Kanal

Mantan Mentan SYL, Jejak Dugaan Korupsinya Lebih Terbaca daripada Program Pertaniannya

Miris betul nasib para petani Indonesia. Saat para petani seantero nusantara sedang mengalami paceklik dengan melambungnya harga beras di pasaran antara Rp10.800 sampai 13.000 per kilogram, ternyata mantan Menteri Pertaminan, Syahrul Yasin Limpo (SYL) masuk dalam dugaan pusaran korupsi di Kementerian Pertanian.
 

Tentunya, para petani Indonesia seakan kehilangan pengawal kebijakan pemerintah untuk membela kepentingan para petani. Bagaimana tidak, selain menghadapi mahalnya harga beras, petani juga menghadapi kekeringan. Sawah mereka kering sehingga tidak bisa melanjutkan musim tanam. Bahkan tidak hanya sawah yang kering, sumur-sumur warga di pelosok-pelosok sentra pertanian juga mengering. Apalagi musim kemarau akibat fenomena El Nino masih lama akan berakhir.

Sebenarnya, harga beras yang melambung tinggi seakan berbanding lurus dengan kenaikan Nilai Tukar Petani. Artinya petani akan mendapatkan angka lebih dari pada yang telah dikeluarkan untuk biaya tanam. Karena musim tanamnya sebelum musim kemarau tetapi ketika panen sudah masuk musim kering. Dengan kekeringan terjadi di mana-mana sehingga banyak wilayah yang tidak bisa melanjutkan musim tanam.

Akibatnya harga padi merangkak naik, faktor inilah yang memicu Nilai Tukar Petani mengalami kenaikan. Hal ini terlihat dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang nilai tukar petani (NTP) di bulan Agustus 2023 lalu sebesar 111,85 atau naik 1,09 persen dari bulan sebelumnya (mtm).  

Kenaikan NTP pada Agustus 2023 terjadi karena indeks harga yang diterima petani (IT) naik sebesar 1,08 persen, sementara indeks harga yang dibayarkan petani (IB) mengalami penurunan 0,01 persen. “Empat komoditas yang dominan memengaruhi kenaikan IT nasional, yakni gabah, kelapa sawit, cabai rawit, dan jagung,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini, Jumat (1/9/2023) saat menyampaikan data NTP. 

Tiga dari empat komoditas tersebut, rawan kekeringan. Begitu masuk musim kemarau maka akan mempengaruhi harga di pasaran. Bila ditambah faktor hama sehingga tingkat keberhasilannya sedikit maka sesuai hukum ekonomi, pasokan di pasaran berkurang maka harganya akan melambung dari biasanya.

Subsektor tanaman pangan mengalami kenaikan NTP tertinggi pada Agustus 2023, yakni mencapai 1,95 persen dibandingkan Juli 2023. Pudji menjelaskan bahwa kenaikan NTP subsektor tanaman pangan terjadi karena indeks harga yang diterima petani tanaman pangan naik sebesar 1,91 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani tanaman pangan mengalami penurunan sebesar 0,04 persen.

Dia membeberkan, komoditas yang memengaruhi kenaikan indeks yang diterima petani tanaman pangan, yaitu gabah, jagung dan ketela pohon. Sementara itu, penurunan NTP Agustus 2023 terjadi pada subsektor peternakan sebesar 0,79 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Penurunan NTP subsektor peternakan terjadi karena indeks harga yang diterima peternak turun 0,70 persen, sementara harga yang dibayarkan peternak mengalami kenaikan 0,09 persen.”Empat komoditas dominan yang mempengaruhi penurunan IT subsektor peternakan ini adalah telur ayam ras, ayam ras pedaging, sapi potong dan kambing,” bebernya.

Seolah-solah kenaikan indeks Nilai Tukar Petani (NTP) karena dipengaruhi faktor cuaca saja, tanpa ada rekayasa dan upaya dari para petani sehingga mengalami kenaikan. Kenaikan harga jual komoditas pertanian karena faktor cuaca. Bukan karena kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraaan para petani menghadapi ancaman krisis air ke depan.

Hal ini terlihat dari nilai tukar petani atau NTP pada April 2023 yang turun sebesar 110,58 atau turun 0,24 persen dibandingkan Maret 2023. Penurunan nilai tukar petani terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun sebesar 0,12 persen menjadi 128,64. “Sementara indeks harga yang harus dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,13 persen atau 116,33,” kata Kepala BPS, Margo Yuwono sebelum masuk masa pensiun, saat konferensi pers, Selasa (2/5/2023).

Dalam Pusaran Korupsi?

Jadi bolehlah, publik bertanya kenapa mantan Menteri Pertanian SYL masuk dalam dugaan pusaran korupsi di Kementeriannya yang sedang dibidik komisi anti rasuah? Ketua Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman memberikan analisa tentang masalah yang sedang terjadi di Kementerian Pertanian. Menurut Pria asal Ponorogo ini, dugaan korupsi di kementerian ini dikategorikan dalam tiga klaster. Dugaan mengatur proyek, dugaan terkait jabatan dan dugaan terkait perizinan. 

Bahkan Boyamin membenarkan adanya orang kepercayaan mantan mentan SYL untuk mengumpulkan pungli-pungli, upeti yang dikumpulkan dari pejabat-pejabat mulai dari level atas hingga level menengah. Belum lagi karena rekomendasi izin impor komoditi bawang atau impor daging. 

“Biasanya pejabat itu pasti selalu punya orang kepercayaan yang diduga yang akan menampung, menerima, Atau mengatur dugaan-dugaan upeti, atau dugaan pungli, atau dugaan gratifikasi, itu selalu pasti ada sih,” kata Boyamin kepada inilah.com, Jumat (6/10/2023).

Raportnya Masih Merah

Menurut anggota DPR Komisi IV dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo, pembangunan untuk sektor pertanian tidak semudah membalik telapak tangan. Karena spirit pemerintahan setelah lengsernya Pak Harto Itu nyaris tidak ada yang peduli terhadap masalah pertanian. Ini terjadi mulai dari Presiden Habibie, kemudian Gus Dur, Megawati, sampai kepada SBY. Sampai pada masa Presiden Jokowi baru yang mulai kembali ikuti jejak daripada Pak Harto.

“Nah oleh karena itu, kalau kita bicara dengan Mantan Menteri Pertanian Pak Syahrul Yasin Limpo, kalau dibicara bagus banget juga enggak, tapi bagaimana dia berani untuk berurusan yang terkait dengan mekanisasi, tapi kan melanjutkan daripada yang sudah ada cukup lama. Ya raportnya masih merah gitu,” katanya kepada inilah.com, Jumat (6/10/2023).

post-cover

Dalam pembangunan pertanian selama ini, salah satu yang menjadi hambatan adalah masalah alih fungsi lahan.  Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, alih fungsi lahan pertanian mencapai kisaran 90 ribu hingga 100 ribu hektare per tahun. Konversi lahan pertanian itu menjadi salah satu ancaman terhadap sektor pertanian dalam meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Konversi lahan sangat mengkhawatirkan. Ini kalau tidak diatasi akan menurunkan produksi,” kata Kepala Balai Besar Litbang SumberdayaLahan Pertanian Kementan, Husnain, dalam konferensi pers virtual, Jumat (30/12/2022).Ia tak menampik, salah satu konversi lahan sawah digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur seperti jalan tol.

Namun, hal itu merupakan program nasional sehingga lahan sawah harus dikompensasi ke daerah lain. “Karena posisi lahan kita, kemudian infrastruktur itu tidak mendukung. Bahkan akhir-akhir banyak sekali irigasi tani sudah tidak terbangun lagi, waduk-waduk juga sudah tidak ada lagi, kemudian hutan yang sudah begini rusak juga menyebabkan sumber mata air juga tidak ada lagi,” lanjut Firman lagi. 

Bahkan dalam catatan BPS, mayoritas atau 15,89 juta petani hanya memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 ha. Sebanyak 4,34 juta petani lahan pertaniannya hanya di kisaran 0,5-0,99 ha. Kemudian, petani yang luas lahan pertaniannya sebesar 1-1,99 ha sebanyak 3,81 juta jiwa. Petani yang luas lahannya di kisaran 2-2,99 ha sebanyak 1,5 juta jiwa. Di atas luasan itu, jumlah petaninya tak ada yang sampai 1 juta jiwa.

Kondisi ini pun diperparah dengan menyusutnya luas lahan pertanian di dalam negeri. Sebagai contoh, luas lahan baku sawah nasional sebesar 8,07 juta ha pada 2009. Angkanya kemudian menyusut menjadi sebesar 7,46 juta ha pada 2019.Dua tahun setelahnya, BPS belum mencatat berapa luas lahan baku sawah di Indonesia.

Data terakhir masih berbasis kepada Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 686/SK-PG.03.03/XII/2019 tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2019.Alih fungsi lahan akan terjadi terus menerus yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan lahan seperti, pemukiman, industri, perkantoran, tempat wisata, jalan raya dan infrastruktur lain untuk menunjang perkembangan masyarakat.

Dampaknya jelas, produktivitas pangan akan menjadi berkurang atau menurun. Lahan pertanian yang menjadi lebih sempit karena alih fungsi menyebabkan hasil produksi pangan juga menurun, seperti makanan pokok, buah-buahan, sayur, dan lain-lain.

Maka dari itu, ketahanan pangan bangsa rawan terancam oleh tingginya potensi alih fungsi lahan di seluruh Indonesia yang mencapai 100.000 hektar per tahun. Butuh regulasi yang tepat untuk meminimalkan dampak buruknya untuk generasi yang akan datang.Dalam melindungi lahan pertanian nasional, sudah ada Undang-Undang Nomor 9 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan.

Tergusur Industrialisasi

Tetapi kenapa di daerah itu banyak lahan pertanian yang irigasi teknis dialihfungsikan untuk industri, untuk pabrik, perumahan, kalau dibiarkan saja tidak ada sanksi hukum.Namun pertimbangan kepala daerah itu adalah karena pertanian dianggap tidak menghasilkan kontribusi yang cukup, maka mereka menggunakan jalan keluar adalah alih fungsi lahan untuk pabrik-pabrik sehingga itu dari retribus bisa meningkatkan pendapatan asli daerah, PAD, ini yang bertolak belakang.

“Oleh karena itu memang tidak semudah membalik telapak tangan kalau kita bicara soal swasembada pangan, itu dimulai dari nol lagi. Ini dengan sisi konvensional tidak mungkin akan bisa mengejar ketertinggalan,” papar Firman. 

Kementan pun berupaya membangun lahan baru setelah banyak diambil untuk pemukiman, industri maupun infrastruktur, salah satunya melalui pembukaan food estate. Program lumbung pangan baru salah satunya di Kalimantan Tengah dan Sumba Tengah. Namun, diakui membangun lumbung pangan baru membutuhkan waktu untuk bisa memberikan hasil optimal.

Dalam cerita awalnya, niatan membangun food estate merupakan respon dari peringatan Organisasi Pangan Dunia (FAO) yang memprediksi bakal ada krisis pangan dunia. “Sudah disampaikan Food Estate itu berangkat dari peringatan FAO akan ada krisis pangan dunia sehingga perlu antisipasi cepat dengan membuat cadangan pangan strategis,” ujar Presiden Joko Widodo dalam pertemuan dengan media, Senin (13/7/2020) seperti mengutip antara, saat itu.Jokowi pun menjelaskan alasan menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam proyek Food Estate di Kalimantan Tengah.  

Bagi Jokowi, bidang pertahanan tak hanya mengurusi alutsista melainkan juga ketahanan di bidang pangan. Hal itu juga telah disampaikan oleh Prabowo lengkap dengan besaran anggaran untuk membangun Food Estate di Kapuas dan Pulang Pisau, Kalteng. “Dan yang namanya pertahanan itu bukan hanya alutsista tapi juga ketahanan di bidang pangan,” katanya.

Dengan keterlibatan Prabowo, Jokowi meyakini persoalan pangan di Indonesia akan lebih mudah diatasi. “Jadi Pak Menhan menjadi leading sector karena memang kita ingin membangun cadangan strategis pangan, sehingga kalau nanti kekurangan beras ya tanam padi. Kurang jagung ya tanam jagung, bisa di situ,” jelasnya.

Meski dikelola Kemenhan, Jokowi menuturkan menteri pertanian tetap akan ikut membantu. “Tetap mentan kan juga back di situ. Nanti urusan pertanian yang lain (misalnya) pangan, ya tetap mentan,” imbuhnya. 

Lain cerita dari politisi asal Partai Golkar ini tentang lahirnya program food estate yang diawali dengan pembicaraan antara Menteri Pertanian dengan Menhankam saat zaman Pak Amran (menteri pertanian kala itu). Tujuannya melibatkan tentara-tentara di tingkat desa sebagai pengawal pertanian kan dianggap berhasil bisa menangkan dalam angka manipulasi terhadap masalah penyalahgunaan pupuk subsidi dan sebagainya. 

Nah, kemudian kenapa Menhankam itu dilibatkan, karena pangan itu merupakan kebutuhan pangan pokok itu berisiko terhadap keamanan negara. Maka itu dengan manajemen tentara dianggap itu bisa menyelesaikan persoalan ini. Tapi ternyata tidak semudah itu.  Tanaman yang cocok untuk food estate ada kemungkinan tidak berdasarkan kajian secara mendalam. Di Kalimantan cocoknya hanya untuk hortikultura, buah-buahan dan sebagainya. 

Melupakan Ketahanan Pangan

Mantan Menteri SYL dinilai terlalu cepat ingin melakukan ekspor hasil panen holtikultura seperti Jagung, Singkong dan lainnya. Padahal program yang seharusnya digalakkan adalah mengkonsumsi aneka jenis pangan tidak hanya tergantung pada beras. Hal ini untuk mengurangi beban keharusan memproduksi besar secara nasional untuk memenuhi target ketahanan pangan ke depan.

Pemerintah harus berani melangkah untuk melakukan substitusi pangan. Substitusi pangan itu adalah memberikan alternatif masyarakat yang terbiasa makan sagu seperti di Papua, biarlah makan sagu tapi proteinnya itu yang diperkuat.

Seperti masyarakat Jawa dan Madura yang terbiasa makan nasi jagung, biarlah makan nasi jagung. Dan yang terbiasa makan ubi, biarlah makan ubi. Tapi proteinnya itu yang diperkuat. Jadi mutu gisi masyarakat kita itu masih tetap terjaga.

“Nah ini kan tidak ada upaya itu, merencanakan dan harus berani melakukan kampanye menghimbau masyarakat supaya mengurangi konsumsi karbohidrat karena kalau mengonsumsi karbohidrat berlebihan itu membuat dampak negatif terhadap masalah penyakit diabetes dan sebagainya,” papar Firman.

Namun, Kementerian Pertanian buka suara dengan kritikan terhadap program food estate yang dinilai gagal. Menurut Kementan, program food estate sampai saat ini menunjukkan hasil yang baik dan dampak positif. Program lumbung pangan di beberapa lokasi, seperti di Pulang Pisau, Kapuas, Humbang Hasundutan, Sumba Tengah, Temanggung, dan Wonosobo, memberikan dampak positif bagi petani dan kawasan.

Walaupun program itu tidak bisa instan mengolah dan menyiapkan lumbung pangan baru. Kementan tetap mendengar dan memperhatikan suara-suara publik dan berupaya secara aktif merespons baik dan menyampaikan progresnya setiap saat. Upaya perluasan lahan pangan melalui program ekstensifikasi dan intensifikasi tanam telah dilakukan secara bersamaan di lokasi-lokasi food estate.

“Lahan ini bukan lahan seperti di Jawa, tapi kita butuh waktu meningkatkan kualitas lahan dan pertanaman di lokasi food estate,” kata Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri, Rabu (27/9/2023) akhir September lalu.

Namun apa mau dikata, dari penggeledahan KPK di rumah dinas Mantan Mentan SYL, ditemukan uang tunai dari berbagai mata uang dengan total senilai Rp30 miliar dan 12 pucuk senjata api. Tentunya keberadaan uang tunai melukai semangat tata kelola pemerintahan yang bersih.

Boyamin pun menegaskan faktor inilah yang menjadikan ini masalah terus-menerus, yang harus diselesaikan. Terutama adalah dengan tata kelola pemerintahan yang baik, transparan terbuka, dan kemudian melayani, maka akan semakin berkurang korupsinya.
 
“Kalau tata kelola pemerintahnya baik, otomatis sulit ditembus. “Nah semakin buruk, ya akan makin mudah ditembus, seperti sekarang nih, misalnya tender fiktif, kan terlalu gitu namanya kan. Ya itulah yang menjadi masalah kita dan harus segera dibenahi,” kata Ketua Masyarakat Anti Korupsi ini menyayangkan. (wahid/Vonita/Rizki)

Back to top button