Hangout

Sinead O’Connor Alami Agorafobia Sebelum Wafat, Apa Gejalanya?

Wafatnya penyanyi Irlandia Sinead O’Connor pada Rabu (26/7/2023) menyisakan banyak kisah. Salah satunya adalah penyanyi mualaf ini mengidap agorafobia sebelum meninggal dunia. Apa sebenarnya penyakit agorafobia ini?

Pihak keluarga yang mengumumkan kabar duka itu tidak menyebutkan penyebab kematian O’Connor yang wafat dalam usia 56 tahun. Sementara gangguan mental agorafobia memang telah lama diidap musisi tersebut.

“Diam-diam saya hidup dengan trauma yang ‘melumpuhkan’ saya secara psikis selama beberapa tahun terakhir. Akhir-akhir ini saya tidak makan karena itu membuat saya sangat agorafobia,” tulis pelantun ‘Nothing Compares 2 U’ ini dalam sebuah cuitan di Twitter-nya pada 2020 lalu, mengutip Page Six.

Agorafobia seperti yang dialami Sinead O’Connor merupakan salah satu bentuk gangguan kecemasan. Rasa takut yang intens akan terus menghantui kondisi ini. Gangguan mental ini sering disalah pahami sebagai ketakutan akan ruang terbuka. Padahal, agorafobia lebih dari sekadar rasa takut.

Sinead O’Connor tidak sendiri mengidap penyakit ini. Salah satunya adalah Pangeran Harry. Berdasarkan Today.com, yang menerjemahkan salinan memoar dalam bahasa Spanyol, Harry menulis, “Saya adalah seorang agorafobia. Yang hampir tidak mungkin mengingat peran publik saya.”

Sebagai seorang pangeran, Harry diharuskan lebih banyak tampil dan berbicara di depan publik. Pidato publik, dilihat dari luar sepertinya dia lakukan dengan mudah. Namun ternyata harus melalui pertarungan mental di balik layar. Harry dalam sebuah pidato yang tidak dapat ia hindari atau dibatalkan mengaku hampir pingsan. Harry mengalami serangan panik pertamanya ketika berada dalam kendaraan menuju tempat pertandingan polo di Gloucestershire.

Menurut Mayo Clinic, agorafobia adalah gangguan kecemasan yang melibatkan rasa takut dan menghindari tempat atau situasi yang dapat menyebabkan kepanikan dan perasaan terjebak, tidak berdaya atau malu. Misalnya menggunakan transportasi umum, berada di ruang terbuka atau tertutup, atau berada di keramaian.

Kecemasan tersebut disebabkan oleh rasa takut bahwa tidak ada cara mudah untuk melarikan diri atau mendapatkan pertolongan jika kecemasan tersebut semakin berlebihan. Anda mungkin menghindari situasi karena ketakutan seperti tersesat, jatuh, atau diare dan tidak bisa ke kamar mandi.

Kebanyakan orang yang menderita agorafobia mengembangkannya setelah mengalami satu atau lebih serangan panik, menyebabkan mereka khawatir akan mengalami serangan lagi. Mereka kemudian menghindari tempat-tempat di mana hal itu dapat terjadi lagi.

Sementara menurut American Psychological Association, agorafobia didefinisikan sebagai ketakutan berlebihan serta tidak rasional berada di tempat terbuka atau asing, yang mengakibatkan penghindaran situasi publik dan mungkin sulit untuk melarikan diri. Ini bisa berarti ketakutan akan ruang terbuka atau tertutup, keramaian, transportasi umum atau tempat lain di luar rumah seseorang.

Anda mungkin merasa membutuhkan pendamping, seperti anggota keluarga atau teman, untuk menemani pergi ke tempat umum. Ketakutan bisa begitu luar biasa sehingga Anda mungkin merasa tidak bisa meninggalkan rumah.

Gejala khas agorafobia termasuk ketakutan meninggalkan rumah sendirian, kerumunan atau menunggu dalam antrean, ruang tertutup, seperti bioskop, lift, atau toko kecil serta berada di ruang terbuka, seperti tempat parkir, jembatan atau mal. Gejala lainnya bisa berupa ketakutan menggunakan transportasi umum, seperti bus, pesawat atau kereta api.

Sama seperti gangguan cemas lainnya, rasa takut yang intens akan terus menghantui. Beberapa orang dengan kondisi ini bahkan bisa mengalami serangan panik. Serangan panik adalah perasaan takut ekstrim yang tiba-tiba yang mencapai puncaknya dalam beberapa menit dan memicu berbagai gejala fisik yang intens. Anda mungkin berpikir bahwa Anda benar-benar kehilangan kendali, mengalami serangan jantung, atau bahkan sekarat.

Gejala serangan panik dapat meliputi detak jantung cepat, kesulitan bernapas atau perasaan tersedak, nyeri dada atau tekanan serta sakit kepala ringan atau pusing. Juga termasuk merasa goyah, mati rasa atau kesemutan, berkeringat terlalu banyak, tiba-tiba memerah atau menggigil, sakit perut atau diare, merasa kehilangan kendali atau takut mati.

Berapa kasus di dunia?

Diperkirakan 1,3 persen orang dewasa AS mengalami agorafobia di beberapa titik selama hidup mereka, menurut Institut Kesehatan Mental Nasional (NIMH). Sebanyak tujuh dari 10 orang dewasa dengan agorafobia dalam satu tahun terakhir, memiliki gangguan sedang hingga parah, lapor institut tersebut.

Agorafobia lebih jarang terjadi dibandingkan gangguan kecemasan lainnya, seperti gangguan kecemasan sosial, yang memengaruhi 12,1 persen orang dewasa AS pada suatu waktu dalam hidup mereka, masih menurut NIMH. Para peneliti terus mencoba memahami mengapa orang-orang tertentu mengembangkan agorafobia, tetapi mereka meyakini kondisi ini melibatkan kombinasi genetika dan pengalaman.

Selain itu ada faktor-faktor tertentu yang dapat meningkatkan risiko agorafobia, termasuk memiliki gangguan panik atau fobia (reaksi ketakutan yang berlebihan), mengalami peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti pelecehan, bencana alam, atau kematian orang tua. Juga memiliki kepribadian gugup atau cemas, serta memiliki kerabat dekat dengan agorafobia.

Faktor risiko

Agorafobia dapat dimulai pada masa kanak-kanak, tetapi biasanya dimulai pada akhir masa remaja atau dewasa awal – biasanya sebelum usia 35 tahun. Tetapi orang dewasa yang lebih tua juga dapat mengembangkannya. Wanita didiagnosis menderita agorafobia lebih sering daripada pria.

Agorafobia dapat sangat membatasi aktivitas hidup Anda. Jika agorafobia parah, Anda bahkan mungkin tidak dapat meninggalkan rumah. Tanpa perawatan, beberapa orang tinggal di rumah selama bertahun-tahun.

Jika ini terjadi, Anda mungkin tidak dapat mengunjungi keluarga dan teman, pergi ke sekolah atau bekerja, menjalankan tugas, atau mengambil bagian dalam aktivitas rutin harian lainnya. Anda mungkin menjadi tergantung pada orang lain untuk bantuan. Bahkan agorafobia jika tidak ditangani dapat menyebabkan depresi, penyalahgunaan alkohol atau narkoba hingga pikiran dan perilaku bunuh diri.

Cara pengobatan

Gregory Jantz PhD, seorang psikolog klinis, mengutip Healthline memaparkan, sebelum memutuskan perawatan apa pun, penting untuk menentukan apakah ada hal lain yang dapat menyebabkan kecemasan seperti peningkatan penggunaan alkohol, kondisi medis, atau pengobatan. Faktor-faktor lain ini perlu ditangani bersamaan dengan kecemasan dan agorafobia.

Perawatan untuk agorafobia sering melibatkan terapi bicara, terapi perilaku kognitif (CBT) atau terapi perilaku dialektik (DBT). Terapi ini membantu orang mempelajari apa yang dapat memicu serangan panik atau gejala mirip panik, dan menyediakan cara bagi mereka untuk mengatasi peningkatan kecemasan yang terjadi dalam situasi tertentu.

Untuk orang dengan agorafobia yang kesulitan meninggalkan rumah, beberapa terapis mungkin menawarkan sesi terapi melalui video atau telepon. Seorang dokter juga dapat meresepkan obat antidepresan atau anti-kecemasan.

Jantz mengatakan ketika orang dengan agorafobia dirawat, dia merekomendasikan agar seorang dokter menemani mereka ketika mencoba hal-hal baru, seperti memasuki ruang publik. “Dengan begitu, mereka tahu, ‘Saya bisa melewati ini’,” katanya. “Jika mereka memiliki seseorang yang mendukung mereka, gejala mereka akan berkurang setelah lima atau 10 menit. Tetapi jika mereka sendirian, gejalanya dapat memburuk.”

Back to top button