News

IDI Minta Masyarakat Waspada Terhadap Dokter Gadungan


Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap dokter gadungan atau dokteroid yang merugikan kesehatan dan keselamatan pasien. 

Hal ini disampaikan oleh anggota Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) PB IDI Gregorius Yoga Panji Asmara, dalam temu media virtual, Rabu (07/02/2024).

Menurut Gregorius, dokteroid adalah orang yang tidak memiliki kualifikasi sebagai dokter, tetapi berpura-pura menjadi dokter dengan menggunakan dokumen palsu, seperti ijazah, sertifikat profesi, dan surat izin praktek. 

“Kami dari IDI merekomendasikan setidaknya dua hal ini. Bagaimana kami berharap, kita semua dapat bersama-sama memerangi dokteroid, jangan sampai mendapatkan pelayanan dokteroid,” ujarnya.

Dua hal yang dimaksud Gregorius adalah melakukan verifikasi data dan bermitra dengan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyanken) yang terpercaya. Verifikasi data dapat dilakukan dengan cara mengecek keabsahan dokumen yang dimiliki oleh dokter, seperti melalui situs PDDIKTI, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), direktori IDI, atau verifikasi IDI cabang setempat.

“Kalau ada ijazah, ada sertifikat profesi, maka bisa kita pastikan dokter itu melalui PDDIKTI, semua dokter dalam konteks yang sekolah di Indonesia, tentunya sudah melalui PDDIKTI, semua datanya ada di dalamnya,” jelasnya.

Sementara itu, bermitra dengan fasyanken yang terpercaya akan memastikan bahwa dokter yang memberikan pelayanan kesehatan memiliki kompetensi, etika, dan tanggung jawab yang sesuai dengan standar profesi. 

Gregorius menambahkan, fasyanken juga memiliki kewajiban hukum untuk menjaga kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan yang diberikan, termasuk oleh dokter yang bekerja di dalamnya.

“Rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan, pelayanan kedokteran, tentunya ia juga bertanggung jawab terhadap seluruh layanan-layanan kedokteran yang ia berikan. Bahkan pimpinan rumah sakit pun bertanggung jawab terhadap apa yang dipekerjakan di dalam rumah sakit tersebut,” tuturnya.

Gregorius mengatakan, dengan adanya rumah sakit yang ikut bertanggung jawab, negara memberikan perlindungan dalam konteks tersebut. Bahkan ancaman pidana untuk pimpinan fasyanken itu juga diberikan melalui undang-undang.

Kasus dokter gadungan belakangan ini menjadi sorotan publik, terutama setelah terungkapnya Elwizan Aminuddin, yang pernah menjadi dokter timnas Indonesia dan beberapa klub sepak bola tanpa memiliki latar belakang pendidikan kedokteran. Elwizan ditangkap oleh Polres Sleman pada 24 Januari 2024 setelah buron selama dua tahun.

Selain Elwizan, ada juga kasus dokter gadungan bernama Susanto yang bekerja di Rumah Sakit Pelindo Husada Citra (RS PHC) Surabaya. Susanto ternyata hanya lulusan SMA yang memalsukan berkas ketika melamar ke fasilitas kesehatan.

Back to top button