News

KPK Siap Selidiki Dugaan Ekspor Ilegal 5,3 Juta Ton Bijih Nikel ke China

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait ekspor ilegal 5,3 juta ton ore (bijih) nikel ke China sepanjang 2020 hingga Juni 2022. Saat ini, KPK tengah mendalami dugaan keterlibatan pihak Bea Cukai dalam penyelundupan tersebut.

“Rencana sih tentu ada. Tetapi, kita sebelum penyelidikan itu ada tahap di mana kita pendalaman dulu, mengumpulkan informasi dulu. Kemarin baru pendalaman, ya informasinya,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat (7/7/2023).

Asep mengatakan, sebelum penyelidikan dimulai, pihaknya akan berusaha mencari dan mengamankan dokumen-dokumen terkait. Setelah dokumen itu ditemukan, KPK tinggal mencari minimal dua alat bukti dugaan pidana dalam penyelundupan tersebut.

“Karena kita harus yakin bahwa memang source, dokumen harus ada, dokumen-dokumen bahan-bahan keterangan itu harus ada,” kata Asep.

Diberitakan sebelumnya, KPK menemukan adanya penyelundupan bijih nikel sebanyak 5,3 ton dari Indonesia ke China. Ketua Satgas Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Dian Patria mengatakan, dugaan adanya ekspor ilegal bijih nikel diketahui dari situs website Bea Cukai China. Sebab, sejak Januari 2020 ekspor bijih nikel dilarang.

Dari data kajian KPK, kata Dian, terdapat selisih data ekspor nikel dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data Bea Cukai China terkait impor bijih nikel dari Indonesia.

Di mana, pada 2020, China mengimpor sebanyak 3.393.251.356 kilogram bijih nikel dari Indonesia. Lalu pada 2021, China mengimpor sebanyak 839.161.249 kilogram bijih nikel dari Indonesia. Dan pada 2022, China mengimpor sebanyak 1.085.675.336 kilogram bijih nikel dari Indonesia. Sehingga, totalnya adalah 5.318.087.941 kilogram.

Dari data tersebut, KPK kemudian menemukan adanya selisih nilai ekspor sebesar Rp 8.640.774.767.712,11 (Rp 8,6 triliun) pada 2020. Lalu pada 2021, terdapat selisih nilai ekspor sebesar Rp2.720.539.323.778,94 (Rp2,7 triliun).

Selanjutnya pada 2022 sampai dengan Juni, terdapat selisih nilai ekspor sebesar Rp3.152.224.595.488,55 (Rp3,1 triliun). Sehingga, total selisih nilai ekspor mencapai Rp 14.513.538.686.979,60 (Rp14,5 triliun).

Selain itu kata Dian, KPK menemukan selisih biaya royalti ditambah bea keluar senilai ratusan miliar rupiah yang seharusnya menjadi pendapatan negara.

Di mana, selisihnya pada 2020 sebesar Rp327.866.721.117,38 (Rp327,8 miliar), pada 2021 sebesar Rp106.085.151.726,89 (Rp106 miliar), dan pada 2022 hingga Juni sebesar Rp141.116.926.878,25 (Rp141,1 miliar). Sehingga, dugaan selisih royalti ditambah bea keluar adalah sebesar Rp575.068.799.722,52 (Rp575 miliar) yang menjadi dugaan kerugian negara sementara.

“Ya dari Januari 2020 sampai dengan Juni 2022 (dugaan kerugian negara Rp575 miliar),” ujar Dian.

Back to top button