News

Tegaskan Jadwal Putusan Anwar Usman dkk, MKMK: Pemilu Kian Dekat, Bangsa Butuh Kepastian

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menegaskan pihaknya bakal memutus dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman dan delapan hakim konstitusi pada 7 November 2023. Sebab, Jimly menyebut, MKMK tidak tidak ingin membiarkan masyarakat diliputi ketidakpastian di tengah tahapan Pemilu 2024 yang terus berjalan.

Hal itu ia sampaikan dalam sidang pendahuluan pemeriksaan pelapor yang digelar MKMK, Rabu hari ini (1/11/2023).

“Maka itu, segera saja pembuktian ini. Ini masalah bisa melebar terus. Pemilu sudah dekat, jadi bangsa kita harus punya, dapat kepastian,” kata Jimly di Gedung II MKMK, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2023).

Lebih lanjut, Jimly mengungkapkan, perkara dugaan pelanggaran etik ketua MK dan hakim konstitusi yang berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu merupakan hal serius dengan kemungkinan konflik bakal melebar luas jika dibiarkan berlarut-larut.

“Kalau enggak, ini kan bisa melebar kemana-mana. Bisa konflik, nanti ujungnya Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU) di bawa ke sini lagi. Lalu orang tidak percaya, bagaimana? Jadi, ini soal serius ini,” jelas dia.

Sebelumnya ,Koordinator Perekat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus keberatan dengan rencana MKMK) yang akan memutus perkara dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman dan delapan hakim konstitusi lainnya pada 7 November 2023. Menurut Petrus, MKMK memiliki masa bakti selama satu bulan hingga 24 November 2023 untuk memeriksa dan mengadili perkara.

Ia menilai MKMK tidak memberikan kesempatan secara maksimal kepada pihak pelapor untuk membuktikan laporannya.

“Nampaknya setelah Mahkamah Konstitusi dirusak, kini MKMK pun dicoba dirusak, MKMK sudah tidak mandiri lagi dan sudah dikendalikan oleh proses politik di KPU bahkan dari Istana,” kata Petrus dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu hari ini.

“Kasus nepotisme Anwar Usman yang sekarang disebut mega skandal, yang menimpa MK saat ini, seharusnya dijadikan momentum perbaikan penegakan hukum, terutama apa yang terjadi saat ini di MK karena faktor nepotisme telah merusak sendi-sendi penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan adil sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujar Petrus menambahkan.
 

Back to top button