masjid tidore
Foto: Arsip Kemendikbud

Sultan Muhammad Tahir, yaitu Sultan ke-28 Kerajaan Tidore, mendirikan masjid ini pada tahun 1712 M. Atap dari masjid ini dulunya terbuat dari alang-alang dengan campuran daun rumbia. Namun, seiring perkembangan zaman, kini atapnya telah diganti dengan seng.

2. Benteng Torre

sejarah kerajaan tidore, pendirinya, tahun berd
Foto: Arsip Kemendikbud

Benteng Torre dibangun pada tahun 1578 oleh Portugis atas perintah Sancho de Vasconcellos yang mendapatkan izin dari Sultan Gapi Baguna pada tanggal 6 Januari 1578. Nama benteng “Torre” kemungkinan terkait dengan nama Kapten Portugis pada saat itu, yaitu Hernando De La Torre.

3. Benteng Tahula

Benteng Tahula - inilah.com
Foto: TripAdvisor

Benteng Tahula awalnya dibangun oleh Bangsa Spanyol dan kemudian pembangunannya dilanjutkan oleh Bangsa Portugis. Pada tahun 1662, kepemilikan atas benteng ini beralih ke tangan Spanyol. Benteng Tehoela terletak di atas bukit karang yang curam, memiliki ketinggian 35 meter, dan menghadap ke arah laut.

4. Istana Kerajaan Tidore (Kedato Kie)

Kadato Kie - inilah.com
Foto: Wikimedia

Dibangun pada abad ke-15, bagian asli istana kerajaan yang biasa disebut Kedaton ini sekarang tinggal puing-puingnya saja. Beberapa bangunan sudah dibuat ulang, tetapi tidak terbuat dari bahan aslinya, yaitu kayu.

Back to top button