News

Media Asing Ungkap Sulit Prediksikan Pilihan Capres di Sumatra


Sebagai rumah bagi 60 juta warga, Sumatra adalah pulau terpadat kedua di Indonesia setelah Jawa dan dipandang sebagai salah satu medan pertempuran utama dalam politik Indonesia. Sepuluh provinsi di Sumatra memiliki total 127 dari 580 kursi di DPR Indonesia. Ke mana pilihan warga Sumatra?

Beberapa provinsi yang memiliki keragaman etnis dan politik seperti Lampung dan Sumatra Utara telah dianggap sebagai daerah penentu arah, yang sering kali mencerminkan perilaku pemilih nasional pada pemilu sebelumnya.   

Selama dua pemilu sebelumnya, Jokowi harus berjuang keras untuk memenangkan hati dan pikiran para pemilih di pulau seluas 470.000 km persegi yang memisahkan Samudera Hindia dan Selat Malaka. Pada tahun 2014, Jokowi kalah di empat dari 10 provinsi di Sumatra dari saingannya, purnawirawan jenderal Angkatan Darat, Prabowo Subianto.

Lima tahun kemudian, ketika Jokowi berhadapan dengan Prabowo untuk kedua kalinya, keadaan sang presiden menjadi lebih buruk lagi, dengan kehilangan enam provinsi di Sumatra, termasuk Aceh dan Sumatra Barat, di mana purnawirawan jenderal tersebut menikmati kemenangan telak sebesar lebih dari 85 persen. Bahkan di Sumatra Utara, provinsi yang dikenal sebagai basis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang mengusung Presiden Jokowi, petahana hanya mampu meraih kemenangan tipis sebesar 52 persen pada pemilu 2019.

Namun ketika pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Jokowi mencapai puncaknya pada masa jabatan keduanya, popularitas presiden tersebut di Sumatra mulai meroket. “Jika Jokowi bisa mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga, dia mungkin akan menang lagi,” kata Dr Alfian dari Universitas Malikussaleh Aceh.

Indonesia saat ini memiliki tiga calon presiden untuk pemilu tahun ini: mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan; Prabowo Subianto dan mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Sejak pemilu 2019, Prabowo telah bergabung dengan kabinet presiden sebagai menteri pertahanan dan memilih putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangannya. Partai Jokowi, PDI-P dan tiga partai lainnya dalam koalisi pemerintahan presiden memberikan dukungan mereka terhadap Ganjar, yang menurut banyak orang memiliki gaya kepemimpinan lebih mirip dengan Jokowi.

Sementara itu, Anies, yang didukung antara lain oleh kelompok Islam konservatif dan anggota oposisi, menggunakan platform kampanye yang menjanjikan perubahan terhadap cara pemerintah saat ini menjalankan negara.

Dalam laporan media berbasis di Singapura, Channel News Asia (CNA), perubahan lanskap politik membuat Pulau Sumatra menjadi tempat yang lebih sulit untuk diprediksi pada pemilu kali ini. Daerah-daerah yang secara historis telah memilih Jokowi dapat terus mendukung Prabowo atau Ganjar. Sementara itu, daerah-daerah yang pada masa lalu memilih Prabowo bisa tetap setia pada purnawirawan jenderal tersebut atau beralih ke Anies.

Menurut jajak pendapat nasional terbaru, saat ini Prabowo memimpin dengan perolehan suara lebih dari 40 persen, diikuti oleh Ganjar dengan sekitar 25 persen, dan Anies dengan sekitar 22 persen. Sisanya masih ragu-ragu. Belum ada jajak pendapat khusus yang melihat siapa yang akan dipilih masyarakat di Sumatra.

Warga Bebas Memilih

Secara empiris, bagaimana program-program Jokowi diterima di daerah-daerah tertentu bisa menjadi faktor penentu. Di Pasar Bengkel, Sumatra Utara, yang perlahan-lahan berubah menjadi kota hantu karena terdampak pembangunan infrastruktur yang dilakukan presiden, warga kemungkinan besar akan memilih Capres 01. “Masyarakat di sini menderita. Banyak orang di sini menginginkan perubahan,” kata penjual makanan ringan Teti, mengacu pada platform kampanye Anies.

Secara historis, masyarakat Pasar Bengkel memilih Prabowo pada pemilu 2019, lanjut Teti. Namun banyak yang mengubah kesetiaan mereka ketika purnawirawan jenderal tersebut memutuskan untuk memilih Gibran sebagai pasangannya.

Sementara itu di Pematang Siantar, salah satu dari sekian banyak basis PDI-P di Sumatra Utara dan kota yang mendapat manfaat besar dari pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintahan Jokowi, warga mengatakan mereka ingin melihat kandidat yang mampu menjalankan kebijakan presiden.

Rosi mengatakan keluarganya telah menerima manfaat dari banyak program Jokowi seperti bantuan tunai untuk masyarakat miskin dan subsidi pendidikan. Ibu dua anak ini mengatakan, dia akan memilih Ganjar pada pemilu mendatang. “Kalau Jokowi tidak lagi menjadi presiden, banyak orang yang akan bersedih. Saya berharap presiden berikutnya bisa seperti Jokowi,” ujarnya.

Ketika ditanya mengapa dia memilih Ganjar dan bukannya Prabowo, dia menjawab bahwa hal itu tergantung pada kepribadian para kandidat. “Ganjar… Aku suka dia santai dan kelihatannya bisa memimpin. Prabowo… Saya tidak suka gayanya,” kata Rosi.

Namun Dr Dimpos Manalu, dosen di Universitas Nommensen Medan mengatakan bahwa Prabowo juga memiliki peluang bagus untuk meraih kemenangan di sebagian besar wilayah Sumatra. “Prabowo adalah kandidat yang mencalonkan diri untuk ketiga kalinya… Jadi namanya dikenal tinggi di kalangan pemilih kami,” kata Dr Dimpos kepada CNA, seraya menambahkan bahwa pencalonan Prabowo bersama Gibran juga memiliki kelebihan.

“Gibran bisa dianggap sebagai perpanjangan tangan Jokowi. Tingkat persetujuan terhadap Jokowi tinggi. Ini adalah modal besar yang mereka miliki.”

Bisa Jadi Pedang Bermata Dua

Namun bermitra dengan Gibran mungkin bisa menjadi pedang bermata dua bagi Prabowo, khususnya di wilayah Sumatra yang belum banyak pembangunan infrastrukturnya atau di mana masyarakat memberikan suara menentang Jokowi dalam dua pemilu terakhir. Misalnya Aceh, sebuah provinsi di ujung utara Sumatra yang harus membangun kembali dirinya dari konflik selama beberapa dekade dan tsunami tahun 2004 yang merenggut nyawa lebih dari 200.000 orang.

Jalan tol sepanjang 37 km yang membentang dari Bandara Sultan Iskandar Muda hingga Suelimeum, saat ini hanya memangkas waktu tempuh menuju ibu kota provinsi Banda Aceh sekitar 10 menit. Terdapat upaya untuk memperluas jaringan sejauh 38 km lagi, yang direncanakan akan selesai pada tahun ini.

Rizky Maunandar, seorang pengelola toko ponsel di Banda Aceh mengatakan, pembangunan ekonomi di provinsinya tampak stagnan pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. “Saya menginginkan pemimpin baru,” kata pria berusia 32 tahun itu kepada CNA dan menambahkan bahwa dia akan memilih Anies yang berjanji untuk mengubah cara negara dijalankan.

Warga Banda Aceh lainnya, Asnawi Is, mengatakan meski sebelumnya merupakan pendukung Prabowo, pada pemilu tahun ini, ia akan melepaskan dukungannya pada Anies. “Prabowo dulunya oposisi. Tapi kemudian dia bergabung (kabinet Jokowi). Jadi dia tidak konsisten. Saya tidak lagi menyukainya,” kata juru masak berusia 34 tahun itu kepada CNA. “Saya suka Anies. Saya suka gayanya… cara hidup Islaminya.”

Dr Alfian, pakar politik di Universitas Malikussaleh Aceh mengatakan agama selalu memainkan peran besar di Aceh, sebuah provinsi di mana 98 persen dari 5,3 juta penduduknya beragama Islam dan telah mengadopsi Syariat Islam sebagai peraturan daerahnya. “Masyarakat Aceh akan melihat keistimewaan agama, kecerdasan dan gaya kepemimpinan seorang calon. Di Aceh, jika Anda pandai membaca Alquran, dan memasukkan (ayat-ayat Alquran) ke dalam pidato, orang akan tertarik kepada Anda,” kata pakar tersebut kepada CNA.

Dr Alfian memperkirakan mayoritas masyarakat Aceh akan lebih memilih Anies, akademisi keturunan Arab yang didukung kelompok Islam konservatif. Anies juga bermitra dengan Muhaimin Iskandar, ketua Partai Kebangkitan Bangsa yang berbasis Islam. 

Ganjar juga memilih seorang ulama Islam, Mahfud MD, sebagai pasangannya untuk mengimbangi citra ulama tersebut sebagai seorang nasionalis sekuler. Mahfud adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan sebelum ia mengundurkan diri pada 1 Februari. 

Baik Prabowo maupun Gibran sama-sama tidak memiliki basis agama yang kuat dan didukung oleh koalisi sembilan partai yang sebagian besar adalah nasionalis sekuler. Namun fakta ini tidak menjadi penghalang bagi Teuku Imam Al Sahar, 23 tahun, yang mengatakan ia akan memilih Prabowo pada pemilu mendatang. “Menurut saya, Prabowo lebih banyak aksi daripada bicara. Saya pikir Prabowo telah menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang baik,” kata mahasiswa tersebut kepada CNA.

Imam mengatakan dia bukan penggemar berat presiden namun bersedia mengesampingkan fakta bahwa Prabowo mencalonkan diri bersama putra Jokowi yang berusia 34 tahun. “Banyak yang khawatir Gibran akan terpengaruh oleh Jokowi. Tapi menurut saya penting untuk melihat calon presidennya dulu, baru mempertimbangkan pasangannya,” ujarnya. “Seorang pemimpin bisa mengarahkan letnannya. Bukan sebaliknya.”

Apa yang Sudah Dilakukan Capres di Sumatra?

Sebelum musim kampanye dimulai pada akhir November, ketiga kandidat yang bersaing untuk menjadi presiden dan pasangannya telah berkeliling pulau tersebut secara ekstensif. Anies dan Muhaimin, misalnya, telah mengunjungi lima provinsi di Sumatra sejak Agustus.

Sementara Prabowo dan Gibran telah melakukan perjalanan ke Sumatra sejak April. Prabowo mengunjungi pulau itu baik sebagai menteri pertahanan maupun sebagai calon presiden. Sementara itu, Ganjar telah bertemu dengan para pendukungnya di beberapa kubu PDI-P di Sumatra sejak Mei, sementara pasangannya, Mahfud, mengunjungi Aceh pada hari pertama kampanye pada 28 November.

Dr Dimpos dari Universitas Nommensen mengatakan bahwa dukungan dari tokoh-tokoh lokal yang terkenal dan dihormati sangat penting dalam merayu pemilih yang ragu-ragu. Inilah salah satu alasan mengapa di sela-sela masa kampanyenya, para kandidat menghadiri upacara adat atau mengunjungi sekolah dan panti asuhan yang dikelola oleh pemuka agama setempat. 

Pakar politik tersebut mengatakan bahwa tim kampanye lokal dari masing-masing pasangan calon juga harus melakukan lebih dari sekadar mengorganisir aksi unjuk rasa dan mencetak pamflet serta perlengkapan kampanye lainnya, serta menggalang dukungan bagi kandidat mereka dengan melakukan kampanye dari pintu ke pintu. “Mereka harus bisa mempromosikan kualitas pribadi kandidat mereka serta visi dan misi mereka kepada massa,” katanya. 

Namun Dr Dimpos memperingatkan bahwa sebagai kandidat yang didukung oleh presiden yang menjabat, Prabowo bisa mendapatkan keuntungan yang tidak adil dibandingkan kandidat lainnya. 

Pada bulan Desember, Presiden Jokowi mulai mendistribusikan bantuan tunai kepada para petani di seluruh negeri yang terkena dampak fenomena cuaca El Nino, yang mengakibatkan gagal panen dan rendahnya musim panen. Pemerintah mengalokasikan Rp7,5 triliun untuk skema yang akan memberikan manfaat bagi lebih dari 18 juta orang.

“Bantuan tunai telah lama digunakan oleh penguasa untuk menggalang dukungan masyarakat menjelang pemilu dan ini efektif,” kata Dr Dimpos, mempertanyakan waktu pemberian skema tersebut. “Siapapun yang menang itu tidak penting. Yang lebih penting adalah apakah pemilu ini akan membawa perbaikan pada demokrasi kita atau justru memperburuknya.” 

Back to top button