News

Koalisi Masyarakat Sipil Dorong Penyelesaian Korupsi Basarnas Lewat Peradilan Umum

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas dugaan praktik korupsi tender yang dilakukan oleh dua anggota militer aktif, yaitu Kepala Basarnas (Kabasarnas) Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

Dalam pernyataan resminya dikatakan, pengungkapan kasus ini secara transparan dan akuntabel dapat menjadi pintu untuk menyikap dugaan praktik korupsi lainnya yang terjadi di badan Tentara Nasional Indonesia (TNI), baik di lingkungan internal maupun eksternal.

“KPK harus memimpin proses hukum terhadap siapa saja yang terlibat dugaan korupsi di Basarnas ini,” bunyi keterangan resmi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang diterima di Jakarta, dikutip Senin (31/7/2023).

KPK sebagai garda terdepan dalam memberantas praktik korupsi seharusnya tidak boleh takut untuk memproses secara hukum anggota aktif, baik perwira maupun pangkat lainnya, yang terlibat dalam korupsi. Jangan sampai, Undang-Undang Peradilan Militer menjadi penghalang untuk membongkar skandal tersebut secara terbuka dan tuntas.

Selain itu, koalisi ini juga menuntut pemerintah dan DPR untuk segera merevisi undang-undang No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer hampir 26 tahun tidak pernah mengalami perubahan sama sekali.

Apalagi, agenda ini juga menjadi salah satu yang pernah dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo nawacita, atau sembilan prioritas pembangunan lima tahun ke depan, periode pertamanya. “Karena selama ini sering digunakan sebagai sarana impunitas dan alibi untuk tidak mengadili prajurit TNI di peradilan umum,” bunyi pernyataan resmi itu.

Pemerintah juga diminta untuk mengevaluasi keberadaan prajurit TNI aktif di berbagai instansi sipil, terutama pada instansi yang jelas bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU TNI, karena hanya akan menimbulkan polemik hukum ketika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit TNI aktif tersebut.

“Seperti dugaan korupsi misalnya yang tidak bisa diusut secara cepat dan tuntas karena eksklusivisme hukum yang berlaku bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana,” jelas keterangan resmi itu.

Sekadar informasi, Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Imparsial, Elsam, Centra Initiative, PBHI Nasional, WALHI, YLBHI, Amnesty International Indonesia, Public Virtue, Forum de Facto, KontraS, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, HRWG, ICJR, LBH Jakarta, LBH Malang, Setara Institute, AJI Jakarta dan AlDP.

Back to top button