Market

Dukung Transisi Energi Hijau, PLN Optimalkan PLTA Saguling

PT PLN (Persero) menyatakan Pembangkit Listrik Tenaga Air atau PLTA Saguling di Bandung Barat, Jawa Barat, berfungsi dalam mendukung energi hijau Indonesia.

Beroperasi sejak 1985, pembangkit yang dikelola PT Indonesia Power (IP) sebagai anak usaha PLN ini merupakan pembangkit pendukung beban puncak di sistem Jawa-Bali. “Fungsinya selain sebagai tambahan untuk menyuplai listrik di Jawa Bali juga mengamankan Jawa Bali apabila terjadi gangguan listrik,” kata Direktur Utama Indonesia Power Ahsin Sidqi di Bandung Barat, Jabar, Kamis (11/11/2021).

Ahsin menjelaskan, PLTA Saguling berperan penting dalam sistem kelistrikan Jawa Bali. Berkapasitas 700,72 megawatt, pembangkit ini berkontribusi sebesar 2,5 persen dari sistem Jawa-Bali yang memiliki total kapasitas 27.700 MW.

Tiga fungsi utama yang diemban PLTA Saguling POMU antara lain sebagai baseload, stabiliser, serta mengurangi emisi karena menggunakan energi baru terbarukan.

Listrik ramah lingkungan dari PLTA Saguling disalurkan melalui Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Saguling dan diinterkoneksikan ke jaringan se-Jawa dan Bali melalui saluran utama tegangan ekstra tinggi (SUTET) 500 kilovolt.

Saat terjadi kendala listrik, Ahsin memaparkan pembangkit listrik yang memasok kebutuhan Cibinong, Cirata dan Bandung Selatan tersebut akan dialihkan ke jaringan Jawa dan Bali.

Selain itu, PLTA Saguling juga berfungsi sebagai pengatur frekuensi sistem dengan menerapkan load frequency control (LFC). “Ketika terjadi gangguan, PLTA Saguling masih dapat dioperasikan sebagai black start sekaligus berperan menjadi pengisian tegangan untuk menopang pembangkit listrik PLTU Suralaya,” jelas Ahsin.

Dalam pengembangan energi baru terbarukan, PLTA Saguling merupakan contoh pembangkit jenis hidro masa depan Indonesia yang dimiliki oleh PLN. Pembangkit ini akan menjadi pondasi dalam pengembangan pembangkit hidro di masa depan seiring dengan komitmen pemerintah untuk terus mendorong pengembangan energi baru terbarukan.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button