News

KUHP Ancam Kebebasan Pers, Wamenkumham: Jangan Asal Ngomong

Wamenkumham Edward OS Hiariej atau Eddy Hiariej angkat bicara menyikapi kritikan terhadap pasal-pasal dalam KUHP baru salah satunya Pasal 263 yang mengatur sanksi pidana terhadap penyiaran atau penyebarluasan berita bohong (hoaks). Eddy menepis kekhawatiran yang menyebut aturan tersebut mengancam kebebasan pers.

Dia meminta agar semua pihak untuk tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan sebelum memahami isi dalam KUHP. Dia menilai, kritikan yang muncul terkait KUHP lantaran banyak pihak belum memahami pasal-pasal di dalamnya, termasuk pidana mengenai pemberitaan.

“Jangan asal ngomong, jadi sebelum bertanya, baca dulu. Kalau sudah baca, paham dulu,” kata Eddy, di Jakarta, Senin (12/12/2022).

Pasal 263 Ayat (1) KUHP berbunyi: Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Sedangkan ayat (2) berbunyi: Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong, yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Dia menegaskan pasal tersebut bukan baru karena sudah ada dalam Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM)  menegaskan tidak ada masalah dengan adanya Pasal 263 yang diatur dalam KUHP yang telah disahkan melalui rapat paripurna DPR pada Selasa (6/12/2022).

Senada dengan itu, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan sebelum KUHP yang baru disahkan menjadi undang-undang, pemerintah telah berkoordinasi dengan Dewan Pers. “Kita sudah ketemu dengan Dewan Pers dan menjelaskannya,” ujar dia.

Back to top button