Market

Kasus Kredit Bank Mayapada, DPR Curiga Oknum OJK Ikut Bermain

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Hidayatullah menilai, perilaku bankir di Indonesia semakin jeblok pasca krisis ekonomi 1998. Lebih miris lagi, otoritas pengawas perbankan lemah.

Dia pun tak heran dengan terkuaknya indikasi penyimpangan kredit di Bank Mayapada. “Secara empiris dunia perbankan kita sangat jelek, karena perilaku buruk para bankir. Hal itu dibuktikan dengan krisis perbankan tahun 1998. Menyisakan persoalan yang tak selesai-selesai,” terang Hidayatullah kepada inilah.com di Jakarta, Selasa (20/6/2023).

“Paling tidak krisis perbankan pada 1998, masih menjadi beban pemerintah. Di mana, APBN punya kewajiban bunga obligasi sebesar Rp60 triliun per tahun. sampai dengan 2030,” lanjutnya.

Jika berkaca pada kasus yang menimpa Bank Mayapada, ia menilai, perilaku buruk dari bankir, justru turut diikuti lemahnya pengawasan yang menjadi tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Perilaku buruk bankir diikuti pula dengan lemah dan buruknya OJK dalam menjalankan tugas pokok, dan fungsi utamanya sebagai reguler pengawas dan pembina perbankan,” tegasnya.

“Harusnya pengalaman tahun 1998 sudah lebih dari cukup bagi OJK, untuk semakin fokus menjalankan tupoksinya. OJK wajib menjalankan pengawasan tanpa toleransi. Kalau ada kesalahan seharusnya langsung ditindak,” sambungnya.

Ia mengaku prihatin atas dugaan skandal bank milik Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Dato Sri Tahir itu. Diduga kuat ada permainan di dalamnya. “Saya menduga ada oknum-oknum OJK yang bermain sehingga pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya. OJK harus segera ambil tindakan ke Bank Mayapada, sekaligus lakukan evaluasi kedalam,” tambah dia.

Tak hanya itu, kata Hidayatullah, OJK seharusnya bisa bertindak tegas dan terukur. Pengawasan terhadap lembaga keuangan baik bank maupun non bank, jangan hanya tajam ke bawah saja. Harus juga tajam ke atas. “OJK harus bertindak tegas dan terukur. Hukum akan terus diuji. Apakah dia hanya akan tajam ke bawah ke BPR (Bank Perkreditan Rakyat)/BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) saja, tapi akan tumpul keatas. OJK harus buktikan itu,” ujarnya.

“Agar OJK menjadi lembaga yang kredibel, disegani, dan berwibawa dalam menjaga dunia perbankan Indonesia. Kalau memang perlu dilikuidasi, lakukan saja,” tutup Hidayatullah.

Kasus Bank Mayapada berawal dari kredit macet Ted Sioeng senilai Rp1,3 triliun sepanjang 2014-2021. Karena macet, Bank Mayapada menyita aset Ted dan melaporkannya ke kepolisian. Ted dan putrinya ditetapkan sebagai tersangka.

Ted pun melayangkan surat kepada Menko bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD. Dalam surat tersebut, Ted mengaku setor duit ke Dato Sri Tahir, setiap kali menerima kucuran kredit. Totalnya mencapai 525 miliar. Ini aneh. Bagaimana mungkin Bank Mayapada gelontorkan kredit kepada debitur yang kemplang utang selama 7 tahun (2014-2021).

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencium gelagat aneh terkait kucuran kredit Bank Mayapada yang diawasi OJK sepanjang 2017-2019. Pinjaman senilai Rp4,3 triliun berkali-kali digelontorkan kepada sejumlah debitur bermasalah. Selain itu, BPK menemukan Bank Mayapada melanggar batas maksimum kredit terhadap 4 korporasi hingga Rp23,56 triliun. Ironisnya, ya itu tadi, OJK mendiamkannya.

Back to top button