Market

LSM Adukan Rencana Deforestasi di Hutan Kaltim ke Komisi IV DPR

Rencana pemerintah yang akan ada pelepasan sekitar 700 ribu meter kawasan hutan di Kaltim untuk diubah menjadi kawasan hutan produksi menimbulkan kekhawatiran pada dampak deforestasi yang ditimbulkan. Apalagi beberapa konglomerat tambang dan perusahaan kertas milik konglomerat sudah menunggu hasil rencana revisi Tata Ruang Wilayah (RT RW) di Kalimantan Timur ini.

Untuk itu beberapa LSM pemerhati hutan, seperti Yayasan Auriga Nusantara, WALHI, Forest Watch Indonesia (FWI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dan, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) menemui Komisi VI DPR pada pekan lalu. Audisi diterima Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Budi Satrio Djiwandono.

Kepada Komisi IV ini, acara audiensi mengusung isu terkait data dan temuan tentang Rencana Revisi Tata Ruang Wilayah (RT RW) di Kalimantan Timur. Kebijakan ini berpotensi sebagai deforestasi yang harus menjadi perhatian DPR.

Usai audisi tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPR mengaku isu yang disampaikan LSM yang hadir akan menjadi perhatian khusus bagi komisi IV DPR RI yang juga membidangi Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dalam rancangan revisi perda RTRW Kaltim, akan mengubah status lahan seluas 736.055 hektare. Terdiri dari 612.366 hektare atau 83,19 persen berupa pelepasan kawasan hutan. Selain itu, ada 101.788 hektare atau 13,38 persen, mengalami penurunan status kawasan hutan. Setidaknya, hutan alam seluas 408.225 hektare akan terdegradasi.

Analisis data gabungan LSM lingkungan itu menyebutkan, ada empat perusahaan yang diduga menikmati pelepasan dan penurunan status kawasan hutan. Pada sektor tambang, ada empat perusahaan besar. Yaitu Adaro seluas 58.000 hektare (35 persen), Bayan Resources (13 persen), BBE Mining seluas 8.543 hektare (5 persen), dan LX International seluas 4.200 hektare (3 persen). Sisanya seluas 47.898 hektare (29 persen), didapatkan 53 perusahaan pertambangan.

Selain itu, ada empat perusahaan kayu yang diduga menikmati pelepasan status kawasan hutan. Mereka adalah Sinarmas seluas 48.861 hektare (35 persen). Salim Group seluas 24.140 hektare (18 persen), BUMN seluas 8.529 hektare (6 persen), dan Harita seluas 8.248 hektare (6 persen). Sementara sisanya 51.585 hektare (38 persen) diterima 15 perusahaan lain.

Sementara habitat badak sumatra seluas 78.712 hektare, juga masuk revisi RTRW Kaltim.

Kepala Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria, Roni Septian mengungkapkan, dari usulan revisi ini, seluruh wilayah habitat badak sumatra yang ada di hutan lindung, diusulkan diturunkan menjadi hutan produksi. Artinya, sambung dia, kalau statusnya adalah hutan produksi, kegiatan pertambangan dibolehkan menggunakan sistem open pit.

Pihaknya mendapat informasi yang sangat kuat, bahwa konservasionis di sana, termasuk BKSDA ingin mengusulkan menjadi suaka margasatwa. Jadi mungkin salah satu yang bisa langsung Komisi IV bantu adalah bagaimana pengusulan suaka margasatwa ini segera disetujui,” katanya dalam pertemuan tersebut.

Komisi IV menghargai kepedulian para aktivis lingkungan tentang isu ini. Ternyata masalah ini merupakan masalah yang harus menjadi perhatian semua pihak. “Ya isu pelepasan hutan ini tidak bisa kita anggap enteng anggap sepele. apapun itu tujuannya,” ungkap Budi, Kamis (13/7/2023) pekan lalu seperti mengutip laman resmi DPR.

Budi menilai, meski pemanfaatan hutan memiliki tujuan tujuan tertentu, pemerintah harus perhatikan dengan detail dan saksama, yakni dengan tidak membiarkan ekosistem-ekosistem essential atau hutan-hutan yang mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan manusia ini bisa terdampak, terdegradasi yang sudah banyak terjadi.

“Ini yang kita sebagai komisi IV DPR RI dan saya pribadi, mempunyai kepedulian dan concern terhadap permasalahan ini,” tegasnya.

Menanggapi kekhawatiran akan adanya kepentingan terselubung seperti pemutihan atas usaha tertentu seperti tambang ataupun perkebunan sawit, dirinya pun mengaku hal tersebut juga menjadi perhatian komisi IV DPR RI sehingga celah celah yang berpotensi untuk hal tersebut dapat diminimalisir.

Maka dari itu, dirinya berharap hwa pembangunan ekonomi yang akan datang ini memperhatikan isu-isu keberlanjutan (sustainability) guna menjaga keberlangsungan alam di Indonesia. keanekaragaman hayati ekosistem alam yang begitu kaya di Indonesia menurutnya harus diperhatikan guna menjaga eksistensi kehidupan manusia.

“‘Kita ingin pembangunan ekonomi itu berjalan, rakyat benar-benar mendapatkan manfaat dari pembangunan ekonomi, mendapatkan kesempatan kerja. tapi di saat yang sama kita juga menjaga aset-aset bangsa ini. karena aset-aset inilah yang menjadi nanti masa depan kita juga ya,” tuturnya.

Back to top button