News

Karen Bantah Negara Merugi Rp2,1 T di Proyek LNG Pertamina

Eks Direktur Utama PT Pertamina, Galaila Karen Kardinah (GKK) alias Karen Agustiawan menyangkal negara merugi sebesar Rp 2,1 Triliun akibat pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).

Satu-satunya penyebab kerugian, dikatakan Karen, datang saat pandemi Covid-19.

“Kalau tadi dibilang marak ada kerugian, kerugian diakibatkan karena masa pandemi di tahun 2020 dan 2021,” kata Karen yang telah ditetapkan tersangka kepada awak media ketika keluar Gedung Merah Putih K4, Jakarta  Selatan, Selasa (19/9/2023) malam.

Karen mengatakan Pertamina tidak mengalami kerugian akibat pengadaan LNG. Sebaliknya, Pertamina pada 2018 justru untung.

“Maupun ada pandemi atau tidak pandemi, pertamina seharusnya untung. Karena berdasarkan dokumen yang ada tahun 2018, Pertamina bisa menjual BP dan Sentra Pigura dengan nilai positif 71 cent per MM BPU,” ucap karen menjelaskan.

Karen menyangkal memutuskan kebijakan tahun 2013 lalu itu sewenang-wenang. Karen menyebut aksi korporasi itu sudah mendapatkan restu dari pemerintah.

“Saya ingin menjelaskan bahwa aksi korporasi ini dilakukan untuk mengikuti perintah jabatan saya berdasarkan Perpres 2006 terkait energi mix bahwa gas harus 30 persen. Terus inpres nomor 1/20120 dan Inpres 14 tahun 2014,” kata Karen memaparkan.

Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Direktur Utama PT Pertamina, Galaila Karen Kardinah (GKK) alias Karen Agustiawan.

Karen merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021.

“Tim Penyidik melakukan penahanan Tersangka GKK alias KA,” kata Ketua KPK. Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK K4, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023) malam.

KPK akan menahan Karen selama 20 hari kedepan untuk proses penyidikan lanjutan dalam kasus dugaan korupsi LNG tersebut.

“Terhitung 19 September 2023 sampai dengan 8 Oktober 2023 di Rutan KPK,” kata Firli menjelaskan.

Sebagai informasi, dalam kasus tersebut Karen diduga merugikan negara sekitar US$140 juta atau sekitar Rp2,1 triliun. Saat masih menjabat sebagai Dirut Pertamina, Karen diduga membuat keputusan sepihak kerja sama dengan produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction) LLC asal Amerika Serikat. Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

Karen dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Back to top button