News

LaNyalla Ingatkan Simpang Siur dan Darurat Data Penduduk Indonesia

Senin, 19 Des 2022 – 15:51 WIB

Lanyalla 3 - inilah.com

Ketua DPD LaNyalla Mattalitti, di Surabaya, Senin (19/12/2022) menyoroti tidak sinkronnya data yang dirilis kementerian dan instansi tentang jumlah desa dan penduduk di Indonesia. (Foto: Biro Pers, Media dan Informasi LaNyalla)

Sejumlah data yang dirilis kementerian dan instansi mengenai jumlah desa dan penduduk yang tidak sinkron satu sama lain, mendapat sorotan tajam dari Ketua DPD  AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.  Sebab, menurut LaNyalla, basis data yang kuat sangat penting bukan hanya untuk Pemilu, tetapi juga untuk perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pelayanan publik, ketahanan sosial serta pembangunan demokrasi.

“Tetapi dari data yang ada, simpang siur dan tidak sinkron antarkementerian dan instansi. Ini tidak bisa dibiarkan. Apalagi KPK pernah menyebut ada sekitar 16 juta orang tanpa Nomor Induk Kependudukan (NIK). Belum lagi desa fiktif yang diungkap Menteri Keuangan,” ungkap LaNyalla di Surabaya, Senin (19/12/2022).

LaNyalla yang pernah mengungkap Daftar Pemilih Tetap (DPT) fiktif pada saat Pilkada Jawa Timur tahun 2008 silam itu membeberkan sejumlah temuannya. Antara lain, ketidaksamaan data yang dirilis Kementerian Desa, Kemenkeu, KPK, Kemensos dan Kemenkes.

Dalam data yang disajikan dan telah terekam di sejumlah media massa tersebut memang terdapat perbedaan menyolok terkait jumlah desa dan penduduk. Seperti pernah diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat rakor dengan Kemensos.

Menurut KPK ada 16,7 juta orang tanpa NIK yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Padahal data itu adalah basis untuk penyaluran bantuan sosial. Selain itu juga ada NIK Ganda sebanyak 1,06 juta orang. Juga ada 234 ribu orang yang meninggal, tapi masih ada di DTKS.

“Ini sudah diungkap KPK sejak tahun lalu. Tapi saya belum tahu apakah sudah ditindaklanjuti atau belum. Apalagi Kemensos pernah mengajukan anggaran Rp 1,45 trilyun untuk program sentralisasi data,” papar LaNyalla.

LaNyalla juga mengungkap perbedaan pandangan antara Kemenkeu dengan Kemendes terkait adanya desa fiktif. Awalnya Kemenkeu menyitir ada 15 desa fiktif. Lalu saat rapat kerja dengan Komite IV DPD, Menkeu menyatakan terdapat juga permasalahan administratif pada penambahan desa baru di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Namun Menteri Desa Abdul Halim membantah. Dia mengatakan tidak ada desa fiktif. Semua desa yang ada ada penduduknya.

Yang ironis, lanjut LaNyalla, saat Indonesia gencar melakukan vaksinasi tahun lalu, Menteri Kesehatan mengaku kapok menggunakan data Kemenkes. Karena disinyalir tidak tepat sasaran. Pihaknya mengaku memilih menggunakan data KPU yang baru saja menggelar Pilkada serentak.

“Padahal Pilkada serentak di tahun 2020 tidak berlangsung di seluruh Kabupaten Kota di Indonesia. Bagaimana mungkin data itu bisa menjadi acuan. Apalagi vaksin dilakukan tahun 2021. Data pemilih yang sudah meninggal di-update dari mana?” tanya LaNyalla.

Jadi, menurutnya, darurat data ini adalah persoalan serius. Terutama untuk mengambil kebijakan. Karena, jika datanya salah, pasti kebijakan juga salah.

“Apalagi mau memaksakan pemilu legislatif dan pilpres langsung di tahun 2024. Bisa runyam kalau faktanya kita masih seperti ini. Bisa saja ada DPT Fiktif yang tidak diketahui oleh partai politik dan peserta pemilu,” tandasnya.

Back to top button