Market

Kuasai Separuh Cadangan Bijih Nikel Dunia, Industri Baterai Listrik Ngga Bakalan Panik

Bangsa Indonesia harus banyak bersyukur. Ketika penggunaan energi fosil mulai dikurangi, dan bersiap beralih ke energi yang ramah lingkungan, bumi nusantara pun sangat mendukung.

Target Net Zero Emission (NZE) di 2060 pun tidak terlalu sulit. Sebab salah satu produk tambang pendukung kendaraan listrik untuk memproduksi baterai yaitu nikel, ternyata cukup banyak tersebar di beberapa kawasan Indonesia bagian timur. Cadangan nikel di kawasan tersebut mencapai 72 juta Ni atau hingga 52 persen dari seluruh cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni.

Jadi ketika baterai listrik yang menjadi pengganti energi fosil, bahan bakunya hingga 80 persen dari nikel maka tidak masalah bagi bangsa ini.

Kebutuhan lain untuk memproduksi baterai listrik dalah grafit mencapai 44.000 ton per tahun yang didatangkan dari China, Brasil dan Mozambik secara impor. Belum lagi mangan sulfit dan belerang sulfit dengan kebutuhan masing-masing hingga 12.000 ton per tahun dan masih impor.

Saat ini, BUMN tambang telah bergerak untuk mendukung instruksi presiden tentang keharusan BUMN menggunakan mobil listrik. Jadi lebih signifikan menjadi faktor penentu dalam meningkatkan permintaan produk nikel. Sebab bisa dengan secara gencar mengolah potensi produk nikel yang ada di kawasan timur tersebut.

Tahun 2020 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan data tentang sebaran cadangan nikel yang seluas 520.877,07 hektare (ha). Tambang tersebut tersebar di tujuh provinsi, antara lain Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Sulawesi Tenggara memiliki tambang nikel terbesar di Indonesia dengan luas mencapai 198.624,66 ha. Salah satu tambang nikel yang dapat ditemui di provinsi tersebut berada di Kabupaten Konawe dengan luas 21.100 ha.

Setelahnya ada Sulawesi Tengah dengan tambang nikel seluas 115.397,37 ha. Kemudian, tambang nikel yang berada di Sulawesi Selatan sebesar 198.624,66 ha.

Papua juga memiliki tambang nikel seluas 16.470 ha. Di Papua Barat, terdapat tambang nikel seluas 22.636 ha. Luas tambang nikel di Maluku tercatat sebesar 4.389 ha. Sementara, Maluku Utara berada di posisi buncit dengan tambang nikel seluas 156.197,04 ha.

Di tujuh propinsi tersebut, Kementerian tersebut sudah merekam kegiatan penambangan nikel. Melalui Ditjen Minerba sudah memiliki data bahwa terdapat 292 IUP dan 4 Kontrak karya (KK) dengan 11 smelter. IUP tersebut tersebar di Sulawesi Tenggara terdapat 85 IUP. Kawasan Maluku Utara terdapat 11 IUP dan 1 KK, di Sulawesi Selatan sekitar 34 IUP.

Terbanyak berada di Sultra dengan 154 IUP dan 1 KK. Untuk Maluku baru 2 IUP, Papua Barat ada 3 IUP dan 1 KK. Terakhir kawasan Papua 1 IUP dan 1 KK.

Memang saat ini, stainless masih mendominasi kebutuhan nikel dengan dua per tiga dari permintaan global. Sedangkan electric vehicle (EV) akan meningkat selama dua dekade.

Pada tahun 2040, produk stainless steel diperkirakan mencapai 1,9 MT dibandingkan dengan 1,65 MT di tahun 2019. Permintaan di sektor baterai akan meningkat dari 163 ribu ton menjadi 1,22 juta ton Ni.

Sampai dengan tahun 2023, terhadap rencana penambahan proyek smelter nikel hingga 19 smelter. Selain itu terdapat juga rencana pembangunan industri baretai listrik berjenis Nikel Cobalt Mangan (NCM) dan Nikel Cobalt Aluminium (NCA).

Dengan semangat mengembangkan industri kendaraan listrik, pengolahan nikel pun mendapat beberapa kemudahan. Pemerintah menyiapkan sistem perijinan berusaha secara elektronik dan terintegrasi dengan menggunakan data sharing.

Belum lagi, adanya kemudahan fiskal seperti pembebasan bea masuk atas impor mesin selama dua tahun. Pembebasan bea masuk untuk impor barang dan bahan sesuai keperluan produksi yang disesuaikan dengan kapasitas terpasang, hingga dua tahun.

Kebijakan ini tentunya fokus untuk menumbuhkan industri kendaraan listrik. Bahkan dari pajak terdapat kemudahan hingga 10 persen nilai investasi pengurangan pajak penghasilan netto perusahaan selama enam tahun atau lima persen, dalam setiap tahunnya. Sebanyak 166 bidang usaha juga menikmati kemudahan pajak ini termasuk 17 bidang usaha tertentu di lokasi tertentu.

Tidak ketinggalan, Kementerian BUMN pun melakukan inisiasi dengan membentuk Indonesia Battery Corporation hasil konsorsium PT Pertamina, PT PLN, PT Inalum dan PT Aneka Tambang.

Selama ini, keberadaan BUMN tambang sudah bersinergi secara holding yaitu MIND ID yang terdiri dari PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Inalum (Persero) dan PT Timah Tbk. Belum lagi PT Pertamina, PT PLN, PT Inalum dan PT Aneka Tambang yang membentuk usaha patungan bernama Indonesia Battery Corporation (IBC) kian memperkuat dukungan terhadap industri kendaraan listrik.

Sebab sinergi antara MIND ID dengan IBC bertujuan untuk mengurangi ketergantungan komponen impor dalam memproduksi baterai listrik.

“Nikel yang menjadi bahan baku baterai listrik banyak dimiliki PT Aneka Tambang, untuk itu IBC bisa menjadi memimpin pasar di Asia Tenggara,” kata Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID, Dany Amrul Ichdan, seperti mengutip situs resmi MIND ID.

Saat ini kebutuhan produk tambang jenis nikel untuk baterai listrik mencapai 70 ton per tahun. Ini untuk mendukung produksi komponen baterai yaitu lithium hidroksida.

Selama ini, kebutuhan lithium untuk baterai mobil listrik masih diimpor dari China, Cile dan Australia. China saat ini sudah memulai mengolah lithium menjadi baterai kendaraan listrik.

Dengan semangat mengembangkan industri kendaraan listrik, pengolahan nikel pun mendapat beberapa kemudahan. Pemerintah menyiapkan sistem perijinan berusaha secara elektronik dan terintegrasi dengan menggunakan data sharing.

Belum lagi, adanya kemudahan fiskal seperti pembebasan bea masuk atas impor mesin selama dua tahun. Pembebasan bea masuk untuk impor barang dan bahan sesuai keperluan produksi yang disesuaikan dengan kapasitas terpasang, hingga dua tahun.

Kebijakan ini tentunya fokus untuk menumbuhkan industri kendaraan listrik. Bahkan dari pajak terdapat kemudahan hingga 10 persen nilai investasi pengurangan pajak penghasilan netto perusahaan selama enam tahun atau lima persen, dalam setiap tahunnya. Sebanyak 166 bidang usaha juga menikmati kemudahan pajak ini termasuk 17 bidang usaha tertentu di lokasi tertentu.

Pada tahun 2019, pengolahan cadangan nikel telah memberikan dampak ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja hingga 21.266 orang. Sedangkan setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp2,0 triliun di bawah penerimaan pajak hingga Rp3,8 triliun. Manfaat ekonomi tersebut berasal dari investasi asing yang mencapai 814 juta dolar AS untuk industri logam dasar smelter nikel.

Pada Januari 2020 mengumumkan larangan penuh ekspor bijih nikel menyusul meningkatnya jumlah pabrik peleburan nikel dan berfokus pada pengembangan rantai pasokan kendaraan listrik yang terintegrasi yang terdiri dari seperti penambangan, pemrosesan, dan produksi baterai.

Menyusul pelarangan tersebut, Indonesia telah mencatatkan hasil positif berupa peningkatan investasi dalam pembangunan smelter serta kegiatan pengolahan hilir lainnya. Dalam pengolahan ini, nikel mentah diolah menjadi produk akhir yang lebih bernilai tinggi seperti baterai lithium dan paket baterai yang dibutuhkan untuk mobil listrik. Hingga Agustus 2021, ada 13 smelter nikel yang beroperasi.

Pemerintah memproyeksikan total 30 smelter nikel yang beroperasi pada tahun 2024. Indonesia juga telah mengeluarkan Omnibus Law yang menyederhanakan peraturan dari 79 undang-undang menjadi satu undang-undang.

Menurut Omnibus Law yang baru, pengolahan nikel kini menjadi bagian dari sektor prioritas untuk investasi asing. Akan tetapi, perusahaan tambang asing diwajibkan untuk mendivestasikan saham yang dimiliki pemegang saham asing setelah 10 atau 15 tahun berproduksi sehingga pada tahun ke-15 berproduksi, 51 persen saham akan dipegang pemegang saham dalam negeri.

Langkah ini menjadi sinyalemen kuat pemerintah telah membantu menarik produsen baterai kendaraan listrik dari Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan untuk membangun basis produksi di Tanah Air.

Dari kebiajakan investasi, Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Peanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan hilirisasi nikel yang dilakukan pemeintah saat ini baru mencapai 40 persen. Padahal pihaknya mengharapkan bisa mencapai 80 persen. “Kita sekarang membangun sebagian baru 40 persen nilai tambahnya. Tetapi kita tidak batasi (smelter nikel),” katanya kepada media saat menjelaskan kondisi saat ini hilirisasi nikel, pekan ini di kantornya.

Pada tahun 2022 lalu, nilai tambah komoditas nikel semakin meningkat sebesar US$33 miliar atau sekitar Rp514 miliar. Untuk tahun ini sudah naik lagi menjadi US$38 miliar atau setara dengan Rp592 triliun dengan kurs Rp15.585 per US$.

Back to top button