Ototekno

Jika Dilarang di AS, TikTok akan Semakin Merambah Indonesia dan Asia Tenggara

Pemilik aplikasi berbagi video TikTok di Tiongkok, ByteDance kemungkinan akan memfokuskan lebih banyak sumber daya di Asia Tenggara jika menghadapi larangan di Amerika Serikat (AS). Di Asia Tenggara TikTok memiliki lebih dari 325 juta pengguna bulanan.

“Asia Tenggara secara kolektif… tidak akan sebesar Amerika dalam hal… dolar periklanan dan juga berapa banyak barang e-commerce yang dapat mereka jual,” kata pendiri dan CEO konsultan Momentum Works yang berbasis di Singapura, Jianggan Li, mengutip Channel News Asia (CNA), kemarin.

“(Tetapi) pada akhirnya, jika mereka tidak punya pilihan, mereka mungkin akan memperdalam operasi mereka di Asia Tenggara serta wilayah lain yang masih bersahabat dengan TikTok,” tambah Li.

Di Asia Tenggara TikTok memiliki lebih dari 325 juta pengguna bulanan. Sementara Indonesia memiliki 125 juta pengguna TikTok, yang merupakan pasar Asia Tenggara terbesar dan pasar global terbesar kedua setelah AS. 

Berbicara kepada CNA's Asia Now, setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS meloloskan Rancangan Undang-undang (RUU) yang akan memberi waktu enam bulan bagi ByteDance untuk mendivestasi asetnya di AS atau menghadapi larangan, Li mengatakan bahwa masalah yang dihadapi TikTok di AS sebagian besar didorong oleh geopolitik.

“Saat ini, sebagian besar negara-negara Asia Tenggara akan berusaha untuk tidak terlibat dalam geopolitik, jadi menurut saya dari sudut pandang regulasi, TikTok mungkin tidak akan menghadapi tantangan yang sama seperti yang mereka hadapi di AS,” ujarnya. 

Dia menambahkan bahwa perusahaan tersebut kemungkinan akan mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk memastikan kepatuhannya di negara tempat mereka beroperasi, setelah adanya pengawasan di negara-negara seperti Malaysia dan Vietnam. 

Dampak Potensi Pelarangan di AS

Larangan terhadap TikTok jika disetujui di AS juga akan mendorong peluang bagi alikasi serupa. Misalnya Temu, aplikasi e-commerce lintas batas Tiongkok, yang saat ini populer di AS , bisa mendapatkan keuntungan jika TikTok dilarang. TikTok telah mengembangkan fungsi toko TikToknya, yang merupakan pesaing langsung Temu.

“Tetapi Temu juga merupakan aplikasi Tiongkok. Jadi apakah mereka akan menghadapi pengawasan yang sama setelah TikTok dilarang di AS? Ini adalah konsekuensi tingkat dua yang masih terlalu dini untuk diungkapkan,” ujarnya.

Nasib undang-undang tersebut berada di tangan Senat AS. Jika larangan itu disetujui, berarti ByteDance harus menjual sahamnya di TikTok. Dampaknya juga akan berimbas kepada pesaingnya seperti Meta atau Google yang bisa menghadapi masalah anti-monopoli.

Profesor Hukum dan Teknologi di Georgetown Law Anupam Chander menambahkan, dengan TikTok bernilai US$50 miliar atau lebih, mungkin diperlukan konsorsium perusahaan untuk membelinya, katanya kepada CNA’s Asia First. “Undang-undang tidak mengharuskan mereka menjadi orang Amerika. Bisa saja selama mereka bukan orang Tiongkok atau Rusia,” katanya.

Potensi penghapusan TikTok akan meresahkan banyak pengguna aplikasi di Amerika, kata Prof Chander. “Kebanyakan orang yang menggunakan aplikasi ini tidak terlalu khawatir bahwa aktivitas mereka di aplikasi tersebut dapat dijadikan senjata untuk melawan mereka atau Amerika Serikat,” katanya.

Hanya saja, Li menambahkan, ini akan menjadi penyesuaian yang menyulitkan bagi usaha kecil yang harus beralih dari aplikasi, karena beroperasi di platform e-commerce tradisional lainnya akan sangat berbeda dibandingkan di toko TikTok.

Secara keseluruhan, meskipun pengguna mungkin memiliki pilihan lain, tidak ada algoritma aplikasi lain yang mungkin secanggih TikTok, yang secara akurat memberikan konten yang ingin mereka tonton kepada konsumen. “Meski begitu, pengguna akan beradaptasi,” kata Mr Li.

Pengguna akan beradaptasi dengan situasi baru jika TikTok tidak tersedia seperti yang terjadi di India beberapa tahun lalu ketika TikTok dilarang. “Dan menurut saya TikTok atau ByteDance sebagai sebuah organisasi, mereka juga sangat mudah beradaptasi. Jika mereka tidak punya pilihan lain, mereka mungkin akan mencoba mengembangkan pasar lain untuk mengimbangi kurangnya keberhasilan di AS.”

TikTok Sudah Seriusi Pasar Indonesia

TikTok telah menyelesaikan kesepakatannya untuk mengambil alih platform e-commerce terbesar di Indonesia, yang memungkinkan raksasa media sosial Tiongkok tersebut memulai kembali bisnis belanja online-nya di negara tersebut.

GoTo yang merupakan ekosistem digital terbesar di Indonesia mengumumkan pihaknya dan TikTok, yang dimiliki ByteDance Tiongkok, telah menyelesaikan kesepakatan pada bulan Desember untuk membeli 75,01 persen Tokopedia seharga US$840 juta. Berdasarkan kesepakatan dengan GoTo, bisnis TikTok Shop di Indonesia akan disuntikkan ke entitas Tokopedia yang diperbesar. Bisnis GoTo mencakup layanan pemesanan kendaraan, pengiriman, dan keuangan.

TikTok terpaksa menutup layanan e-commerce yang relatif baru, TikTok Shop, di Indonesia setelah pemerintah melarang belanja online di platform media sosial pada September 2023, dengan alasan perlunya melindungi pedagang kecil dan data pengguna.

 

Back to top button