News

Larang Kegiatan Politik Praktis di Masjid, MUI: Hati-hati bila Undang Penceramah

Pemanfaatan masjid sebagai sarana kampanye politik bukan lagi barang baru, hal ini sering terjadi dalam setiap gelaran kontestasi politik, baik itu Pemilu ataupun Pilkada. Karenanya Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang perlu ada rambu-rambu khusus agar masjid tidak jadi tempat kegiatan politik praktis.

Ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis melarang terjadinya kampanye dan kegiatan politik praktis lainnya di masjid. Namun jadi lain soal bila kegiatan itu dilakukan di luar tempat ibadah.

Mungkin anda suka

“Kita berharap, menghimbau dan melakukan gerakan tindakan yang nyata agar tidak terjadi politik praktis kampanye di tempat ibadah, kalau kami masjid. tapi di luar masjid silakan,” kata Cholil di Novotel Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2023)

Karenanya, sambung dia, MUI telah mengeluarkan keputusan dan edukasi terhadap masyarakat terutama takmir masjid. Cholil menjelaskan pihaknya akan melakukan sosialisasi terhadap takmir masjid mengenai undangan ulama yang akan berceramah.

“Mereka ceramah harus mengundang takmir masjid, kami mensosialisasikan agar tidak mengundang orang yang punya interest politik praktis untuk berceramah,” jelasnya.

Ia menambahkan sah-sah saja jika berbicara terkait politik, namun hendaknya politik keadaban. Dimana berbicara tentang misalnya bagaimana membangun bangsa yang baik. “Tapi jangan sampai ‘pilih itu’, apalagi ‘caleg itu yang begini’ nah tidak boleh melakukan politik praktis seperti itu,” tandas Cholil.

Giat untuk mencegah kegiatan kampanye dan politik praktik di masjid juga gencar dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengajak Pengurus Pusat Perhimpunan Remaja Masjid Dewan Masjid Indonesia (PP PRIMA DMI) untuk mengampanyekan antipolitik uang dan antipolitisasi Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) di masjid.

Bagi Bagja, keterlibatan PRIMA-DMI bisa menjadi suatu katalis mengembalikan fungsi masjid sebagai tempat peribadatan serta fungsi politik adiluhung, dengan tidak menyebut identitas calon peserta pemilu tertentu.

“Yang kami tidak bolehkan menyebut A dan B, tapi kalau di masjid mengajarkan mencari kriteria pemimpin ideal seperti kriteria tabligh, shiddiq, fathonah, amanah, bagaimana mencarinya, itu yang paling penting disebarkan. Bagaimana kita memilih calon pemimpin tanpa politik uang. Kita harus kampanyekan antipolitik uang dan antipolitisasi sara,” papar Bagja di Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Back to top button