News

Kuba-China Kian Dekat, AS Mendapat Ancaman dari Halaman Belakang


Kuba telah membuka pintu perjalanan bebas visa bagi warga negara China. Peristiwa ini menandai makin meningkatnya hubungan antara sosialis Kuba dan Republik Rakyat China. Makin eratnya hubungan kedua negara menjadi ancaman dari halaman belakang Amerika Serikat (AS)

Ketika penerbangan langsung antara Kuba dan China dimulai bulan ini, setelah jeda panjang yang dipicu pandemi virus corona, pemegang paspor Tiongkok dapat memasuki negara tersebut dengan lancar. Menteri Pariwisata Kuba Juan Carlos Garcia mengumumkan penerbangan tersebut di Pameran Pariwisata Internasional Kuba. Garcia juga mengumumkan bahwa China akan menjadi ‘tamu kehormatan’ pada acara tersebut tahun depan.

Mengutip Eurasian Times, berdasarkan data perusahaan perjalanan online besar Tiongkok, Ctrip, penelusuran dengan kata kunci seperti hotel dan penerbangan di Kuba melonjak lebih dari 40% di platform tersebut dalam waktu 30 menit setelah pengumuman kebijakan bebas visa, menurut laporan Global Times milik negara China.

Pengumuman ini dibuat setelah libur lima hari Hari Buruh di China, dikenal sebagai “minggu emas,” yang dimulai pada 1 Mei. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian Kuba dengan memanfaatkan pasar pariwisata China. China sudah menjadi mitra dagang terbesar bagi negara sosialis Amerika Latin tersebut, dengan perdagangan bilateral sebesar US$862 juta atau sekitar Rp13,84 triliun pada tahun lalu.

Song Wei, seorang profesor Hubungan Internasional dan Diplomasi di Universitas Kajian Luar Negeri Beijing, mengatakan kepada Global Times bahwa dimulainya kembali penerbangan akan membantu mengurangi dampak embargo AS yang telah berlangsung selama beberapa dekade. “Juga akan meningkatkan hubungan ekonominya dengan negara-negara lain di dunia sebagai oposisi terhadap hegemoni dan sanksi sepihak,” kata Wei.

Embargo perdagangan AS terhadap Kuba adalah embargo terlama di zaman modern. Undang-undang tersebut melarang perusahaan-perusahaan AS dan perusahaan-perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum AS atau perusahaan-perusahaan yang mayoritas dikendalikan warga negara AS untuk terlibat dalam perdagangan dengan entitas Kuba. PBB telah meminta AS untuk mengakhiri embargo yang mencekik Havana, namun upaya tersebut belum membuahkan hasil.

Krisis ekonomi yang memburuk di Kuba terbukti menjadi peluang bagi China untuk menjalin hubungan dan memperluas pengaruh regionalnya. Dimulainya kembali penerbangan, perluasan perdagangan, dan perjalanan bebas visa bertujuan untuk memperkuat kerja sama kedua negara.

Tahun lalu, Presiden Tiongkok Xi Jinping berjanji untuk mendukung Kuba melawan campur tangan asing dan blokade ekonomi Amerika. Ia juga menjanjikan perluasan koordinasi strategis dengan Havana. Hal ini kemudian ditegaskan kembali oleh Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang, yang berbicara tentang kesamaan nilai-nilai di negara komunis mereka.

post-cover
Presiden China Xi Jinping bersama Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel (Foto: Ding Lin/Xinhua via AP)

Peringatan Keras Bagi Washington

Kerja sama antara China dan Kuba telah menimbulkan peringatan di Washington. Tiongkok secara bertahap memperluas pengaruhnya di wilayah tersebut, sehingga memicu kekhawatiran mengenai pengaruh militer China di wilayah yang dianggap sebagai halaman belakang AS.

Dalam ketakutan besar-besaran tahun lalu, sejumlah laporan mencatat bahwa Beijing diduga membangun pangkalan militer mata-mata di Kuba, yang memungkinkannya menyadap komunikasi elektronik di seluruh wilayah tenggara Amerika Serikat. CNN mengutip dua sumber yang mengetahui masalah tersebut. Salah satu sumber mengatakan kepada publikasi tersebut bahwa kesepakatan mengenai fasilitas mata-mata pada prinsipnya telah dicapai, namun pembangunannya belum dimulai.

Lokasi pos terdepan tersebut diperkirakan berjarak sekitar 100 mil atau 160 kilometer, seperti jarak Jakarta-Bandung, dari Florida. Para ahli pada saat itu mencatat bahwa hal ini akan memungkinkan Tiongkok untuk memantau berbagai komunikasi, termasuk email, panggilan telepon, dan siaran satelit di seluruh wilayah tenggara Amerika Serikat, yang merupakan rumah bagi banyak fasilitas militer. 

Setelah menyebabkan banyak histeria di negara tersebut dan di antara negara-negara lain di kawasan, klaim tersebut dibantah para pejabat AS dan dianggap “tidak akurat.” Meski begitu, laporan-laporan ini berhasil menciptakan ketakutan bahwa Kuba bisa terjebak di tengah persaingan AS-China, seperti yang terjadi pada Krisis Rudal Kuba tahun 1962 ketika penempatan rudal nuklir AS di Italia dan Turki diimbangi dengan penempatan rudal nuklir Soviet di Kuba.

Meskipun kemungkinan munculnya pangkalan mata-mata Tiongkok di Kuba telah dikesampingkan untuk saat ini, Amerika Serikat akan sangat memperhatikan peningkatan kerja sama antara kedua negara, yang berpotensi menjadi ancaman keamanan Amerika.

Kuba Berjuang untuk Rusia Melawan Ukraina

Namun, Tiongkok bukan satu-satunya yang mendekati Kuba dalam menghadapi sanksi Amerika yang dijatuhkan terhadap negara tersebut. Laporan terbaru merinci bagaimana Rusia membujuk Kuba untuk berperang melawan Ukraina dalam perang yang sedang berlangsung.

Kuba adalah salah satu dari sedikit negara yang belum bergabung dengan rezim sanksi internasional terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina. Sebaliknya, hubungan kedua negara justru membaik sejak Februari 2022.

Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel sebelumnya mengkritik sanksi tersebut. “Kami mengutuk, kami menolak, perluasan NATO ke perbatasan Rusia,” katanya. Presiden juga menggembar-gemborkan era baru kerja sama ekonomi dengan Rusia sambil mengumumkan proyek-proyek baru. Selain itu, sebuah kapal angkatan laut Rusia berlabuh di Kuba pada Juli 2023 setelah beberapa tahun. 

Setidaknya sejak paruh kedua tahun lalu, muncul laporan yang menunjukkan bahwa Rusia telah merekrut orang Kuba untuk berperang melawan Ukraina. Penelitian terbaru BBC menyatakan bahwa Rusia mungkin telah merekrut warga negara Kuba untuk bertugas di tentaranya di Ukraina. 

Penelitian tersebut mengutip situs pro-Ukraina, InformNapalm, yang mengungkapkan informasi paspor lebih dari 200 warga Kuba telah mendaftar menjadi tentara Rusia secara online pada bulan September dan Oktober 2023. Situs web tersebut mengatakan bahwa informasi paspor diambil dengan meretas email perekrut militer Rusia di Tula, selatan Moskow.

Laporan BBC menyatakan bahwa pencarian di Facebook mengungkapkan bahwa 31 identitas yang tercantum dalam pelanggaran Ukraina cocok dengan akun yang tampaknya memiliki hubungan dengan militer Rusia atau dimiliki oleh warga negara Rusia.

Misalnya, beberapa orang mengunggah foto dirinya mengenakan seragam militer Rusia atau tempat dengan rambu jalan Rusia. Yang lain menyatakan bahwa mereka saat ini tinggal di Rusia. BBC menduga banyak dari pengguna Facebook tersebut mungkin telah mendarat di Rusia setelah mereka mulai berbagi konten tentang negara tersebut pada paruh kedua tahun 2023.

“Membawa warga Kuba ke Rusia relatif mudah. Kedua negara telah menjadi sekutu sejak Perang Dingin. Warga Kuba tidak memerlukan visa untuk bepergian ke Rusia, dan penerbangan langsung ke Moskow membuat perjalanan lebih mudah,” kata penelitian tersebut.

Back to top button