News

Ironi dalam Pembangunan, Alokasi Bagi Hasil Pendapatan Daerah Belum Adil

Tidak masalah jika pendapatan daerah dikumpulkan secara sentralis oleh pemerintah pusat, asalkan pengalokasian dana bagi hasil dilakukan secara adil.

Guru Besar FISIP Universitas Hasanuddin (Unhas) Armin Arsyad menilai selama ini dana bagi hasil yang disalurkan pemerintah pusat ke daerah belum adil, sehingga sering terjadi ironi dalam pelaksanaan pembangunan.

Mungkin anda suka

“Akan tetapi pusat hendaknya bersikap adil dan bijaksana terhadap daerah-daerah kaya. Jangan (sampai justru) terjadi ironi dalam pelaksanaan pembangunan,” terang Armin secara virtual dalam Webinar Kasus Dana bagi Hasil Kabupaten Mernati, Fenomena Gunung Es Kemunduran Otonomi Daerah oleh MIPI, Sabtu (24/12/2022).

Adapun salah satu contoh ironi pembangunan, seperti yang terhadi didaerah Buton. Daerah penghasil aspal ini, malah tidak banyak memiliki ruas jalan yang sudah teraspal.

“Kemudian di Kaltara dan Kaltim adalah penghasil minyak, akan tetapi ada beberapa daerah yang harga minyaknya lebih mahal dibanding dengan daerah yang bukan penghasil minyak,” jelasnya.

Armin pun juga menyinggung ironi yang terhadap kasus Kabupaten Meranti. Yang notebene daerah penghasil minyak namun tidak mendapat alokasi dana bagi hasil yang merata. “Banyak penghasil minyak yang kaya, tetapi merasa bagi hasilnya dirasakan kurang adil, contohnya Kabupaten Meranti,” ujarnya

Oleh karena itu, pemerintah pusat dituntut berlaku adil dalam membagikan pendapatan di daerah. Guna tercapainya tujuan utama dari otonomi daerah, yakni kesejahteraan rakyat.

“Potensi daerah yang bervariasi dan beragam, ada yang kaya, sedang, dan ada yang miskin. Kondisi itu yang membuat pusat mengambil sumber pendapatan di daerah untuk selanjutnya dibagi ke seluruh daerah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia,” pungkasnya.

Selain itu, ia juga mengkritisi soal pembagian kewenangan. Menurutnya, pemerintah pusat telah banyak menarik kewenangan-kewenangan yang dulunya diserahkan kepada pemerintah daerah.

Hal ini semestinya dikurangi dan kiranya lebih memberikan kepercayaan kepada pemda untuk mengelola wilayahnya lebih luas lagi. Armin menilai, kewenangan lebih yang diberikan kepada pemda bisa menjadi penyeimbang antar kepentingan pusat dan daerah.

“Itu menurut hemat saya, ada memang sebagian yang ditarik (kewenangannya), sehingga bandulnya itu lebih cenderung ke pusat. Seharusnya bandul kewenangan ini ada di titik keseimbangan yang tepat antara pusat dan daerah,” terangnya

Lihat Juga
Close
Back to top button