Market

Larangan Angkutan Logistik Saat Libur Panjang, Pakar: Lebih Banyak Ruginya


Kebijakan pelarangan angkutan logistik pada momen hari-hari besar keagamaan seperti Lebaran, Natal, Tahun Baru, dan Imlek, akan mematikan aktivitas rantai pasok dari hulu ke hilir. Kerugian tidak hanya dialami para pengusaha tetapi masyarakat dan pemerintah yang seharusnya dapat dihindari dengan mengatur jadwal angkutan logistik melintas di jalan.

“Kebijakan ini tidak hanya merugikan industri atau produsen barangnya saja, tapi dari hulu ke hilir mulai dari supplier, manufaktur, perusahaan logistik, sampai customer atau pelanggan,” ujar pakar logistik dari Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI), Agus Purnomo dalam pernyataan resminya, Senin (12/2/2024).

“Jadi, kalau satu hari saja tidak beroperasi, kerugian ekonominya bisa mencapai triliunan rupiah,” ucap Agus lagi. 

Dosen Manajemen Logistik dan juga Rektor ULBI ini mencontohnya seperti halnya sepatu. Pabrik bisa membuat sepatu karena ada pemasok bahan bakunya. Sebelum ke pemasok, ada juga beberapa proses lagi yang harus dilalui, mulai dari petani karet kemudian diolah menjadi karet mentah, lalu diproses lagi menjadi bahan untuk lateks.

Lateks ini baru diproses untuk bahan sepatu yang akan disuplai ke pabrik untuk membuat sepatu dan siap dikirim ke konsumen. “Semua kegiatan mulai dari hulu ke hilir membutuhkan transportasi dari perusahaan logistik. Jadi, kerugiannya itu dari hulu sampai ke hilir kalau angkutan logistiknya berhenti,” katanya menjelaskan. 

Sementara, untuk perusahaan makanan dan minuman seperti halnya perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK), menurut Agus, angkutan logistik itu hanya dibutuhkan dari pabrik ke gudang penyimpanan serta konsumen.“Jadi, jika diberlakukan pelarangan, otomatis produk air-air galon yang ada di pabrik tidak bisa diangkut, begitu juga yang ada di gudang tidak bisa dikirim ke para konsumen,” katanya.     

Dia menegaskan aktivitas logistik itu bermanfaat untuk menggerakkan dan menyimpan barang. Jika yang menggerakkannya itu yang dilarang, otomatis semua kegiatan dari rantai pasoknya menjadi berhenti.

“Mandeg dari pemasoknya, pemasoknya tidak bisa suplai ke manufaktur. Akibatnya, manufakturnya tidak punya bahan baku dan bisa berhenti berproduksi,” ucapnya.

Ongkos Naik

Selain itu, katanya, barang-barang yang mau dikirim juga menumpuk di gudang. Akibatnya, manufaktur menderita kerugian. “Kenapa? Karena dia hilang kesempatan untuk menjual barang. Begitu juga barang yang disimpan di gudang juga inventory cost (biaya persediaan)-nya jadi meningkat. Jumlah barang di channel distribution juga kosong, akibatnya perusahaan mengalami kerugian,” katanya mengungkapkan.

Akibatnya, lanjut Agus, pelanggan saat mau membeli barang tidak ada. pelanggan juga rugi. Pemerintah juga rugi karena kehilangan pajak dari aktivitas logistik.  “Jadi, rantai pasok ini rugi semua dari hulu sampai ke hilir. Kenapa? Karena ada satu kegiatan yang mengalirkan barang ini berhenti, bukan hanya dari supplier (pemasok) sampai ke customer, tapi ada aliran balik yang kita sebut sebagai reverse logistic (suatu proses yang meliputi kegiatan logistik sepanjang jalan dari produk yang sudah tidak digunakan oleh pengguna untuk dibuat kembali menjadi produk yang bisa digunakan di pasar) juga berhenti,” katanya memaparkan.

Dia mencontohkan perusahaan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) yang bisa kehilangan opportunity cost (besarnya biaya yang bisa berubah menurut besar kecilnya produksi) yang disebabkan kebijakan pelarangan beroperasinya angkutan logistik.

Kerugian yang dialami akibat pelarangan ini adalah rugi karena tidak bisa menjual dan inventory cost-nya yang meningkat. “Kenapa? Karena harus menumpuk barang di gudang dalam waktu lama. Sementara, setiap barang yang disimpan di gudang, kan ada ongkosnya. Termasuk biaya untuk orang yang mengawasi barang agar tidak rusak,” katanya lagi.

Jadi, solusinya supaya semuanya bisa berjalan, menurut Agus, angkutan logistik ini tetap diizinkan beroperasi dan tidak ada pelarangan. “Kan, hanya diatur saja waktunya, operasinya misalkan di malam hari. Kalau misalkan memang di jalan tolnya padat sekali, ya jalan non-tol yang dibuka semua, malam hari kan bisa,” katanya menegaskan. 

Back to top button